Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Masker Boleh Dilonggarkan, tapi Belum Saatnya Kita "Ugal-ugalan"

18 Mei 2022   10:35 Diperbarui: 18 Mei 2022   20:51 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masker sudah boleh dilonggarkan (dokumentasi pribadi)

Pelonggaran kewajiban penggunaan masker di area terbuka atau luar ruangan yang dimaknai secara tidak utuh berpotensi memunculkan perilaku dan kebijakan offiside lainnya. Opsi untuk tidak menggunakan masker akan dijadikan pembenar untuk tidak menerapkan protokol kesehatan lainnya yang sebenarnya masih penting diterapkan.

Indonesia kembali mengupdate ketentuan penerapan protokol kesehatan seiring melunaknya pandemi Covid-19. Terbaru, Presiden Jokowi pada Selasa (17/5/2022) mengumumkan bahwa penggunaan masker di area terbuka atau luar ruangan sifatnya hanya opsional. Artinya masyarakat boleh tidak menggunakan masker di ruang-ruang terbuka.

Ini kabar yang melegakan. Sebab pelonggaran mengindikasikan bahwa ancaman virus Covid-19 telah dapat diredam dan dikendalikan.

Walau demikian, pelonggaran penggunaan masker di area terbuka seperti yang diumumkan oleh presiden sebenarnya bukan hal yang luar biasa. Sebab jauh sebelumnya kewajiban penggunaan masker sudah banyak dilanggar.

Tanpa pengumuman pelonggaran kewajiban masker, sejak lama banyak orang sudah abai untuk menggunakannya. Terutama semenjak gelombang Omicron melandai. Bahkan, sebelum itu pun kepatuhan terhadap protokol kesehatan pun menunjukkan tren yang semakin menurun.

Saat mudik lebaran kemarin, sempat saya berkunjung ke pasar tradisional yang temboknya bersebelahan dengan kantor Polres. Bisa dikatakan 70% orang di pasar itu tak menggunakan masker dan tak ada upaya pendisplinan yang memadai dari para aparat.

Lalu saya beranjak ke terminal bis di seberang Polres. Kondisinya tak berbeda. Mayoritas calon penumpang dan kru bus tak menggunakan masker. Bahkan seorang petugas dishub dan polisi yang bertugas di sana pun tak menggunakan masker.

Pemandangan seperti itu bukan sesuatu yang mengejutkan. Justru semakin mengkonfirmasi bahwa pengabaian protokol kesehatan di masyarakat terjadi akibat rendahnya kesadaran serta lemahnya penindakan yang berlangsung sejak awal pandemi.

Maka ketika sekarang kewajiban penggunaan masker dilonggarkan, mereka yang selama ini abai terhadap protokol kesehatan seolah mendapatkan kemenangan dan pembenaran atas tindakannya.

Di sisi lain, berkembang misinformasi seputar pelonggaran penggunaan masker. Sejumlah media cenderung gegabah dalam memasang judul berita. Akibatnya banyak masyarakat keliru menangkap pesan penting di balik pengumuman presiden tersebut.

Di grup whatsapp beredar sejumlah potongan berita dengan judul dan narasi seolah masker tidak lagi diperlukan. Bahkan, seorang teman dengan antusias menambahkan komentar berisi ajakan untuk melepas masker segera.

Padahal, pelonggaran kewajiban penggunaan masker yang diumumkan presiden masih menekankan pentingnya masker. Pelonggaran masih terikat dengan syarat. Hanya pada kondisi yang relatif kecil risikonya kita boleh melepas masker. Yakni, di area terbuka yang tidak ramai.

Sedangkan dalam keramaian dan di tempat-tempat tertutup, masker masih perlu melekat. Orang-orang dengan risiko kesehatan tertentu, termasuk lansia, masih penting untuk membawa masker mereka. Demikian pula jika kita dalam kondisi kurang sehat, flu, atau sedang berada di kendaraan umum, masker masih dibutuhkan sebagai alat pelindung diri.

Namun, agaknya syarat dan kondisi yang masih mengharuskan penggunaan masker tersebut akan semakin diabaikan seiring pelonggaran masker di area terbuka. Banyak orang memilih untuk mengambil bagian kalimat "masker tidak diwajibkan lagi" sebagai alasan pembenar. Dibanding memahami kenyataan bahwa pandemi belum selesai dan statusnya belum dicabut.

Pelonggaran kewajiban penggunaan masker di area terbuka yang dimaknai secara tidak utuh berpotensi memunculkan perilaku dan kebijakan offiside lainnya. Opsi untuk tidak menggunakan masker di area terbuka akan dijadikan alasan untuk tidak menerapkan protokol kesehatan lainnya yang sebenarnya masih penting diterapkan.

Misalnya, cuci tangan akan dianggap tidak terlalu penting lagi sehingga fasilitas tempat cuci tangan di tempat-tempat publik akan dikurangi dan tidak lagi diurus. Westafel portabel yang kehabisan sabun atau air akan dibiarkan.

Ketentuan check in dengan memindai kode cepat Pedulilindungi akan semakin diremehkan. Begitu pula pemeriksaan suhu akan dilupakan. Ini sudah saya jumpai di sebuah kantor bank beberapa waktu lalu di mana kode cepat dan alat pengukur suhu di depan pintu hanya jadi pajangan. Banyak nasabah tetap leluasa masuk meski tidak memindai kode cepat dan tidak diukur suhunya.

Fasilitas cuci tangan di area publik tetap diperlukan (dok.pribadi).
Fasilitas cuci tangan di area publik tetap diperlukan (dok.pribadi).
Ketentuan jaga jarak juga tidak akan diperhitungkan. Ini sudah tampak dari beberapa acara massal seperti festival, konser, dan pengajian. Dan akan semakin tampak di tempat-tempat publik seperti pasar dan terminal.

Tempat-tempat ibadah pun akan semakin ramai dengan jamaah yang tidak bermasker. Meski tempat ibadah sebenarnya masih perlu menerapkan protokol kesehatan, tapi pelonggaran kewajiban masker di area terbuka akan dijadikan alasan atau pembenaran untuk melonggarkan aturan-aturan lainnya.

Apa mau dikata. Banyak orang memang ingin segera pandemi ini berakhir. Saya pun demikian. Berharap bisa lebih leluasa lagi seperti sebelum ada Covid-19.

Akan tetapi mari kita bersabar sedikit lagi. Menahan diri sedikit lebih lama lagi. Masker memang sudah boleh dilonggarkan, tapi bukan berarti aturan-aturan dan protokol kesehatan sudah tidak dibutuhkan. Belum saatnya kita bisa "ugal-ugalan" lagi seperti dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun