Bergegaslah kemari untuk dekap tubuhku
Biarkan jiwa-jiwa kita saling beradu mengikat rindu
Mengalir bersama dalam alur panjang sang waktu
Pada tubuhmu
memang tiada terukir darahku
Namun sangatlah deras mengalir kasih dari sebuah nama
Yang kerap singgah mengukir jiwaku
Engkau adalah sang bocah
Penghuni istana jiwa
Engkaulah sang bocah
Dengan wajah yang selalu tergambar di lorong-lorong jiwa
Tanpa ukiran darahku, tiadalah mengapa
biar kuukir jiwamu begitu rupa, agar bisa menjadi permata indah
Yang kelak akan mengerti bahasa-bahasa jiwa
Menatap dunia dengan dua mata terbuka
Engkaulah sang bocah,
penghuni istana jiwa
bertumbuhlah tegak, mewarnai dunia
Menabur asa senantiasa, diatas taman cita-cita
(Lumajang, "Untuk Sebuah Nama")