Akan tetapi dalam semangkuk Soto Pak Man ditambahkan sedikit potongan tempe bacem dan lentho alias perkedel singkong. Tak banyak soto yang menyertakan kedua komponen itu sekaligus dalam satu mangkuk. Sementara nasi dalam semangkuk Soto Pak Man termasuk lumayan porsinya. Oleh karenanya sarapan di sini cukup menenangkan perut.Â
Tanpa ditambah kecap pun, jejak manis dari kuahnya segera terlacak. Barangkali itu sebabnya di meja disediakan wadah-wadah kecil berisi garam dan jeruk nipis agar pembeli bisa berkreasi menciptakan "rasa baru" sesuai selera.Â
Dan memang begitulah yang saya lakukan sebelum melahap Soto Pak Man. Sebagai penyuka asin dan gurih, saya menambahkan garam dan perasan jeruk secukupnya. Tak lupa sedikit sambal yang tidak terlalu pedas.Â
Benar saja, rasa sotonya menjadi semakin kaya dan segar. Asalkan tidak lebay mencampur segala rupa isian kecap atau sambal seperti yang dilakukan para food vloger, rasa Soto Pak Man memang dijamin tidak akan berantakan. Dasar rasanya sudah sedap, hanya perlu sedikit variasi sentuhan selera masing-masing orang.
Ada orang-orang yang memang memperlakukan gorengan pendamping soto dengan cara memotong-motongnya menjadi bagian kecil lalu mencampurkannya ke dalam isian soto. Sekali dua kali saya melakukannya.Â
Cara menikmati soto dan gorengan seperti demikian mungkin dianggap merusak "kodrat" soto maupun gorengan. Namun, bagi saya tidak ada pelanggaran apa pun. Soto serta gorengan sudah menjadi milik semua orang dan menjadi bagian dari budaya bersantap masyarakat Indonesia.
Satu hal lagi yang istimewa manakala menyantap Soto Pak Man adalah kita duduk bersandingan dengan kuburan. Sebabnya tempat berjualan soto ini berada tepat di muka pemakaman umum.Â