Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta di Hutan Terlarang

5 September 2019   13:00 Diperbarui: 5 September 2019   21:37 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah mengambil dan menjerang air di atas tungku, sambil mengisap asap rokok klembak menyan dalam-dalam, sambil menghembuskan asapnya pelan-pelan, aku berjalan ke arah wanita cantik yang tengah duduk di atas bale-bale kayu.

"Maaf, tadi sampan yang kita naiki tak bisa aku kendalikan lagi, makanya kita bisa sampai terdampar di tempat ini," kataku pelan, merasa bersalah sendiri saat melihat wanita cantik bertubuh sintal yang tengah duduk di sebelahku ini menggigil kedinginan.

"Tidak ada yang perlu di maafkan. Aku tahu tadi Mas sudah berusaha, tapi tetap tidak bisa mengendalikan sampannya, karena arus sungai yang deras itu tadi mematahkan kayu pendayung sampan yang Mas miliki, untung tadi kita tidak tenggelam, walau terdampar di tempat ini, tapi aku bersukur kita masih bisa selamat hingga saat ini," jawabnya pelan, sambil tersenyum malu-malu menatapku.

Di luar pondok kayu, hujan kembali turun dengan lebatnya. Di antara cahaya kilat dan suara petir yang sepertinya saling bersahutan, mengandalkan cahaya api dari tungku yang baru saja selesai aku nyalakan saat menjerang air tadi, cahaya di dalam pondok ini terlihat makin temaram.

"Duaarr!"

Secara reflek wanita cantik yang saat ini tidak memakai kacamata dan kerudung berwarna hitam untuk menutupi kepalanya itu memelukku, sepertinya dia begitu kaget mendengar suara petir yang terdengar begitu kencang itu.

"Mas, aku takut." Bisiknya pelan, sambil memeluk erat tubuhku.

"Tidak ada yang perlu di takutkan, mudah-mudahan kita aman berada di dalam pondok ini," kataku pelan sambil membuang puntung rokok klembak menyan dari tanganku, walaupun aku seorang perokok, aku tahu bahwa asap rokok itu kurang begitu baik bagi kesehatannya, sambil mengusap-usap rambut kepalanya, berusaha menenangkannya.

Dalam diam, di antara derasnya suara air hujan di dalam pondok di tengah-tengah Hutan larangan kami saling berpelukan. Dapat kurasakan hembusan nafas dan debaran jantungnya saat memeluk erat tubuhku ini.

Desiran darah di tubuhnya seperti kembali menyatu dengan getaran birahiku saat ini. Setelah mengecup lembut kening wanita cantik berkulit kuning langsat ini, kucoba lumat bibirnya, siapa sangka, ternyata wanita cantik yang sehari-harinya mengenakan kacamata itu membalas lumatan bibirku. Cukup lama kami berpanggutan antara satu dengan yang lainnya.

Masih memeluk erat tubuhnya, kurebahkan tubuh wanita cantik yang memiliki rambut ikal sebahu itu di atas kulit kayu yang menjadi alas bale-bale yang terbuat dari potongan-potongan batang kayu kecil itu. Sambil terus melumat bibirnya, wanita cantik yang saat ini sudah berada di dalam pelukanku itu terus membalas lumatan bibirku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun