Mohon tunggu...
Paulus Waris Santoso
Paulus Waris Santoso Mohon Tunggu... lainnya -

aku suka pelangi. dia suka memberi rasa. rasa akan hidup yang beraneka warna. warna-warna indah kebijaksanaan. pelangi kebijaksanaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lukisan Alam

1 Desember 2010   10:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:08 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12911990401706328928

Teman, saya memiliki seorang kawan yang sangat tergila-gila dengan pelangi. Di mana saja dia melihat pelangi, pastilah akan melonjak girang. Tidak peduli kalau waktu itu ada banyak orang memandang.

Maka setiap kali saya menemukan pelangi, akan kubingkai dia dan kukirimkan pada kawan tadi. Karena suka mengiriminya kado pelangi, makin lama sayapun jadi jatuh hati pada lengkung warna indah itu. Segala daya upaya selalu saya lakukan untuk mengejar dan menejratnya, agar tidak segera semburat. (untuk gambar lebih akurat klik di sini)

Seusai Hujan

Pelangi senantiasa tercipta seusai hujan menyiram. Atau kerap juga setelah gerimis dan matahari bersinar garang, maka tersembullah lukisan alam nan indah itu. Seperti yang aku tangkap kemarin dulu. Selepas membuat makan malam (yg masih terang benderang) saya hendak membuang sampah. Betapa terlonjak hati ini tatkala membuka pintu dapur dan mendapati lengkung indah di depan mata.

Dengan bergegas sampah aku masukkan keranjang dan aku berlari mengambil kamera. Beruntungnya saya, karena pelangi itu sudi menunggu. Ia tidak segera memudarkan diri hingga saya abadikan menjadi beberapa jepretan. Sebuah lengkung yang sempurna, meskipun masih dibalut mendung yang gelap.

Memang terkadang saya menjumpai pelangi dengan latar belakang langit biru. Sayangnya, saat itu tiba kamera tidak ikut serta, maka hanya bisa memandang dengan sedikit berkaca-kaca. Namun, sekali lagi, aku pantas bersyukur bisa menjeratnya dalam lengkung yang sempurna.

Kawan saya yang mengidolakan pelangi berkata, ‘aku suka pelangi, karena dia memberi penghiburan’. Aku kurang paham dengan ‘penghiburan’ yang dia maksud. Namun ketika dia membandingkan dengan air mata, aku menjadi sedikit paham. Pelangi itu seperti kegembiraan yang selalu datang setelah derita menerjang.

Hanya Sesaat

Pelangi tidak pernah menampakkan diri cukup lama. Ia hanya muncul sesaat saja. Namun kehadirannya yang hanya sesaat saja itu telah cukup menghangatkan hati yang baru diguyur dingin hujan. Maka saat-saat memandang pelangi adalah saat yang menggembirakan, karena itu hanya sekejap saja.

Mas Andrea Hirata melukiskan pengalaman masa kecilnya bersama kawan-kawan sekolah yang suka memandang pelangi sebagai laskar. Laskar yang terpesona oleh bilur indah warna di angkasa.  Dia hanya sesaat, namun sungguh mencekat dan sadar tidak sadar, kita telah terpikat. Membuat rasa berat dan penat hidup yang dihimpit melarat, sejenak terangkat.

Karena kehadirannya yang hanya sesaat, kerap banyak orang terlewat. Sebab hadirnya hanya sekelebat. Tak sempat ia memberi obat. Pada hati yang kerap dibebat penat. Sungguh nikmat mereka yang mampu mendapat. Seakan hidup telah naik peringkat. Terlepas dari jerat yang lama mengikat.

Keindahan pelangi yang hanya sesaat, kerap menjadi perangkap. Ketika pelangi sejati lukisan Sang Maha Agung tak didapat, maka berbagai nikmat sesaat coba ditangkap. Karena terpuruk beban hidup yang berat atau karena tertimbun permasalahan yang mulai berkarat, kenikmatan sesaat coba diembat.

Maka, tidak mengehrankan jika banyak orang jatuh tak berdaya. Terpikat sesuatu yang maya. Mengejar yang sementara, mengira ia ada, nyatanya hanya fatamorgana. Mencecap yang nikmat walau sesaat, tentu boleh saja, asal tidak terikat, dan akhirnya terjerat hingga menjadi mayat.

Lepas dari jerat

Pelangi hanya muncul selepas hujan. Meski tidak bisa dipastikan bahwa seusai hujan akan terbit pelangi. Beruntunglah jika mentari bersinar garang ketika hujan mulai pudar dan mengilang. Karena percikan air yang kecil terterpa sinar terang akan memantulkan cahaya aneka macam.

Sungguh senang jika sesuatu yang menyesakkan hati berganti dengan yang sesuatu yang menggembirakan. Meski terkadang itu hanya sekejap saja. Toh perlu, untuk membantu keluar dari jerat. Lantas bagaimana bisa keluar dari jerat tanpa terjebak perangkap? Tentu pilihannya adalah sesuatu yang membangkitkan nilai-nilai kehidupan.

Maka pada akhirnya akan kembali kepada keputusan. Keputusan untuk memilih yang mana. Misalnya bapak presiden kita. Hari-hari ini, pernyataannya dalam pidato mengenai kedudukan provinsi Jogjakarta mengundang banyak reaksi. Saya tidak hendak memberi nilai, karena sama juga tidak memahami. Namun dari sedikit yang say abaca, beliu kurang bijak memilih topic untuk diangkat. Ada banyak pilihan tema yang bisa disasar, dan beliau memilih tema yang tidak terlalu membangun.

Atau juga beberapa teman kompasioner. Ada yang suka menulis mengenai ‘dapur orang lain’. Jelas itu tidak membangun, karena hanya menimbulkan keresahan. Hal-hal seperti ini bukanlah usaha yang baikuntuk keluar dari jerat. Sebaliknya menjadi pintu masuk ke dalam perangkap sesat.

Penutup

Pelangi-pelangi alangkah indahmu / merah kuning hijau / di langit yang biru / pelukismu agung / siapa gerangan / pelangi-pelangi / ciptaan Tuhan. Lagu anak-anak di masa saya kecil itu menggambarkan lukisan alam yang dilukis oleh sang pemberi kehidupan. Untuk memberi warna hati yang dilanda bimbang. Memandang pelangi akan memberi sedikit rasa senang. Semoga, meskipun sedikit, kita juga bisa membagi sesuatu yang memupuk kehidupan. Di tengah suasana yang sedih dan susah, sungguh dibutuhkan sedikit pelangi yang memberi kesegaran.

salam

Melbourne, 01/12/2010

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun