Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tenang Saja, pada Akhirnya Kita Semua Tetap Bisa Mudik

9 Mei 2021   20:10 Diperbarui: 9 Mei 2021   20:22 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menunggu pulang kampung di stasiun |dok. pribadi.

Mudik yang utama ialah dengan hati. Yakni hati kita yang pulang dan mendekat. Sebab kalau hati sudah bertemu, tak akan ada jarak yang membuat kita menjauh dan kesepian.

"Sudah, dinikmati saja". Singkat perkataan bapak beberapa hari yang lalu saat kami melakukan panggilan video bersama sembari buka puasa virtual.

Bapak berkata demikian untuk membesarkan hati anaknya yang tak akan mudik lagi pada lebaran tahun ini. Namun, dari getaran suaranya terasa bahwa bapak pun sebenarnya memendam perasaan berat yang sama dengan anak-anaknya.

Bagaimana tidak berat. Dua tahun berturut-turut kami berlebaran dalam suasana ganjil.  Tak ada kehebohan menjemput di stasiun kereta, tak ada kegiatan bersih-bersih rumah bersama, tak ada ramai-ramai di dapur, tak ada salat Ied bersama, dan tak ada pelukan hangat dalam simpuh memohon maaf di ruang keluarga seperti biasanya.

Mau dikatakan apalagi. Pandemi belum usai. Corona masih gawat mengintai. Virus ini mungkin saja bisa tiba-tiba menempel di pakaian, koper, dan segala bawaan kami saat mudik. Mungkin juga diam-diam Corona sudah ada di dalam tubuh kami dan akan ikut ke manapun kami pergi, termasuk saat pulang kampung nanti.

Berat. Memang berat untuk tidak mudik. Sangat berat untuk tidak sungkem memeluk erat bapak, ibu, kakak, dan para saudara pada 1 Syawal. Meski pulang ke kampung halaman sudah sering dilakukan di luar lebaran, tapi belum ada yang bisa menyamai perasaan pulang saat Idulfitri.

Pulang saat lebaran punya banyak arti sehingga kami tak peduli rasa lelah, tak peduli keluar banyak biaya, dan tak peduli harus diberondong pertanyaan-tanyaan yang sulit dijawab dalam setiap pertemuan keluarga besar.

Ini lebaran dan tradisi wajibnya ialah pulang kampung. Mau jadi apa lebaran tanpa berkumpul dengan keluarga?

Dulu saat kecil sering saya bertanya kepada bapak dan ibu mengapa setiap lebaran harus kami pergi Klaten. Itu perjalanan yang sering tidak saya nikmati karena harus muntah-muntah di dalam bus. Saya benci minum antimo. Belum lagi jaraknya yang jauh. Kemudian setelah sampai di Klaten, kami harus menumpang angkutan umum lagi dan disambung dengan becak sampai akhirnya tiba di rumah kakek.

Bapak dan ibu menjawab bahwa memang begitulah kalau lebaran. Kami harus mudik untuk sungkem kepada mbah kakung dan putri. Sebab mbah kakung dan putri adalah orang tua dari bapak dan ibu. Jadi, bapak dan ibu sebagai anak perlu mudik untuk menjenguk orang tuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun