"Kata maaf tidak hanya diucapkan saat seseorang berbuat salah, namun juga mengontrol sejauhmana kita bisa menjaga sikap dan kebaikan diri."
Tak terasa, gemuruh takbir Idul Fitri sebentar lagi akan menggema, menandakan berakhirnya bulan suci Ramadan dan datangnya hari kemenangan. Di tengah suka cita menyambut hari yang fitri, terdapat sebuah tradisi luhur yang senantiasa mewarnai momen ini: saling memaafkan.
Lebih dari sekadar ritual, memaafkan adalah kunci untuk membersihkan hati dari segala ganjalan dan memulai lembaran baru dengan kedamaian.
Memang, terkadang memaafkan seseorang terasa begitu sulit, terutama ketika luka yang ditorehkan begitu dalam. Ada rasa marah, kecewa, atau bahkan pengkhianatan yang sulit untuk diabaikan begitu saja.
Memaafkan orang tidak hanya dihari raya, dan terkadang sulit memaafkan beberapa kesalahan orang dengan berbagai alasan. Disaat seperti inilah kita perlu merenungkan kembali esensi dari memaafkan, bukan semata-mata untuk orang lain, melainkan juga untuk kebaikan diri sendiri."
Sifat Pemaaf Nabi Saw
Nabi saw adalah seorang yang pemaaf. Banyak sekali kita memdengar kisah pemaafnya Nabi saw bahkan terhadap musuh besar yang sangat membencinya sekalipun.
Ada kisah Arab Badui yang ingin meminta harta kepada Nabi saw, kemudian dia menarik selendang Nabi Saw dengan keras sehingga berbekas di leher Rasulullah saw. Kemudian orang Arab Badui tersebut berkata, Orang Arab Badui ini meminta secara kasar kepada Nabi saw dan bahkan dengan memanggil nama beliau 'Muhammad' secara langsung.
Padahal para sahabat tidak ada yang berani memanggil Rasulullah dengan namanya secara langsung. Bahkan Allah swt tatkala memanggil beliau, senantiasa dengan sebutan Rasulullah atau Nabiullah (Nabi Allah).
Meskipun demikian, yang menakjubkan adalah Rasulullah saw langsung tersenyum setelah diperlakukan dengan demikian, serta memberikan hadiah kepada orang tersebut. Ini adalah suatu sikap yang menakjubkan, bagaimana Rasulullah saw tidak bermuka masam, tidak cemberut, akan tetapi langsung memaafkan dan sekaligus memenuhi permintaan orang Arab Badui tersebut.
Belajar Memaafkan dari Ibnu Taimiyah