Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Shin Tae-yong dan Kutukan Abadi Sepakbola Indonesia

13 Oktober 2022   09:03 Diperbarui: 13 Oktober 2022   09:12 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shin Tae-yong (foto: detik.com/Adhika Prasetia).

Namun, itulah yang terjadi sekarang. Entah disadari atau tidak oleh STY, ia telah menambah kepedihan yang sedang dialami oleh banyak orang.

STY mungkin paham bahwa PSSI bukanlah organisasi yang ideal. Ia sudah tahu ada banyak kekurangan di dalamnya. Namun, sudahkan ia tahu rekam jejak PSSI dan para aktornya selama ini?

Menciptakan masalah dan tragedi merupakan tabiat PSSI sejak lama. Dan sepanjang itu pula masyarakat Indonesia dipaksa untuk menerimanya begitu saja.

Nyaris tak tersentuh perubahan dan tak terjamah perbaikan, sekian lama sepakbola Indonesia tersandera dalam ruang gelap yang penuh racun. Begitu pekatnya racun sehingga setiap generasi sepakbola Indonesia yang lahir telah tercemari olehnya.

Banyak insan sepakbola negeri ini mewarisi tabiat buruk PSSI yang anti perubahan. Dibuat nyaman oleh kondisi, sepakbola Indonesia  dimainkan oleh klub, pelatih, dan pemain yang suka melawan tapi kurang berjuang, suka protes tapi tak patuh aturan, ingin juara tapi takut bersaing.

Mentalitas semacam itu lahir dari rahim sepakbola Indonesia yang tidak sehat karena sengaja dibuat tidak sehat oleh aktor-aktor penguasa federasi. Banyak pihak telah mencoba datang untuk memberi asupan nutrisi yang lebih sehat pada rahim dan janin sepakbola Indonesia, tapi selalu gagal.

Bukan pula tanpa momentum dan kesempatan untuk memperbaiki. Sebab momentum justru berulang kali datang sejak lama.

Dulu pernah datang kepada kita kesempatan untuk mengamputasi kebusukan saat Ketum PSSI dipenjara karena melanggar hukum. Sialnya, sepakbola Indonesia justru memilih untuk hidup bersama dalam penjara itu.

Pernah pula momentum yang sangat baik menghampiri. Saat PSSI terpojok dan pintu perubahan terbuka, tapi yang terjadi justru dualisme. Aktor-aktor antagonis bermain cerdik dengan berbagi peran di dua kubu yang pada akhirnya sama-sama menciptakan kerusakan baru.

Kini, momentum itu ada lagi di depan mata. Walau harus diawali tragedi menyayat hati, tapi menyertakan harapan.

Kelompok-kelompok suporter yang selama ini terpenjara oleh permusuhan, mulai berangkulan dan berbagi pelukan. Segelintir klub mulai berani menyatakan sikap walau masih abu-abu. Pemerintah pun mengambil sikap dan langkah strategis walau terhalang komitmen penegakan hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun