Mohon tunggu...
F.X. Warindrayana
F.X. Warindrayana Mohon Tunggu... -

mari berbagi hal baik lewat tulisan, "nemo dat quod non habet"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Mengembangkan Imajinasi Anak

4 November 2017   10:10 Diperbarui: 4 November 2017   10:46 1243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Victory, a great victory! I see everything rose red...." Kata-kata itu dibisikkan Karl May pada 30 Maret 1912 sesaat sebelum ajalnya. Ia mati dengan bangga setelah menyaksikan kenyataan bahwa 73 novelnya telah dikopi ratusan juta eksemplar dan diterjemahkan ke dalam lebih dari tiga puluh bahasa.

Bisa jadi nama Karl May terdengar agak asing. Tetapi di pertengahan tahun 70-an, hampir dipastikan, setiap orang yang tidak asing dengan buku mengenal nama ini lewat kisah-kisah petualangan Old Shatterhanddan Winnetou di rimba suku Apache. Karl lahir 25 Februari 1842, di desa Upper Bavaria, 15 kilometer dari Hohenstein-Ernstthal, dekat Dresden, Jerman. Ayahnya, Heinrich August seorang tukang tenun miskin; dan ibunya, Christiane Wilhelmine, adalah bidan kampung, yang justru tak tahu cara mengurus anak. Akibatnya, Karl kecil hidup sengsara, di rumah yang kotor, dan kekurangan vitamin. Empat tahun penyakit xeroptalmia, kebutaan ringan, menyerangnya. Itu ditambah cambukan di tubuh, jika ayahnya marah. Dalam kesengsaraannya, Karl hanya punya satu tempat mengadu, neneknya. Dan biasanya, sang nenek akan menghadiahi Karl dongeng indah, untuk menghentikan tangisnya.

Masa mudanya pahit. Ia pernah difitnah mencuri jam tangan, yang menyebabkannya mendekam di penjara. Karl seperti kehilangan pegangan, jiwanya terganggu. Dia mengalami multiple personality disorder, keterpecahan jiwa. Hebatnya, di dalam tubuh ringkihnya bersemayam 8 karakter manusia, yang acap kali saling bentrok. Karl berusaha mengendalikan pertarungan 8 karakter itu. Tetapi, tekanan karakter itu justru menuntunnya jadi pencuri. 

Dia sempat dipenjara untuk proses psikoterapi sampai dua kali pada tahun 1865-1868, dan tahun 1870-1874. Namun, justru empat tahun terakhir dalam penjara inilah yang bakal mengubah arah hidupnya. Karl bertemu dengan Johann Kochta, yang membimbing dan mempekerjakannya di perpustakaan penjara. Di sinilah Karl mengagumi buku James FenimoreCopper, seri petualangan dan budaya Indian, yang menjadi inspirasi sebagian besar karya-karyanya kelak.

Pada tahun 1877, karya pertama Karl, Die Rose von Kahira: Eine Morgenlandische Erzahlung terbit. Buku itu memuat petualangan Kara Ben Nemsi dan Haji Halef Omar di Timur Tengah. Tahun 1893, karya monumentalnya, seri Winnetou, diluncurkan dan langsung memikat jutaan pembacanya. Tak heran, di sequel berikutnya, Old Shatterhand menjelajah lebih jauh lagi, sampai ke pelosok-pelosok Balkan. 

Siapa pun yang membaca petualangan Old Shaterhand bersama Winnetou dalam Berburu Binatang Berkulit Tebal di Rio Pecos, dan Di Pelosok-pelosok Balkan, sulit untuk tak takjub. Karl begitu mahir menjelaskan keadaan hutan, mengendus jejak, menentukan lama jarak buruan dari hangatnya jejak, cara menghilangkan jejak, membidik bison, tata cara menghisap pipa perdamaian, sampai menguliti binatang. Karl bahkan secara detail dapat menggambarkan jarak antara satu desa dengan desa lainnya, adat tiap suku, sekaligus bahasa yang dipakai suku-suku itu.

Para pembaca kisahnya dibuat yakin bahwa tokoh Old Shatterhand adalah Karl sendiri yang selalu terlibat dalam setiap petualangan itu. Padahal, semua itu hanya tuangan imajinasi Karl. Selama cerita Winnetou dia tulis, tak sekali pun dia pernah mengunjungi daerah itu. Sebabnya satu, semua kisah petualangan itu ditulis Karl selagi dia dalam penjara, hanya dengan bantuan sebuah peta. Luar biasa! Memang, pada tahun 1899, setelah kaya raya, ia berkelana ke Kairo, Sungai Nil, Aswan, Skelal, Port Said, Beirut, Istambul, Jerusalem, Suez, sampai pulau Sumatera. Dan selama pengembaraan itu, Karl selalu mengambil cenderamata yang kelak dia katakan, tanda mata dari petualangannya bersama Winnetou.

Kemampuan Karl dalam mengembangkan imajinasi telah mengantarkannya kepada kesuksesan. Ia mesti berterima kasih bukan hanya pada Kochta selama dalam penjara tetapi juga pada neneknya yang menyirami benih-benih imajinasi dalam dirinya dengan dongeng-dongeng di masa kecilnya.Berdasarkan penelitian, imaginasi memiliki efek positif bagi perkembangan anak. 

Anak-anak yang memiliki imajinasi, lebih banyak tersenyum dan tertawa dibandingkan dengan anak-anak yang kurang memiliki daya khayal. Mereka mampu bermain secara mandiri, dan tidak cepat merasa bosan. Karena terbiasa membayangkan sesuatu, maka anak yang memiliki daya khayal akan lebih mampu berempati. Imajinasi juga meningkatkan penghargaan anak terhadap dirinya dan kemampuan menghadapi kenyataan hidup. 

Dari segi perkembangan kognitif, daya khayal juga menolong anak lebih cepat mengenal lingkungannya. Karena memiliki daya khayal yang besar, anak akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih fleksibel dan kreatif. "Imajinasi lebih utama daripada pengetahuan. Pengetahuan bersifat terbatas. Imajinasi melingkupi dunia," kata Albert Einstein suatu ketika. Karl menjadi contohnya. Ia telah merebut dunia dengan imajinasinya, dan akhirnya bisa mati dengan bangga, "Victory, a great victory...!"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun