Mohon tunggu...
Paulus Waris Santoso
Paulus Waris Santoso Mohon Tunggu... lainnya -

aku suka pelangi. dia suka memberi rasa. rasa akan hidup yang beraneka warna. warna-warna indah kebijaksanaan. pelangi kebijaksanaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Trio Malaikat

22 Maret 2010   23:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:15 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_100125" align="alignnone" width="500" caption="keceriaan mereka tergambar dari senyum yang selalu mengembang dari bibir mereka."][/caption] Kawan-kawan Kompasioner yang budiman. Beberapa kali saya mengunggah tulisan berkaitan dengan semangat juang dan pantang menyerah dari pribadi-pribadi luar biasa yang secara fisik kurang sempurna. Saya mulai dengan Tony Melendez, seorang gitaris dan penyanyi tanpa tangan, kemudian ada Mattie Stepanek, Dick Hoyt, Hirodata Ototake, dan Angelic Dolly Pudjowati, seorang ibu yang melayani orang-orang gila. Sekarang saya ingin mengenalkan Anda dengan tiga malaikat bersuara merdu. Sayang bahwa saya tidak memiliki videonya. Mereka pernah rekaman untuk kalangan sendiri, namun saya kesulitan mengunggahnya. Perjumpaan saya yang pertama dengan mereka terjadi di Gereja Ijen Malang. Mereka (waktu itu masih 4 orang) bernyanyi dengan sangat indah. Kami semua dibuat tertegun dan tanpa terasa air mata meleleh karena haru. Kemudian ketika rekan guru saya mendampingi dan melatih satu lagu bercorak Papua. Rekan saya ini terkagum-kagum. Biasanya ia melatih anak-anak 'normal', dan sudah tergabung dalam kelompok paduan suara, masih membutuhkan waktu yang lama. Tetapi mereka bisa langsung mengikuti dengan sekali mendengarkan. Kawan, berikut ini tulisan yang dibuat oleh sahabat saya Odilia Astuti Wijono Banjuradja, seorang ibu rumah tangga dan dosen Bahasa Inggris. Beliau saya minta menemui tiga malaikat tersebut dan membagikan pengalamannya kepada Anda. salam, melbourne, 23-03-10 ..................................

Saat ini Anda sedang kecewa dengan apa yang Anda miliki? Sedang menggerutu karena banyak hal yang terjadi tidak sesuai dengan harapan Anda? Mari ikut saya mengunjungi Bakti Luhur - Yayasan yang dikelola oleh Pastor Yansen CM. Yayasan ini punya banyak asrama dan sekolah di banyak tempat di Indonesia, pusatnya di Malang, tepatnya di Jalan Dieng. Inilah sekolah rasa syukur terbaik untuk kita.

Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke Asrama Bakti Luhur di Dieng, atas permintaan seorang sahabat. Saya diminta untuk menemui tiga orang personel Vocal Group yang telah berhasil mencuri rasa kagumnya. Mereka adalah Agnes, Irene, dan Rian, tiga gadis yang sedang tumbuh dewasa dan mencari jati diri.

Tahukah Anda, apa yang membuat saya begitu terpesona? Wajah-wajah malaikat mereka! Wajah yang begitu bening dan bersinar, wajah yang ceria tanpa beban, saya tidak melihat segaris deritapun di wajah ceria ini.  Benar, mereka tidak terlahir sempurna; benar mereka tidak dikarunia mata yang sempurna untuk menangkap cahaya dan warna kehidupan;  benar, mereka tidak sama seperti kita - mereka berbeda. Tapi dari mana mereka mendapat rona malaikat di wajah mereka?

Setelah beberapa saat ngobrol dengan mereka, saya tahu jawabnya: MENERIMA - menerima bahwa mereka dilahirkan dengan tanpa diberi kesempatan untuk melihat cahaya, menerima bahwa mereka harus menjalani hidup dengan cara berbeda. Hebatnya, salah satu dari mereka menerima bahwa orang tuanya menolak dia dan meninggalkannya di rumah sakit, sampai akhirnya dia diasuh di Bakti Luhur. Menerima dengan ikhlas, dan menjalani kehidupan ini dengan suka cita karena mereka tahu mereka disayangi Tuhan. Itu rahasia wajah malaikat mereka.

