Mohon tunggu...
F.X. Warindrayana
F.X. Warindrayana Mohon Tunggu... -

mari berbagi hal baik lewat tulisan, "nemo dat quod non habet"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku Sayang Padamu, Ayah

12 November 2017   13:08 Diperbarui: 12 November 2017   13:26 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Hari Ayah. Berbeda dengan Amerika dannegara-negara lain seperti Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Turki, Pakistan, Malaysia, Singapura, Taiwan, Filipina, dan Hongkong yang merayakan Father's Day pada hari Minggu pekan ke tiga bulan Juni,Indonesia merayakanHari Ayah pada tanggal 12 November.)

Aku dan Stephen berjalan turun menuju dek di tepi Russian River. Di bagiannya yang dangkal air sungai yang berwarna hijau itu tampak begitu jernih. Hanya suara desiran airnya yang lembut yang membuat air itu tampak nyata. Begitu matahari hilang di balik bukit, pantulan sebuah pohon natal tampak berkelap-kelip dari seberang sungai. Selimut kabut turun dari bukit-bukit. Tanpa sepatah kata pun, aku dan Stephen bergandengan tangan. Aku merasa tenggorokanku mulai tercekat ketika genggaman tangan kami semakin erat. Stephen memeluk sebelah kakiku, "Aku sayang padamu, ayah...."

Kata-kata itu ditulis Dave Pelzer dalam epilog buku kedua dari triloginya, A Child Call "It",The Lost Boy, dan A Man Named Dave. Itu memang kisah lama, dan terkesan sederhana bagi kebanyakan orang. Tetapi, tidak baginya. Masa lalunya yang buruk membuat ia bahkan tak berani mengangankan sesuatu yang diidamkan setiap orang yakni kehangatan cinta keluarga. Ia tak memiliki kehangatan itu, seperti dituturkan di awal bukunya.

Musim dingin 1970, Daly City, California. Aku sendirian. Dalam gelap, aku kelaparan dan menggigil kedinginan. Aku duduk di atas tanganku, di bawah tangga, di basement. Kepalaku lunglai ke belakang. Sudah berjam-jam sebelumnya tanganku tak bisa merasakan apa-apa. Otot-otot di bagian leher dan pundakku nyeri dan pegal. Tapi aku sudah terbiasa dengan semua itu, dan aku juga sudah tahu cara untuk tidak merasakannya. Aku tawanan ibu. Umurku sembilan tahun....

Kisah Dave itu terus berlanjut dengan berbagai penderitaan yang dirangkai menjadi perjalanan panjang seorang anak mencari kehangatan cinta keluarga. Diawali dengan kabur dari rumah untuk bebas dari siksaan ibu kandungnya, ia berpindah-pindah rumah asuh. Seiring dengan itu, penderitaannya belum berakhir. Sebagai anak asuh ia cenderung selalu terlibat masalah.

"Dave masuk dalam keluarga kami saat umurnya 13 tahun. sekarang pun saya masih merasa menjadi ibu asuhnya. Saat pertama kali bertemu dengannya, saya berpendapat dia anak yang ketakutan sekaligus defensif. Ada kalanya dia bersikap liar dan sangat frustasi, namun secara keseluruhan dia menuruti perintah yang diberikan," kata Alice Turnbough, salah seorang ibu asuhnya. Tetapi, sebaik apa pun pengasuhan orang tua asuh, masyarakat belum bisa menerima. 

"Untuk ukuran yang berlaku pada tahun 1970, pengasuhan oleh orang tua asuh tidak bisa diterima," kata Denis Tapley, guru di San Bruno, sekolah yang memberikan "pendidikan khusus". Kalau ada seorang anak sampai harus diasuh oleh orang tua asuh, berarti ada yang tidak beres, yakni kegagalan orang tua mengasuh anaknya sendiri. Kegagalan ini tidak bisa diterima oleh masyarakat. Pengasuhan oleh orang tua asuh dicibir, dan orang-orang yang terlibat - baik orang tua asuh maupun anak asuh - dipandang sebagai warga kelas dua.

Tak jarang anak-anak yang menjadi anak asuh dianggap telah melakukan sesuatu yang buruk. Masih mendingan sebagai anak yatim piatu yang dianggap sebagai korban tak berdosa. Denis Tapley yang sudah mengajar 12 tahun di bagian pendidikan khusus mengamati bahwa penyimpangan pengasuhan dan penyiksaan anak dalam keluarga menghasilkan segala bentuk gangguan emosional dan kelambanan belajar. Pada gilirannya hal itu bisa juga berubah menjadi tingkah laku yang sangat mengerikan. "Saya sudah melihat sendiri murid-murid yang mencuri demi mendapat perhatian. Atau, mencoret-coret toko dan perlengkapan memasak demi memuaskan dendam "artistik" mereka. Murid-murid seperti itu tak mampu menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial," katanya, "Tapi, David Pelzer adalah kekecualian. Sekalipun saya tahu bahwa kehidupannya di rumah sangat buruk, saya melihat bahwa ia memiliki kepribadian yang sangat kuat," sambungnya.

Dave benar sebuah kekecualian. Selain kepribadiannya kuat, ia juga "beruntung". Kendati pernah mengalami penyiksaan serius dan berlatar belakang buruk tetapi kasusnya langsung dibahas tim staf lembaga rehabilitasi remaja yang beranggotakan seorang dokter, psikolog, dan detention supervisor ketika ia dimasukkan ke San Mateo County Juvenile Hall pada tahun 1974. Lima belas tahun kemudian, Dave kembali ke tempat itu, tapi kali ini untuk bekerja sebagai konselor volunteer. Sementara, pekerjaan pokoknya adalah anggota Angkatan Udara Amerika Serikat. 

Aktivitasnya di seputar penanganan "Remaja yang Terancam" membuahkan pujian dari Ronald Reagan dan George Bush. Ia juga menerima pengargaan J.C. Penney Golden RuleAward(1990), dan termasuk Ten Outstanding Young Americans (1993). Namanya menyambung deretan para alumni terkemuka seperti John F. Kennedy, Richard Nixon, Elvis Presley, Walt Disney, dan NelsonRockefeller. Ia juga menjadi satu-satunya warga Amerika yang dianugerahi penghargaan Outstanding Young Persons of the World(1994) di Kobe, Jepang.

Semua penghargaan itu baginya memuncak dalam kenyataan - bukan sekadar angan-angan yang diidamkan - bahwa ia memiliki keluarga yang dicintainya. Dan, ada seorang anak yang bisa berucap, "Aku sayang padamu, Ayah." ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun