Datang membawa harapan dan mulai memberi kebahagiaan. Namanya harum meski belum menjadi pahlawan. Dalam kebusukan sepakbola Indonesia yang dikuasai aktor antagonis, ia seorang protagonis.
Sampai kemudian kejutan dibuatnya. Mengancam pamit dari sepakbola Indonesia jika "kakak angkatnya" mundur.
Niatnya mungkin tulus. Prinsipnya sebagai orang yang datang dari negeri dengan standar tanggung jawab tinggi menuntunnya pada semangat korsa.
Sayangnya, ia pun meruntuhkan momentum dan merusak jalan perubahan yang sedang mulai dibangun bersama-sama oleh masyarakat. Hanya dalam semalam, citra protagonisnya berubah menjadi antagonis.
Tagar #STYout memuncaki percakapan twitter. Beradu dengan suara-suara dukungan terhadapnya. Bercampur dalam riuhnya perdebatan dan saling lempar tanggung jawab.
Sementara keadilan bagi korban Tragedi Kanjuruhan belum tampak titik terangnya, kejutan dari STY justru memberi "cahaya" pada pihak yang mestinya bertanggung jawab.
Pernyataan STY yang mengancam ikut mundur jika Ketua Umum PSSI mundur, entah itu murni kesadaran pribadi atau ia telah diberi informasi-informasi yang keliru, pada akhirnya tidak hanya menguntungkan Ketum PSSI seorang.
Tanpa disadari oleh STY, sikapnya akan segera dijadikan endorsement oleh PSSI secara keseluruhan untuk menghindari tanggung jawab. Kini STY justru memberi kekuatan pada para aktor di PSSI untuk membela diri di tengah semakin kencangnya tuntutan tanggung jawab kepada mereka.
Shin Tae-yong yang tidak memiliki kaitan dengan  tragedi tersebut, justru memilih melibatkan diri dalam benang kusut yang sedang coba diurai. Hanya dalam sekejap STY telah membelah suara masyarakat dan suporter Indonesia.Â
Kini masyarakat seolah-seolah dipaksa untuk memilih memihak nasib timnas bersama PSSI atau mendukung penegakan keadilan Tragedi Kanjuruhan. Sesuatu yang buruk sebab menyandingkan tren positif timnas di tangan STY dengan harga ratusan nyawa manusia sangat tidak sebanding.