Mereka menjalani keseharian mereka  tidak  beda dengan kita,  mengurus diri sendiri, juga mengurus (saling menolong)  orang lain. Di asrama, mereka  diberi tugas untuk mengurus 'rumah' tempat mereka tinggal, menyapu, mengepel, mencuci piring, dan  baju. Juga membimbing 'adik-adik' mereka. Ada kasih dalam keseharian mereka.

Agnes, Irene, Rian, mereka tahu betul keterbatasan mereka, seperti juga mereka benar-benar tahu bahwa mereka diberi talenta yang istimewa: SUARA yang MERDU! Tahu cita-ciat mereka? BUKAN TUKANG PIJIT, BUKAN UNTUK TERGANTUNG SEUMUR HIDUP PADA BELAS KASIAN ORANG LAIN. MEREKA INGIN MENGEMBANGKAN TALENTA MEREKA! Agnes ingin menjadi guru Vokal, Irene ingin menjadi musisi dan penyanyi hebat (dia paling musikal dibanding dua temannya - bisa main gitar dan keyboard, sudah bisa menciptakan lagu), Rian juga bercita-cita jadi penyanyi. Dengan tulus saya mengamini cita-cita mereka, dan berharap Tuhan memberi jalan bagi mereka untuk mewujudkan cita-cita mereka.

Agnes, Irene, dan Rian diberi karunia talenta yang besar, sayang, belum terasah dengan baik. Selama ini tidak ada guru yang membimbing mereka berlatih. Pernah, sekitar dua atau tiga tahun yang lalu, sebelum mereka pentas di Singapore untuk acara pertukaran budaya "Melodies from the Heart" yang digagas oleh Mother Yosephine, mereka mendapat bimbingan intensif dari Ibu Diah dari sekolah vokal Narwastu. Latihan yang cuma sekitar dua bulan ini, dan ditambah satu kali latihan dari Pak Mado - guru SMA Dempo, rupanya membekas dengan baik, sampai saat ini mereka berlatih pernapasan dan olah vokal sendiri berdasar apa yang mereka dapat dari kedua guru tsb. Mereka akan gembira sekali bila ada guru yang mau membimbing mereka.

Saudara, sekali lagi saya dibuat kehilangan kata-kata dan harus menjaga nada bicara saya (supaya mereka tidak tahu kalau saya menangis) ketika mereka menyanyi lagu George  Groban - You Raise Me UP  - bening - seperti suara Malaikat. Lebih terharu dan kagum lagi ketika mereka memperdengarkan  lagu ciptaan Irene yang liriknya ditulis oleh  Yuli (sayang saat ini Yuli sudah meninggalkan asrama) - "RINDU SINAR CAHAYA"

Sejak aku dilahirkan dalam dunia yang fana Ku slalu merasakan hidup dalam kegelapan Tanpa ada setitik cahaya

Reff:

Berikan Tuhan sinar cahaya-Mu Tuk menerangi langkah hidup ini karna ku sungguh tak mampu jalani hidup ini Tanpa kasih pimpinanMu Tuhan

Dalam hati kecil ini Aku slalu mendambakan setitik sinar cahaya

Tuk terangi hidupku yang berada dalam kegelapan

Saudara, adakah Anda merasakan kepasrahan mereka? Pasrah, bukan apatis, pasrah bukan merengek, pasrah tanpa kehilangan harapan, pasrah menerima keadaan mereka, pasrah dalam rasa syukur bahwa Tuhan memimpin mereka. Masihkah kita pantas  mengeluh dengan hidup kita? Pantaskah kita menggerutu untuk apa yang menurut kita tidak kita punya? Mari belajar dari mereka! Malang, 12 Maret 2010

Odilia Astuti Wijono Banjuradja

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun