Di tengah dinamika realitas sosial saat ini yang makin cukup membebani kehidupan masyarakat, terutama masyarakat kecil, layanan kesehatan melalui BPJS yang rumit, program kegiatan sekolah (perpisahan/wisuda/study tour) yang dianggap membebani banyak orang tua, ditambah pula anak-anaknya yang sulit dikendalikan, permasalahan sampah dan seabreg layanan dan masalah sosial lainnya makin menambah peliknya dinamika.
Bagi masyarakat, birokrasi pelayanan diberbagai bidang ini dianggap masih rumit hingga berujung biaya dan keterlambatan waktu, apalagi masalah darurat yang perlu penanganan segera. Kinerja birokrasi dan rangkaian proses administrastif harus diikuti untuk mendapatkan sebuah layanan, menghambat melelahkan, seringkali pula menemui jalan buntu.
Harus diakui pula tingkat literasi dan kesadaran masyarakat masih jadi catatan. Namun, perlu ditekankan pula bahwa seringkali apatisme dan kurangnya keseriusan birokrasi dalam menciptakan dan menegakkan sistem yang efektif justru menjadi menambah kendala masalah.
Ketika tidak ada ketegasan, sosialisasi, atau bahkan contoh nyata seorang pemimpin, dampak kolektif sulit dicapai, karena tidak adanya pendorong sistematis serta keteladanan birokrasi.
Apa yang dilakukan sosok pemimpin Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM), dan beberapa pemimpin daerah lainnya saat ini hadir sebagai antitesis, dengan kinerja sosialnya yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat, membuktikan bahwa aksi nyata dan empati adalah esensi yang jauh melampaui formalitas birokrasi dalam memenuhi kebutuhan psikologis publik yang terabaikan.
Urgensi Kebutuhan Psikologis Publik
Urgensi kebutuhan psikologis publik saat ini makin menguat seiring dengan kompleksitas tantangan sosial dan ekonomi yang dihadapi masyarakat, mendambakan rasa aman, keadilan, harapan, dan pemimpin yang peduli (Maslow).
Bukan hanya menjadi kewajiban moral para pemimpin, tetapi juga fondasi krusial bagi terciptanya stabilitas sosial, kohesi masyarakat, dan kemajuan bangsa (Mukarom & Laksana, 2018).
Kehilangan esensi ini berpotensi memperdalam jurang antara pemimpin dan rakyat, serta memicu berbagai permasalahan sosial yang lebih kompleks.
Kinerja Birokratif Seringkali Lamban
Orang tua kewalahan "angkat tangan" menghadapi perilaku anaknya yang tidak mau mendengar nasehatnya lagi. Bolos sekolah, ikut tawuran, narkoba, masuk geng motor, memaksa minta dibelikan motor tanpa tahu uangnya dari mana. Siapa yang peduli mau membantu menanganinya? Jika laporan pada polisi atau minta konseling sekolah, apakah dapat selesai? Kapan? Yakin selesai?