Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Paguyuban Kelompok Intoleran, PKI Baru yang Lebih Berbahaya

2 Oktober 2020   09:50 Diperbarui: 2 Oktober 2020   10:03 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidak boleh ada gereja! (foto: tirto.id)

Masih terus berulang perdebatan tentang film G30S/PKI dan peristiwanya secara keseluruhan. Pihak yang mengganggap G30S/PKI penuh manipulasi menilai film G30S/PKI merupakan hoax terbesar dan terparah sepanjang sejarah Indonesia.

Oleh karena itu, film G30S/PKI tidak layak dijadikan referensi sejarah. Bahkan, sang sutradara filmnya sendiri telah mengakui banyak adegan di film tersebut yang dilebih-lebihkan untuk maksud tertentu.

Sementara banyak pihak juga mengganggap film G30S/PKI perlu untuk tetap disimak. Meski terdapat penyelewengan cerita, peristiwa G30S/PKI merupakan sejarah yang tak bisa diingkari. Terlepas dari kabut gelap misteri yang masih menutupi kebenaran peristiwa tersebut, pemberontakan PKI menghamparkan pelajaran yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia.

Meski demikian, tanpa menghapus penderitaan keluarga korban dan jejak pedih yang menggores nurani bangsa, harus pula diterima bahwa PKI telah mati. Ancamannya yang selama ini didengungkan akan bangkit kembali lebih merupakan upaya untuk mengoyak Indonesia dengan mencoba membawa kita mundur ke belakang.

Faktanya, bukan Partai Komunis Indonesia yang harusnya kita waspadai sekarang. Melainkan kelompok-kelompok yang salah satunya sering mendengungkan isu kebangkitan PKI itu sendiri.

Menariknya sebagian dari kelompok tersebut memiliki jejak buruk terkait diskriminasi dan intoleransi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Kelompok ini seperti halnya paguyuban, terus membesar dan gencar mengolah isu sebagai media propaganda. Misinya bisa beragenda politik, agama, ataupun keduanya.

Alasan-alasan berikut bisa menjadi pengingat kewaspadaan agar kita tak melakukan pembiaran pada kelompok kelompok intoleran dan aksi-aksi merusak yang mereka gulirkan.

Pertama, paguyuban kelompok intoleran lihai memanfaatkan simbol-simbol mayoritas sehingga opini masyarakat mudah diarahkan.

Paguyuban ini telah menemukan formula bahwa memanfaatkan simbol mayoritas adalah cara yang efektif untuk memanipulasi publik sekaligus untuk menguatkan klaim kebenaran atas tindakan mereka.

Suara mereka dianggap suara mayoritas dan suara mayoritas diklaim sebagai kebenaran yang harus direstui. Dengan modal seperti itu mereka leluasa melakukan tindakan-tindakan intoleransi tanpa ada upaya yang memadai dari masyarakat maupun aparat untuk melawannya.

Selain memanfaatkan simbol-simbol mayoritas, kelompok intoleran juga gemar menunggangi peristiwa-peristiwa besar, termasuk peringatan G30S/PKI dan peristiwa politik seperti pemilu dan pilkada. Bahkan, pandemi Covid-19 pun tidak luput untuk diolah sebagai media propaganda untuk melancarkan misi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun