Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[AdS] Antara Aku, Kau dan Masa Lalumu

14 Mei 2019   05:02 Diperbarui: 16 Mei 2019   06:58 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

<< Sebelumnya

****

 "Mas..," suara wanita cantik berkulit kuning langsat itu terdengar pelan di telingaku.

"Iya," jawabku pelan sambil menatap wajah natural di depanku itu.

"Aku barusan Shalat istikharah untuk meminta petunjuk. Dan setelah selesai Shalat hatiku merasa yakin bahwa memang Mas lah orangnya!" katanya lagi sambil tersenyum menatapku, tanpa berusaha untuk menjawab pertanyaanku itu barusan.

"Deg!"

Hampir saja cangkir kopi susu di dalam genggaman-ku itu terlepas jatuh mendengar kata-kata wanita cantik berkulit kuning langsat ini barusan.

Apa maksudnya bahwa aku adalah orangnya? Tapi aku coba sabar. Diam dan menunggu kata-kata berikutnya.

"Mungkin Mas sudah mendengar semua cerita tentangku dari Rei," suara wanita cantik berkulit kuning langsat itu kembali terdengar pelan di telingaku.

"Mungkin belum semuanya." Jawabku pelan, sambil tersenyum melihat ke arahnya.

"Kami pernah mengalami hal-hal gila sebelumnya. Dulu suamiku itu telah melakukan apa saja agar aku tidak pergi meninggalkan-nya, saat itu dia begitu takut kehilanganku." Katanya lagi sambil tertawa kecil ke arahku. Barisan gigi putih yang terlihat begitu bersih dan rapi itu semakin membuatnya terlihat begitu cantik di kala sedang tersenyum seperti itu.

"Maksudnya?" tanyaku masih sedikit bingung sambil melihat ke arah barisan gigi putihnya itu.

"Dia sudah membawaku 'berobat' kemana-mana. Dan yang terakhir adalah sama dukun yang ia bawa ke rumahku untuk mengobatiku waktu itu." Jawabnya lagi sambil menatap ke dua mataku dalam-dalam. Seolah ingin menunjukan keseriusan ucapan-nya itu, bahwa dia tidak sedang berusaha membohongiku yang terlihat begitu bodoh malam ini di depannya itu.

"Semua perbuatan gilanya itu berawal dari rasa cemburu yang terlalu berlebihan kepada mantan pacarku dulu. Semenjak aku di antar pulang oleh mantan pacarku itu, dia mulai membawaku ke dukun hingga Kyai untuk mengobatiku. Katanya aku telah terkena guna-guna oleh mantan pacarku itu, sehingga dia berpikir, jika aku tidak bisa melupakan mantan pacarku itu, itu adalah akibat ilmu guna-guna itu."

"Rei hanya bercerita bahwa kamu pernah berobat ke seorang kyai yang terkenal di kota ini. Menurut Rei, kyai itu pernah mengobatimu untuk membuang guna-guna yang katanya di kirim oleh mantan pacarmu itu, dan masih menurut Rei, tujuan dari guna-guna itu adalah untuk memisahkan kamu dari suami-mu itu."

Sambil menyalakan sebatang rokok, aku melihat ke arah wanita cantik berkulit kuning langsat yang aku tahu dari mulut Rei adalah istri dari seorang pejabat di kota ini.

"Tak lama setelah suamiku itu mengusir mantanku, aku jatuh sakit. Saat itu aku menangis dan mengurung diri di dalam kamar. Saat itu aku begitu membenci suamiku. Dan waktu itu aku bahkan selalu berteriak-teriak agar dia mau menceraikanku. Saat itu dia panik, dan menyangka bahwa aku telah menjadi gila karena telah di guna-gunai oleh mantan pacarku itu. 

Hampir semua dukun dan kyai di kota ini sudah dia datangi. Mulai dari yang meminta syarat kembang setaman, sampai yang meminta syarat untuk menyetubuhiku agar bisa menghilangkan pengaruh guna-guna itu."

"Dan suami-mu itu tahu syarat yang diminta oleh dukun yang meminta syarat untuk bersetubuh itu?" tanyaku sedikit penasaran. Dan entah kenapa aku jadi berdebar-debar menunggu jawaban-nya itu.

"Iya" jawabnya pelan, sambil menganggukan kepalanya.

"Terus?" tanyaku makin penasaran dengan reaksi suaminya itu saat dia mendengar ada orang yang ingin menyetubuhi istrinya itu.

"Waktu itu dia memberi izin! Yang penting dukun itu bisa menyembuhkanku dari pengaruh guna-guna mantanku itu."

Aku cuma diam, tak bisa berkata apa-apa lagi mendengar ucapan wanita cantik berkuning langsat di depanku ini. 

Kutatap seraut wajah cantik yang saat ini tengah tersenyum hambar sambil menatap ke arahku itu. Jujur saja tenggorokanku sedikit kering saat ini. Entah kenapa hatiku terasa begitu perih, membayangkan wanita cantik berkulit kuning langsat ini melayani dukun yang hendak mengobatinya kala itu.

"Terus kamu mau di setubuhi oleh dukun itu?" tanyaku pelan, berusaha menahan gejolak perasaanku sendiri sambil menatap ke dua bola matanya itu dalam-dalam. Lagi-lagi hatiku merasa begitu sakit! Membayangkan tubuh wanita cantik berkulit kuning langsat ini menjadi piala bergilir dukun kurang ajar itu.

"Hampir saja aku bersedia waktu itu. Tapi entah kenapa pada saat hendak di setubuhi oleh dukun itu, hatiku berontak, teringat dengan hijjab dan gelar hajjah yang sudah terlanjur kusandang sedari masih gadis dulu. Pada saat itu aku masih mampu berpikir jernih. Saat itu aku berpikir; apa gunanya selama ini jika di luar rumah aku selalu menutup aurat dari pandangan mata lelaki lain, selain suamiku sendiri. Tapi di dalam kamar dukun itu aku bisa dengan mudahnya melepaskan semua pakaian yang aku kenakan saat itu.

Dan sepertinya, saat itu Tuhan tidak mengizin kan perbuatan yang di larang oleh Agama itu. Tapi itu bukanlah dukun pertama yang berusaha menyetubuhi-ku dengan alasan untuk mengobati pengaruh dari ilmu guna-guna yang di lakukan oleh mantanku itu.

Hingga, entah dukun yang keberapa waktu itu. Akhirnya saat itu aku mengikuti kemauan seorang dukun yang terkenal di kota ini atas desakan suamiku. Saat itu, di dalam kamar anak gadisku. Akhirnya aku bersedia menuruti permintaan dukun yang katanya bisa membolak-balikan isi hati orang itu." Katanya pelan.

Kutatap wajah wanita cantik berkulit kuning langsat yang saat ini kulihat tengah berusaha menahan perasaan-nya sendiri saat menceritakan masa lalunya itu.

"Dukun itu berhasil menyetubuhimu waktu itu?" tanyaku sambil menatap wajah wanita cantik di depanku ini.

"Tidak bersetubuh persisnya. Karena tidak dia masukan!"

"Maksudnya?" tanyaku penasaran sambil melihat ke arahnya.

Di usianya yang sudah tidak muda lagi, kulihat wanita cantik berkulit kuning langsat ini memang masih menyimpan sisa-sisa kecantikan masa mudanya dulu. Senyumnya masih terlihat begitu manis, bahkan sedikit menggoda menurutku.

Kutatap wajah natural wanita cantik berkulit kuning langsat di depanku ini. Tidak memakai riasan saja sudah seperti ini, apa lagi kalau dia sudah di dandani. Melihat bentuk tubuhnya yang masih terlihat begitu molek itu. Sepertinya memang dia pintar merawat diri. Pantas saja dukun itu ingin men-'cabuli'-nya, coba kalau dia ini adalah nenek-nenek yang sudah keriput semua, apa dukun itu masih mau memberi syarat pengobatnya dengan cara menyetubuhi setiap pasien yang di obati-nya?

Membayangkan seandainya memang syarat pengobatan yang di lakukan oleh dukun itu adalah harus dengan cara menyetubuhi setiap pasien yang akan di obatinya. Termasuk jika ada laki-laki dan nenek-nenek yang sudah keriput semua. Aku jadi senyum-senyum sendiri.

Melihat aku senyum-senyum sendiri setelah mendengar penjelasannya barusan. Pipi wanita cantik berkulit kuning langsat ini memerah. Mungkin dia sedang berpikir kalau aku sedang berpikir 'mesum' tentangnya.

Merasa tidak enak dengan rona wajah dan tatapan matanya barusan. Aku cepat-cepat meminta maaf, sebelum dia terlanjur salah sangka dengan senyumanku barusan.

"Maaf, aku tidak bermaksud seperti itu...," kataku merasa bersalah sendiri sambil menatap kedua mata wanita cantik berkacamata ini dalam-dalam.

"Enggak apa-apa, aku bisa memahaminya. Dan aku mengajak Mas ngobrol berdua malam ini, karena sudah siap dengan semua hal ter-buruknya." Katanya lagi sambil tersenyum menatapku.

"Maksudnya?" tanyaku masih kurang paham dengan kata-katanya barusan.

"Aku sudah siap jika Mas pun akan menganggap dan memperlakukan aku seperti seorang pelacur nantinya. Sama seperti suamiku sendiri dan orang-orang yang menganggap aku ini hanyalah seorang pelacur di mata mereka!"

Sambil menatap langit-langit loby hotel yang berwarna biru laut itu matanya kulihat berkaca-kaca. Aku tahu saat ini dia sedang berusaha untuk menahan tangisnya. Dan aku tahu saat ini dia merasa begitu tertekan dan dendam dengan masa lalunya.

"Bahkan saat ini tekatku sudah bulat. Aku bersedia, jika memang Mas hendak menyetubuhiku sebagai syarat pengobatan itu nantinya." Katanya lagi sambil menunduk.

Aku kaget mendengar ucapannya barusan, Kutatap wajah cantiknya yang memerah itu. Ada rasa jengah di situ. Seperti sedang berusaha menahan rasa malunya.

-Bersambung-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun