Salah satu budaya khas milik masyarakat Indonesia, yang menarik dicermati adalah adanya tradisi mudik lebaran. Mudik adalah keinginan terbesar seseorang saat menjelang lebaran.
Budaya ini biasanya dilakukan para perantau yang tinggal di kota-kota besar di Indonesia. Mereka biasanya adalah orang yang datang dari desa yang pergi merantau ke kota untuk mengadu nasib atau mencari pekerjaan.
Mudik lebaran merupakan ritual tahunan yang tidak pernah dilewatkan oleh umat muslim perantau yang ada di kota- kota di seluruh Indonesia. Setiap menjelang Idul Fitri dapat disaksikan betapa padatnya arus mudik lebaran.
Budaya ini hampir tidak dapat dijumpai pada masyarakat di luar negeri, termasuk negeri muslim sekalipun. Idul Fitri boleh jadi adalah milik atau dirayakan oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia. Akan tetapi, lebaran adalah khas Indonesia. Lebaran adalah eontoh unik tentang bagaimana idiom Islam diterjemahkan secara kreatif dalam budaya Indonesia.
Tulisan ini diarahkan pada upaya menggali persepsi, perasaan, dan pengalaman seseorang dalam memaknai sebuah ritual sosial, yaitu tradisi mudik lebaran. Tulisan ini menjadi sebuah refleksi kehidupan dan perlunya mencari upaya (terapi sosial) dalam mengatasi dampak modernisasi yang telah melanda mayarakat Indonesia.
Kebiasaan dan Pengalaman Pemudik Saat Berlebaran di Kampung Halaman
Mudik lebaran memiliki kesan dan arti yang unik bagi setiap individu yang menjalaninya. Masing-masing pemudik juga memiliki rangkaian kegiatan, tradisi, atau kebiasaan yang bervariasi dalam merayakan lebaran di kampung halaman.
a. Takbiran. Perasaan haru ini akan sangat tampak apabila seseorang karena sesuatu hal tidak dapat berlebaran di kampung halaman. Pemudik merasakan bahwa saat bertakbiran atau mendengar takbir diri mereka merasa betapa nikmatnya berpuasa dan merindukan kembali kehadiran Ramadhan di tahun depan.
Baca juga: Kembali ke Fitrah: Menantang Hedonisme di Hari RayaÂ
b. Shalat Id bersama keluarga besar. Para pemudik antusias mengikuti shalat Id berjamaah bersama keluarga dan warga sekampung, membawa perlengkapan shalat dengan senyum ceria. Meskipun sebagian jarang atau tidak pernah shalat rutin, mereka menikmati momen kebersamaan ini saat shalat Id
c. Kumpul dengan keluarga, "sungkeman" kepada orangtua. Kebahagiaan utama pemudik adalah berkumpul dengan keluarga di kampung halaman, terutama saat momen-momen penting Lebaran. Pertemuan dengan ibu menjadi motivasi utama kedelapan pemudik untuk mudik, merefleksikan betapa berartinya sosok ibu bagi mereka
d. Bersilaturahmi, Setelah saling memaafkan dalam keluarga inti di hari pertama Lebaran, pemudik melanjutkan silaturahmi dengan mengunjungi kakek-nenek, paman, bibi, tetangga, teman, dan tokoh agama di kampung. Mereka bersalaman, bermaafan, menikmati hidangan Lebaran, bercerita tentang berbagai hal, dan saling mendoakan. Pada hari-hari berikutnya, silaturahmi diperluas kepada saudara dan teman yang tinggal di luar daerah.