[caption id="attachment_368164" align="aligncenter" width="600" caption="Halaman depan website ETAN memuat tulisan-tulisan provokatif tentang Papua. (sumber foto: etan.org)"][/caption]
Menyoal netralitas wartawan saja dewasa ini sudah sangat sulit, apalagi netralitas wartawan asing di Papua. Ini berhubungan dengan kebijakan Presiden Jokowi yang membebaskan wartawan asing ke Papua. Di satu sisi kebijakan itu sangat bagus dalam soal kebebasan pers dan demokrasi, namun di sisi lain kepentingan wartawan asing di Papua haruslah menjadi perhatian bersama.
Bukan kabar baru lagi jika Papua ini bagaikan gadis seksi yang sangat menggoda bagi negara-negara Asing. Negara mana yang tak mau mau menguasai Papua yang berlimpah sumber daya alam mineralnya. Bukan hal baru jika kepentingan negara-negara asing, terutama Barat, dibawa oleh kalangan wartawan. Biasanya, isu-isu yang mudah menjadi provokasi adalah isu HAM.
TNI melakukan pelanggaran HAM di Papua. TNI berbuat keji di Papua. Pemerintah Indonesia memberlakukan tahanan politik dengan tidak manusia. Bunyi-bunyi tulisan wartawan seperti itu bukan sesuatu yang baru bahwa mereka digerakkan oleh kepentingan lain.
Belajar dari lepasnya Timor Timur
Indonesia punya pengalaman pahit di tahun 1999, tatkala Timor Timur lepas dari naungan NKRI. Di antara faktor yang menyebabkan lepasnya Timtim adalah keberadaan wartawan/media asing yang secara sepihak membuat pemberitaan yang merugikan pihak Indonesia. melalui media juga pihak Barat membuat seolah-olah mayoritas masyarakat Timtim ingin merdeka. Padahal sebaliknya, masyarakat pro-integrasi Timtim jauh lebih banyak.
Pemerintahan Indonesia tentunya tak mau itu terjadi di Papua. Untuk itu, pemerintah harus membuat langkah-langkah antisipatif. Salah satunya adalah yang dinyatakan Menkopolhukkam Tedjo Edhy Purdijatno. Menurut Menko Tedjo, jurnalis asing yang meliput ke Indonesia, khususnya Papua, harus diwaspadai. Soalnya ada wartawan yang datang untuk kepentingan kelompok tertentu.
"(Wartawan asing) Ada 2 kelompok. Ada yang memang tulus akan meliput Papua apa adanya. Ada juga yang membawa kepentingan-kepentingan tertentu. Yang membawa kepentingan-kepentingan tertentu inilah yang harus kita waspadai. Aparat BIN kita akan memantau mereka," kata Tedjo.
ETAN dan Allan Nairn
Menko Tedjo juga mengatakan, intelijen Indonesia saat ini mengantongi data-data jurnalis asing yang masuk ke Indonesia dan yang eprlu diwaspadai. Data itu tentunya tidak perlu dibuka ke publik. Namun kita bisa menebak dari pengalaman siapa saja wartawan dna juga organisasi nirlaba yang mesti diwaspadai.
Salah satunya adalah Allan Nairn yang bernaung di lembaga nirlaba ETAN (East Timor and Indonesian Action Network). Lembaga dan orang yang sama juga menjadi provokator di balik lepasnya Timtim. Nairn juga sempat muncul menjadi aktor pengadu domba saat pilpres lalu. Ia menyerang capres Prabowo Subianto. Pastinya untuk kepentingannya sendiri, bukan kepentingan Jokowi.
Belakangan, Nairn kerap mengkritik kebijakan Jokowi atas nama HAM, saya ragu dia tak punya kepentingan di belakang itu. Intinya, sepak terjang Nairn yang menjelek-jelekkan Indonesia di masa referendum Timtim cukup menjadi kewaspadaan bersama. Intelijen harus terus mengawasi gerak-gerik Nairn, apalagi terutama garapan ia dan ETAN-nya adalah Papua. Hati-hati!