Gagasan kelautan dan perikanan berkelanjutan yang digaungkan Susi demi masa depan Indonesia berulang kali dibenturkan pada kepentingan sempit yang sesaat. Ia berusaha mengedukasi masyarakat tentang makna kedaulatan laut.Â
Tapi ia pun harus menghadapi atasannya yang lain di dalam kabinet. Menteri Luhut Binsar Panjaitan mungkin salah satu yang paling terang memperlihatkan ketidaksetujuannya terhadap beberapa kebijakan Susi dahulu, seperti penenggelaman kapal pencuri ikan dan reklamasi Teluk Benoa.
Maka akan terlihat bahwa keputusan Presiden Jokowi untuk mempertahankan atau tidak mempertahankan Susi sangat tergantung bagaimana presiden berkompromi dan melihat kepentingan mana yang lebih penting. Susi dibutuhkan bagi kedaulatan laut. Tapi demi "kebutuhan dan stabilitas lainnya", Presiden tampaknya lebih memilih partai dan orang lain.
Hak prerogatif dan keputusan telah diambil oleh presiden. Bu Susi sendiri sejak jauh-jauh hari telah melempar kode kepada masyarakat bahwa ia tidak akan berada lebih lama lagi di lingkaran pembantu Presiden Jokowi.
Semoga sepeninggal Bu Susi, masa depan kelautan dan perikanan yang sudah terlihat cerah tidak kembali terperosok pada palung laut yang gelap. Jangan sampai laju pembangunan bidang kelautan dan perikanan yang sekarang sedang bergerak pada arah yang benar harus terpental mundur lagi.
***
Minggu, 2 November 2014, masyarakat Pangandaran berkumpul mengiringi keberangkatan Susi ke Jakarta. Susi berpamitan, matanya memerah. Banyak orang menangis melepasnya. Sampai ke lapangan terbang, masyarakat tetap mengikuti Susi. Seolah belum rela ditinggal seorang Ibu yang hendak pergi untuk mengabdi.
Hari ini, 23 Oktober 2019, Susi kembali akan berpamitan. Matanya mungkin akan memerah lagi. Juga akan ada banyak orang yang mengiringi langkahnya dengan patah hati. Kali ini Susi pergi menuju arah kebalikan lima tahun lalu. Terima kasih, Bu Susi.