Mohon tunggu...
Dhitta Puti Sarasvati
Dhitta Puti Sarasvati Mohon Tunggu... -

Saya seorang yang suka belajar, mengajar, dan ingin belajar membuat tulisan sastra anak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Test Keperawanan: Sebuah Pemikiran Instan untuk Menanggulangi Seks Bebas

20 Agustus 2013   17:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:04 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

http://mahkotalima.blogspot.com/2013/08/test-keperawanan-sebuah-pemikiran.html

(Tulisan ini pernah dimuat di majalah Potret Edisi 38 tahun 2010 dan telah direvisi pada 20 Agustus 2013)

Saat saya pertama kali mendengar usulan DPRD Jambi mengenai perludiadakannya test keperawanan untuk siswi, saya benar-benar merasa kaget. "Ide gila," pikir saya. Absurd.

"Bagaimana caranya?" tanya saya dalam hati. Apakah siswi-siswi lulusanSD yang masih berusia sekitar 12 tahun harus diperiksa vaginanya satu per satu? Kalau iya, betapa memalukan dan menyakitkannya hal ini bagi perempuan! Setiap manusia memiliki hak atas tubuhnya, tak terkecuali perempuan. Seorang perempuan berhak menolak untuk menunjukkan vaginanya kepada orang lain, tak terkecuali seorang dokter.  Sungguh tidak adil apabila sebuah kebijakan memaksakan seorang perempuan untuk membuka kemaluannya untuk diperiksa demi alasan, "test keperawanan".

Yang membuat hati saya lebih geram adalah alasan test keperawanan digunakan untuk menangkal seks bebas serta memberikan rasa malu kepada para siswi. Bagi saya alasan ini menunjukkan betapa sempitnya pemikiran si pencetus ide. Test keperawanan seakan-akan sebagai jalan instan untuk mencegah seks bebas. Dan sesuatu yang instan tidak akan menyelesaikan akar permasalahan.

Ada berbagai cara untuk mencegah terjadinya seks bebas di kalangan siswa dan kunci utamanya adalah pendidikan. Pendidikan membuat siswa-siswi kita mengerti terhadap konsekuensi dari sebuah sikap yang dipilihnya. Pendidikan di sini maksudnya adalah pendidikan yang terjadi  di rumah, sekolah, masyarakat, maupun pendidikan melalui berbagai media massa.

Bagaimanakah kondisi rumah dan lingkungan masyarakat tempat  siswa-siswi kita tinggal?

Saya pernah memiliki seorang murid kelas 2 SD yang suka menciumi teman-teman perempuan di sekolahnya sehingga membuat mereka ketakutan. Ternyata ia tinggal disebuah rumah sempit bersama pamannya yang pamannya sering membawa perempuan ke rumahnya. Karena itu, sang anak sering melihat hal-hal yang tidak seharusnya. Apakah siswa-siswi kita tinggal di rumah (serta lingkungan) yang cukup aman sehingga mereka bisa belajar, melalui contoh, bahwa 'prilaku seks bebas' bukanlah prilaku yang semestinya?

Bagaimanakah proses pendidikan di sekolah sehingga memungkinkan siswa-siswi mampu bertanggung jawab terhadap pilihan-pilihan yang dibuatnya?

Saya memiliki seorang teman yang merupakan  guru yang melakukan sesuatu yang sangat menarik saat memergoki murid-murid SMU-nya menonton sebuah film porno sepulang sekolah. Begini katanya, "Ah itu saja tidak ada apa-apanya! Sebegitu dibilang porno, ayo kita menonton film porno bersama-sama!"

Akhirnya ia mengajak siswa-siswinya menonton sebuah film 'porno'bersama. Film tersebut merupakan film dokumenter mengenai proses melahirkan. Setelah menonton film siswa diajak berdiskusi  membahas apa yang dipelajari oleh para siswanya setelah menonton film ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun