Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jokowi yang Penuh Paradoks, "Mengendorse" Pernikahan Artis lalu Izinkan Tarawih Berjamaah

6 April 2021   08:23 Diperbarui: 6 April 2021   12:08 2702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Murah wajah Presiden Jokowi | dokumentasi pribadi.

Pilihan presiden untuk "mengendorse" acara pernikahan pasangan selebritis bertolak belakang dengan harapan yang disampaikannya pada hari penyiaran. Presiden ternyata lebih berpihak pada kepentingan bisnis media dan pamor selebritis dibanding mengutamakan kebutuhan publik untuk mendapatkan informasi yang akurat dan bermutu.

Kita jadi paham sekarang mengapa wajah TV Indonesia menjadi rusak. Salah satunya karena selalu ada ketidaksesuian antara yang tertulis di naskah pidato dan teks peraturan dengan apa yang dilakukan. Ironisnya hal-hal yang kurang baik itu justru dicontohkan oleh para pemimpin kita.

Memperpanjang PPKM, Tapi Melonggarkan Aturan

Senin, 5 April 2021 pemerintah mengumumkan bahwa PPKM akan diperpanjang selama dua minggu. Pada hari yang sama diumumkan pula bahwa mutasi Corona E484K telah ditemukan di Indonesia. Varian virus yang lebih mudah menular dan bisa memicu reinfeksi itu telah menginfeksi seorang warga Jakarta.

Akan tetapi pada hari yang sama pula, pemerintah memutuskan mengizinkan digelarnya salat tarawih berjamaah selama Ramadan.

Sekali lagi paradoks dipertontonkan. Izin untuk menggelar tarawih berjamaah telah membuat PPKM kehilangan sebagian esensinya dalam membatasi kegiatan masyarakat di luar rumah.

Pemerintah lupa bahwa pada awal pandemi Covid-19 ekspresi keagamaan menjadi salah satu faktor penghambat terbesar penegakkan protokol kesehatan. Kini justru pemerintah yang memulainya sendiri.

Mengizinkan tarawih berjamaah dengan imbuhan "asalkan mematuhi protokol kesehatan" kembali menjadi andalan untuk melakukan pelonggatan. Padahal kita tahu, imbuhan "asalkan mematuhi protokol kesehatan" hanya pemanis yang dalam praktik di lapangan sulit ditegakkan dan jarang dikenai sanksi tegas.

Dalam hal ini pemerintah menggampangkan masalah. Seolah protokol kesehatan telah dan bisa dilakukan secara baik di setiap masjid atau musola.

Faktanya, berdasarkan pengamatan dan pengalaman pribadi, sangat sedikit masjid yang menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Di kampung-kampung hampir tak ada masjid dan mushola yang melakukan pemeriksaan suhu tubuh pada jamaahnya. Aturan jaga jarak dalam saf salat hanya diterapkan pada awal-awal pandemi saja. Kini kondisinya kembali rapat seperi sebelum pandemi. Jamaah pun mulai melepas masker mereka di masjid dengan keyakinan bahwa tidak diperbolehkan salat di masjid sambil menutup wajah.

Hal-hal seperti demikian mestinya dipertimbangkan serius oleh pemerintah. Apalagi salat tarawih di bulan Ramadan hukumnya hanya sunah.

Ditemukannya varian mutasi baru di Indonesia seharusnya dijadikan momentum dan pintu masuk untuk memperketat pengawasan dan kepatuhan masyarakat. Sayangnya yang dilakukan pemerintah justru sebaliknya. Restu untuk menggelar salat tawarih berjamaah sama artinya memperbesar peluang dan peningkataan risiko penyebaran Covid-19 di tengah ancaman mutasi virus yang bisa lebih menular.

Tarawih dan Kerumunan-kerumunannya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun