Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Sang Waktu

18 September 2018   22:59 Diperbarui: 4 Oktober 2018   17:31 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagian Enam

Lapis Langit ke Satu

*

Begitu keluar dari perbatasan Dunia Politik yang baru saja kudatangi barusan, tubuhku melesat secepat kilat menuju kearah dimana Sang Waktu dan dua temannya itu  berada. 

Sepertinya kekuatan Sang Waktu yang sebagian berada didalam diriku saat ini telah kembali pulih dan kembali normal seperti sedia kala.

Di dalam tabung kaca yang dibawah, disamping dan di atasku semuanya terlihat seperti layar kaca yang begitu besar, dan saat ini sedang menampilkan kehidupan yang bebeda-beda itu. Dadaku masih terasa sesak mengingat puing-puing sisa bangunan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sebagian telah rata dengan tanah di sepanjang jalan yang kulalui di Dunia Politik tadi.

Masih jelas dalam ingatanku, dimana aku tadi aku meninggalkan Dunia politik disaat dua kubu yang saling berlawanan itu sedang berhadap-hadapan dan tinggal menunggu perintah untuk menyerang masa di depannya.

Begitu ada perintah " Serang " dari Sang Tokoh yang tadi  kulihat sedang tersenyum sambil menatap kearahku itu, maka bisa dipastikan perang saudara seperti yang ditakutkan oleh banyak orang di Dunia Politik selama ini akan terjadi.

Bibit-bibit perang saudara yang tadi kulihat di dalam Dunia Politik itu sendiri, kulihat tak ubahnya seperti bom waktu yang setiap saat bisa meledak dimana saja.

Aku adalah aku, dan aku bukanlah Sang Waktu yang mampu berdiri dan melihat dengan tenang tanpa ada rasa belas kasihan melihat semua kesedihan dan penderitaan yang berlangsung di depan matanya.

Tidak tahan melihat seorang ibu tua sedang dianiaya oleh sekelompok lelaki berbadan besar tanpa ada yang menolongnya, mataku berpaling ketempat lain.


Dilapis langit ke satu, aku melihat dunia ini begitu misterius, sama misteriusnya dengan kehidupan itu sendiri. Terlalu luas untuk di telaah, terlalu sulit untuk di mengerti, tidak mudah untuk di ketahui dan di pahami secara utuh.

Dilapis langit kesatu, dimana aku melihat dunia ini dari sudut pandang yang berbeda. Saat ini aku melihat dunia seolah terbelah dua. Diantara kehidupan siang dan kehidupan malam, sekali lagi kutatap kehidupan orang-orang yang saat ini berada  didalam dunia itu dalam waktu yang bersamaan.

Sekali lagi kutatap kehidupan orang-orang di bawah sana, dilapis langit kesatu aku melihat orang-orang yang terus melakukan aktifitasnya seperti biasa tanpa pernah menyadari bahwa sesungguhnya hari-hari yang mereka jalani saat itu berlalu begitu cepat.

Dilapisan langit kesatu, mataku melihat kesisi lain kehidupan yang ada di dunia ini, dan aku terpaku melihat pergantian siang dan malam yang berlangsung begitu cepat di depan mataku saat ini. 

Aku terpana melihat tumbuh-tumbuhan yang seperti bergerak hidup di bawah sana. Jika biasanya aku begitu kesulitan melihat kelopak bunga yang akan mekar, maka disini aku sepertinya mampu melihat semua proses tumbuh kembang tanaman tanpa ada waktu jeda sedikitpun.

Mulai dari sebiji pohon yang awalnya kulihat dijatuhkan oleh seekor burung. Selanjutnya biji pohon yang jatuh keatas tanah itu kulihat mulai bergerak lalu tumbuh menjadi tunas baru, lalu menjadi sebatang pohon yang mulai ditumbuhi dedaunan, hingga seterusnya kulihat pohon itu mulai berbuah. Sementara pergantian siang dan malam saat ini kulihat hanya lewat tiap sebentar saja.

Tidak seperti biasanya dimana waktu sehari semalam itu terasa begitu lama dan panjang, ukuran waktu sehari semalam 24 jam itu kulihat tidak berlaku di sini. 

Ditempatku berdiri saat ini, aku melihat pergantian waktu seperti sekelebat cahaya, berlangsung begitu cepat.

Dan semua proses tumbuh kembang itu sepertinya terekam dengan baik di layar kaca besar ini. Aku begitu takjub akan keajaiban tempat ini. Sehingga tanpa sadar aku melihat diriku sendiri yang saat ini begitu kecil diantara lapisan langit kesatu.

Jika kuperhatikan diriku saat ini, aku bahkan nyaris tidak ada padahal sebenarnya aku ada, aku berdiri disini diantara kehidupan siang dan malam yang berlangsung begitu cepat.

**

Kutatap Sang Waktu dan dua temannya di ujung sana, tiga makhluk beda alam itu kulihat sepertinya sedang serius membicarakan sesuatu di ujung sana.  

Dan seperti tau kalau aku sedang menatapnya dari kejauhan, Sang Waktu melihat kearahku, tatapan mata datar dan tanpa rasa itu sepertinya memahami gejolak rasa yang sedang berkecamuk di dalam diriku saat ini.

Kubalas tatapan mata dari seraut wajah yang begitu dingin, datar dan tanpa rasa di ujung sana. 

Menatap wajah datar, yang begitu dingin dan tanpa ada rasa sedih maupun gembira disitu, aku seperti kembali tenang dan melupakan sejenak semua kegaduhan yang sedang terjadi di Dunia Politik yang baru saja kudatangi tadi.

Begitu rasa ku kembali normal, aku kembali melihat ke sekelilingku. 

Aku baru sadar, ternyata remot dari layar kaca di depanku ini adalah fikiranku sendiri. 

Saat ini aku seperti sedang berada di depan layar kaca raksasa yang gambarnya bisa langsung berubah dengan sendirinya.

Sama persis seperti ketika aku sedang melakukan pencarian di mesin pencari dengan menggunakan smartphone-ku. Bedanya saat ini aku tidak perlu mengetikan sesuatu di keyboard laptop atau handphone-ku, aku cukup memikirkan sesuatu, dan layar kaca yang kulihat begitu besar itu akan langsung memunculkan gambar apa saja yang kuingin kan saat ini.

Setelah merenung sejenak sambil melihat semua keajaiban di depanku itu, aku baru sadar. 

Ternyata tadi aku tidak bisa berpindah dari satu tempat ketempat lainnya dengan begitu cepat ketika sedang berada di dalam Dunia Politik itu, adalah karena saat itu fikiranku sedikit goyah dan tidak bisa fokus akibat saat itu aku terlalu banyak mengikuti rasa dari setiap kejadian yang berlangsung di depanku.

Saat itu, bahkan untuk melihat wajah Sang Waktu pun aku begitu kesulitan. 

Ketika memasuki Dunia Politik, alam bawah sadar fikiranku sendiri tanpa sadar telah terbawa dalam permainan dan dimanipulasi oleh orang-orang yang memiliki pengaruh begitu besar di dalam Dunia Politik itu.

Seandainya aku tadi tidak segera meninggalkan Dunia Politik itu, maka bisa saja saat ini akupun telah menjadi salah satu pengikut dari dua kubu yang sedang bertikai itu.

Diantara dua bangunan yang berdiri megah di samping kiri dan kananku ini, aku melihat ada semacam papan informasi penunjuk arah. Jika melihat dari arah panahnya. aku tau kalau jalan yang kami lalui tadi adalah masa kini.

Dan didepan sana, tepatnya di sebelah dua bangunan megah dimana sang waktu, Lelaki Tampan yang mengenakan jubah panjang berwarna putih dan wanita paruh baya yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam sedang berdiri saat ini adalah perbatasan masa kini dan masa depan.

Lelaki tampan yang mengenakan jubah panjang berwarna putih itu kulihat berjalan mendekat ke arahku. Meninggalkan sang waktu dan Wanita paruh baya yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam yang sepertinya sedang menunggu seseorang.

Lelaki tampan yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam itu mengajakku masuk kedalam, sang waktu yang sepertinya tau, sambil melihat kearahku dia menggangukan kepalanya seolah memintaku agar aku mengikuti Lelaki Tampan yang mengenakan jubah panjang berwarna putih itu.

Setelah melihat sang waktu menganggukan kepalanya, aku segera menyusul Lelaki Tampan yang mengenakan jubah panjang berwarna putih itu masuk ke dalam ruangan. setelah memperkenalkan dirinya, Lelaki Tampan yang aku tau, adalah sang fajar penguasa alam siang itu mempersilahkan aku duduk di salah satu kursi di samping meja kerjanya.

***

Di dalam ruangan ini, aku setidaknya melihat ada tiga orang selain Lelaki Tampan yang memperkenalkan dirinya padaku adalah sang fajar penguasa alam siang, yang pertama kulihat ada seorang anak kecil yang memiliki wajah begitu mirip dengan wajah Sang Fajar itu sedang bermain-main di sudut ruangan, selanjutnya ada seorang lelaki muda yang wajahnya juga begitu mirip dengan Sang Fajar kulihat sedang serius bekerja di sudut ruangan sana, begitu serius bekerja hingga sepertnya tidak memperdulikan orang-orang di sekelilingnya, dan kulihat ada juga seorang lelaki yang sudah tua, yang memiliki wajah sama seperti Sang Fajar sedang duduk santai sambil membaca koran disalah satu kursi sofa tak jauh dari meja kerja lelaki muda itu.

Dari tempatku duduk saat ini,  didalam ruangan besar ini aku masih melihat ada beberapa ruangan lainnya. Tepat di depan pintu ruangan pertama kulihat ada tulisan " Alam Nyata " lalu disebelahnya ada juga pintu yang bertuliskan " Alam Hayalan " dan di pintu ruangan lainnya kulihat ada Tulisan " Alam Mimpi " yang semua pintu-pintu itu dalam keadaan tertutup rapat, dan didepan masing-masing pintunya kulihat ada seorang penjaga yang juga memakai pakaian persis seperti yang dikenakan oleh Sang Fajar saat ini.

Bagunan megah ini begitu aneh dan ajaib sekali menurutku. Walaupun saat ini aku sedang berada di dalam ruangan yang memiliki dinding yang begitu tebal dan kokoh. Tapi saat ini aku seperti bisa melihat keadaan di luar gedung megah ini. 

Dindingnya kulihat begitu  transparan dan tembus pandang seperti kaca bening yang seolah-olah nyaris seperti tanpa penghalang sedikitpun. Padahal sewaktu di luar tadi aku tidak bisa melihat isi dalam ruangan ini.

Mataku tertuju pada pemandangan diluar bangunan megah ini, melihat ada dua orang datang dari arah yang berlawanan, dari sebelah kiri tempatku duduk saat ini, tepatnya dari dalam ujung lorong yang kami lewati tadi, kulihat ada seorang lelaki muda yang juga mengenakan jubah panjang datang sambil membawa sesuatu.

Dan dari sebelah kanan aku duduk saat ini,aku juga melihat ada seorang lelaki yang lebih muda dari yang datang dari arah masa kini. Tepatnya berasal dari masa depan yang sudah duluan sampai di tempat sang waktu dan Dewi Malam itu berdiri saat ini.

Kulihat lelaki yang berasal dari masa kini itu memberikan barang yang tadi di bawanya itu kepada masa depan. Setelah melihat-lihat berkas-berkas yang tadi diserahkan oleh lelaki muda yang berasal dari masa kini itu, lelaki lebih muda yang berasal masa depan itu melihat ke arahku. cukup lama dia menatapku yang sedang duduk di kursi sebelah meja kerja sang Fajar.

Aneh sekali fikirku, dia seperti bisa melihatku sedang duduk disini. Lelaki muda itu terus memandang kearahku sebelum akhirnya dia menganggukan kepala pada sang waktu dan lelaki muda yang berasal dari masa kini.

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun