Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Hilal" Ramadan Sudah Tampak di Swalayan, Masihkah Perlu Sidang Isbat?

11 April 2021   09:09 Diperbarui: 11 April 2021   09:27 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiba di parkiran swalayan langganan Rabu (7/4/2021) sore, saya langsung menuju wastafel portable yang berada di pojok bagian depan swalayan untuk mencuci tangan. Wastafel itu memiliki pedal yang jika diinjak maka kran airnya akan terbuka. Saya jadi tak perlu menyentuh dan memutar kran dengan tangan.

Saya ingat betul, sebelum pandemi Covid-19 tidak ada wastafel portabel di swalayan ini. Tempat cuci tangan hanya tersedia satu buah di area parkir kendaraan.

Model wastafel ini pun semakin populer sejak pandemi Covid-19 melanda. Dimodifikasi sedemikan rupa dengan menambahkan pedal untuk membuka kran sehingga kontak dengan tangan bisa dihindari.

Sependek ingatan saya, ada beberapa wastafel portabel serupa di swalayan-swalayan lain yang sempat saya kunjungi untuk belanja. Biasanya pada wastafel-wastafel itu tertempel stiker besar bertuliskan merek produk sabun cuci tangan ternama. Tanda bahwa wastafel itu mungkin disediakan atau diberikan secara gratis kepada pengelola swalayan untuk digunakan pelanggan maupun karyawannya.

Sore itu tak terlalu ramai suasananya. Usai mencuci tangan, saya masuk ke dalam swalayan tanpa menitipkan tas terlebih dahulu. Petugas keamanan swalayan tak menegur. Hanya sempat menanyakan isi tas lalu mempersilakan saya masuk untuk berbelanja.

Baru selangkah melewati pintu, pandangan mata saya langsung disuguhi oleh tumpukan kaleng biskuit aneka rupa dan rasa. Padahal biasanya area ini lumayan lega. Dibiarkan kosong untuk memudahkan pengunjung keluar masuk swalayan. Akan tetapi sekarang tempat itu dipenuhi dengan kardus-kardus serta kaleng biskuit warna-warni.

Saya sempatkan untuk mengitari dan mengamatinya. Merek-merek biskuit terkenal ada di sana. Mulai dari merek legendaris Khong Gu** yang sudah sejak saya kecil identik sebagai biskuit lebaran. Biskuit-biskuit kelapa, coklat, hingga wafer kekinian.

Semuanya dipajang bertumpuk tepat di muka pintu sehingga setiap pengunjung yang masuk segera timbul keinginan untuk membelinya sebagai cemilan Ramadan sekaligus persiapan lebaran.

Tidak diragukan lagi bahwa biskuit-biskuit itu bukan pajangan biasa. Kehadirannya yang menjadi etalase utama di swalayan pada beberapa hari belakangan menjadi indikator yang sahih dan akurat bahwa akan segera tiba bulan istimewa bernama Ramadan.

Sebagian besar biskuit itu memang dijumpai dan dijual pula pada hari-hari selain Ramadan. Namun, ketika tempatnya berpindah dari rak di sisi dalam ke bagian paling depan swalayan, maka kita tak perlu bertanya apa yang sedang terjadi?

Bertahun-tahun kita diajari oleh pengalaman bahwa susunan kaleng-kaleng biskuit berbagai merek seperti itu ialah bentuk penyambutan sekaligus perayaan datangnya bulan suci Ramadan.

Puas mengitari kaleng-kaleng biskuit, saya menuju tempat di mana barang yang ingin saya beli berada. Berjalan lebih ke dalam saya menemukan tisu wajah dan tisu basah yang saya butuhkan.

Lalu saya bergeser memutar ke arah samping yang merupakan terusan menuju bagian kiri depan swalayan tempat kasir berada. Saat itulah mata saya bertumbukkan dengan sesuatu yang istimewa lainnya. Botol-botol sirup diatur berjejer.

Agak ngeri sebenarnya melihat tumpukan semacam itu. Saya bayangkan jika tersenggol sedikit saja, misalnya oleh anak-anak, mungkin beberapa botol akan meluncur ke lantai dan pecah berantakan.

Mana sirup favoritmu untuk Ramadan? |dokumentasi pribadi.
Mana sirup favoritmu untuk Ramadan? |dokumentasi pribadi.

Penempatan botol-botol sirup di area dekat kasir menurut saya merupakan trik jitu dari pengelola swalayan. Seolah paham bahwa botol-botol itu akan mudah menggoda pengunjung.

Paling tidak pengunjung yang awalnya tidak berencana membeli sirup, tapi karena lokasinya di dekat kasir, maka selama menunggu giliran membayar akan menimbang-nimbang untuk mengambil sebotol atau dua botol itu. Meminum sirup dengan es batu saat buka puasa tak pernah salah, bukan?

Seperti tumpukan biskuit aneka rasa, susunan botol-botol sirup oranye, cocopandan, melon, leci, sirsak dan sebagainya itu juga menjadi pertanda nyata datangnya Ramadan. Tanpa harus dibubuhi label "promo murah Ramadan" kita sudah paham bahwa tanda-tanda awal Ramadan sudah terlihat dengan melihat tumpukan kaleng biskuit dan susunan botol sirup.

Oleh karena itu, masihkah perlu sidang Isbat digelar untuk menetapkan awal Ramadan kalau di swalayan saja tanda-tandanya sudah tampak nyata?

Tentu, sidang penetapan awal Ramadan tetap perlu digelar sebagai wujud peran negara dan pemerintah dalam memberikan kepastian bagi warganya yang hendak berpuasa. Namun, pada sidang Isbat yang akan digelar pada 12 April 2021 esok, Kementerian Agama agaknya perlu memberikan satu undangan tambahan.

Selain mengundang perwakilan ormas-ormas Islam dan ahli astronomi, perwakilan dari perhimpunan retail Indonesia mungkin bisa diajak. Sebab selain pengamatan hilal di atas cakrawala, ada "hilal" lain yang terlihat di swalayan sebagai tanda awal Ramadan. Yakni, tumpukan kaleng biskuit dan botol sirup.

Saat melihat kaleng-kaleng biskuit dan botol-botol sirup itu, ada rasa haru dan senang yang segera merayap di dalam hati. Rupanya Ramadan akan dijelang sebentar lagi. Ternyata tak terasa setahun telah lewat dan bulan suci itu kini di depan mata lagi. Memang belum pasti saya dan kita akan menemui Ramadan yang tinggal hitungan hari lagi. Manusia tak pernah tahu panjang usianya.

Walau demikian, sebentuk syukur tidak bisa tidak saya lambungkan. Marhaban, ya Ramadan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun