Seekor kucing belang hitam putih berdiri merintang di bawah portal kuning pagi ini. Binatang itu diam menatap ke arah saya. Seolah paham ada orang yang akan mencoba menerobos portal.
Pada akhirnya saya memang menerobos portal. Seperti biasa berjalan merunduk dengan merendahkan badan agar bisa melewati celah portal yang terkunci. Local lockdown masih diterapkan di sini meski sudah hari raya Idulfitri.
Suasana kompleks benar-benar sepi. Saya hampir tak melihat orang-orang berada di luar rumah. Hanya seorang warga yang saya jumpai sedang bersiap membuka pintu pagar rumahnya. Ia melempar senyum. Saya pun membalasnya dengan menganggukkan kepala.
"Lebaran, mas?", tanyanya singkat. Saya tak menyangka ia akan menyapa. Jadi tak ada jawaban yang saya siapkan kecuali mengiyakan pertanyaan itu sambil berujar singkat, "maaf lahir batin, ya Pak".
Bertahun-tahun saya menyimpan rasa penasaran tentang suasana tempat ini di kala lebaran. Saya tak pernah tahu sebelumnya mengingat saat lebaran saya pasti sudah ada di kampung halaman.
Menurut cerita orang-orang, Jalan Kaliurang saat lebaran bisa digunakan untuk berbaring dan menjemur pakaian tanpa khawatir ada banyak gangguan. Itu gambaran betapa kawasan ini berubah drastis saat lebaran.
Jangan tanya seperti apa ramainya kawasan ini di hari-hari normal. Deretan restoran cepat saji seperti McDonalds, Hokben, Yoshinoya, sampai tempat ngopi seperti dari Starbucks, Janji Jiwa dan sebagainya berjejer dalam radius 1 km saja. Rumah-rumah kecantikan, hotel, apartemen, sampai gerai utama produk-produk elektronik merek terkenal seperti Samsung ada Apple juga ada. Semua itu mengitari hunian warga dan rumah-rumah kos yang tak terhitung jumlahnya.
Saat menyusuri sepenggal Jalan Kaliurang pagi tadi sekitar pukul 08.00, kawasan ini seolah sedang lelap dalam dekapan hangat mentari sekaligus terlingkung pandemi. Tak ada jejak keramaian yang mencolok. Rasanya tak ada pula salat Idulfitri berjamaah yang digelar di sekitaran tempat ini. Anjuran untuk salat Ied di rumah sepertinya dipatuhi oleh warga.
Jika benar demikian lega rasanya. Paling tidak kepatuhan semacam ini sangat diperlukan di tengah pandemi yang belum terkendali. Apalagi jika mengetahui bahwa di tempat-tempat lain masyarakatnya justru kukuh menggelar salat berjamaah. Bahkan, menyerbu tempat-tempat perbelanjaan menjelang lebaran.
Sedangkan di Yogyakarta, meski di sejumlah titik tetap timbul keramaian akan tetapi relatif lebih terkendali. Barangkali inilah salah satu alasan mengapa pemerintah menetapkan DIY dan Bali sebagai daerah percontohan "New Normal" yang akan diterapkan dalam waktu dekat.
Langit biru yang membentang itu juga seakan-akan cerminan dari kelapangan jiwa yang diharapkan dimiliki manusia untuk semakin bersabar dan ikhlas menjalani hidup di bawah bayang-bayang pandemi. Teruslah sabar seperti birunya langit yang terlihat tenang.
Keheningan Jalan Kaliurang pagi tadi membuat suara satu dua mobil dan sepeda motor yang melintas terdengar seperti angin lalu. Menderu, tapi cepat berlalu.
Sebuah mobil taksi yang pintunya terbuka dan sedang berhenti di depan kantor sebuah bank terlihat bagai anomali di tengah keheningan. Mungkin penumpangnya sedang mampir ke ATM. Mungkin juga taksi itu tak berpenumpang sehingga berhenti menunggu orang yang akan jadi penumpang pertamanya pada lebaran 2020.