Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Garuda Indonesia Setelah "Dihajar" Milenial

19 Juli 2019   16:07 Diperbarui: 20 Juli 2019   11:17 1591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Garuda Indonesia (dok. pri).

Polemik daftar menu tulis tangan di penerbangan Garuda Indonesia menarik untuk ditelaah. Permasalahan terpenting bukan ada pada foto daftar menu yang diunggah ke media sosial, melainkan pada cara Garuda Indonesia merespons unggahan tersebut. Melarang pengambilan foto di pesawat dan melaporkan penumpang ke polisi memperlihatkan kelemahan besar Garuda Indonesia yang selama ini tampak baik-baik saja.

Garuda Indonesia sedang didera prahara. Bukan turbulensi yang terjadi pada Garuda saat ini. Kita tahu bahwa turbulensi adalah hal wajar yang terjadi pada penerbangan. Setiap pesawat modern dalam pembuatannya telah dirancang untuk menghadapi turbulensi. Gangguan turbulensi juga disebabkan oleh faktor dari luar dan belum pernah menjadi penyebab utama kecelakaan pesawat.

Sedangkan permasalahan-permasalahan yang menimpa Garuda belakangan ini tampak bersumber dari dalam kokpit dan ruang kendali mereka sendiri. Jika turbulensi relatif tidak berbahaya bagi kelangsungan perjalanan pesawat, maka error-error yang tidak tertangani dengan baik pada suatu perusahaan bisa mendatangkan bahaya yang besar. Itulah sebabnya kondisi yang terjadi pada Garuda Indonesia lebih tepat disebut prahara daripada turbulensi.

Sebutlah beberapa masalah Garuda yang muncul ke permukaan dan menjadi pengetahuan khalayak akhir-akhir ini. Pertama, untuk BUMN dengan citra sekelas Garuda, melakukan manipulasi laporan keuangan merupakan aib yang buruk. Apalagi manipulasi dilakukan untuk membangun kesan bahwa perusahaan sedang baik-baik saja dan mampu mencetak banyak laba.

Kedua, soal dugaan keterlibatan Garuda Indonesia dalam praktik kartel harga tiket pesawat. Dalam perkembangannya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya pelanggaran rangkap jabatan pucuk pimpinan Garuda dan Sriwijaya Air. 

Ketiga, Garuda Indonesia terlempar dari jajaran 10 besar maskapai terbaik dunia versi Skytrax. Ini mengindikasikan adanya penumpukan error di dalam tubuh sang Garuda yang tak segera tertangani. Sudah pasti bukan tanpa sebab Garuda Indonesia turun ranking. Seorang siswa yang ranking sekolahnya jeblok tidak bisa menyalahkan teman sekelasnya yang prestasinya meningkat.

Tumpukan permasalahan dan hal buruk di atas tampaknya telah menghalangi Garuda  Indonesia dalam melihat jalan keluar untuk sebuah peristiwa yang sebenarnya sepele. Mirip orang yang ketika ditimpa permasalahan bertubi-tubi lalu menjadi kusut jalan pikirannya. Begitulah mungkin yang terjadi pada Garuda Indonesia saat merespons balik unggahan penumpangnya yang menceritakan pengalaman kurang baik tentang pelayanan Garuda.

Walau Garuda kemudian melunakkan larangan berfoto menjadi sekadar himbauan, lalu dikoreksi lagi menjadi mengizinkan mengambil foto, respons pertama yang keluar dari Garuda tetap menjadi fokus perhatian. Meskipun pada perkembangannya Serikat Karyawan Garuda membuka jalur kekeluargaan dan penyelesaian damai, tapi publik telah mengetahui lebih banyak tentang kondisi Garuda Indonesia.

***

Larangan merekam gambar dan video, serta pelaporan ke polisi yang sempat dilakukan oleh pihak Garuda mengindikasikan dengan kuat adanya kelemahan besar dalam tubuh Garuda Indonesia. Kelemahan yang untuk sekian lama mungkin tidak dianggap sebagai kelemahan oleh perusahaan sampai kemudian Garuda menyadarinya setelah dihajar oleh netizen dan kaum milenial pada polemik daftar menu.

Kelemahan yang berangkat dari kegagalan Garuda mengenali dunia saat ini. Seperti seekor burung, Garuda sepertinya memandang langit tempat mereka terbang saat ini masih sama seperti langit di masa lalu. Padahal lingkungan telah berubah. Dunia saat ini dikuasai oleh makhluk-makhluk milenial yang tidak pernah ada sebelumnya.

Generasi Milenial sangat berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Milenial menguasai informasi, bahkan memproduksi informasi jauh lebih banyak dan lebih kuat dibanding jurnalis.

Sebagai konsumen, milenial jelas bukan konsumen yang pasif dan mudah dikendalikan. Selain memiliki uang konsumen milenial juga memiliki pengaruh. Bahkan, meski uang yang dibelanjakan tidak banyak, milenial sanggup menciptakan pengaruh yang besar nilainya.

Itulah mengapa banyak perusahaan modern saat ini menjadikan konsumennya sebagai agen pemasaran. Konsumen milenial adalah agen pemasaran terbaik di era digital sekarang.

Banyak perusahaan yang sukses karena menjadikan konsumennya sebagai teman baik. Kepada para teman-teman baiknya, perusahaan tidak berpromosi. Tidak ampuh lagi meyakinkan konsumen milenial dengan berpromosi karena para milenial tahu lebih banyak isi dunia dibanding perusahaan. Dibanding melakukan promosi, perusahaan-perusahaan modern lebih memilih komunikasi dan interaksi. 

Dengan komunikasi dan interaksi perusahaan bisa mendapat banyak informasi  melalui tanggapan konsumennya. Bagi perusahaan modern yang terbuka, tanggapan positif maupun negatif dari milenial sama pentingnya. Review baik maupun kurang baik yang diberikan konsumen bisa menjadi modal berharga untuk  merancang strategi-strategi baru yang menguntungkan bagi perusahaan. 

Garuda Indonesia (dok. pri).
Garuda Indonesia (dok. pri).

Respons awal Garuda terkait unggahan daftar menu tulis tangan mengindikasikan bahwa Garuda belum sepenuhnya menjadikan konsumen sebagai teman baik. Melaporkan konsumen ke polisi atas dasar pencemaran nama baik juga mengindikasikan bahwa Garuda belum cukup terbuka pada umpan balik yang diberikan konsumen. Saya disayangkan jika Garuda hanya terbuka pada ulasan positif untuk mempertahankan citra daripada menerima ulasan negatif karena dianggap merugikan.

Padahal, suara positif maupun negatif dari konsumen sesungguhnya mengandung keinginan-keinginan. Jika bisa memenuhi keinginan-keinginan itu perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang tak ternilai mengingat milenial adalah konsumen yang sangat berpengaruh. Mereka saling mempengaruhi satu sama lain.

Milenial selalu membagikan pengalamannya kepada dunia. Pemasaran tradisional dari mulut ke mulut menjadi semakin ampuh di tangan konsumen milenial yang menguasai teknologi dan media sosial. 

Hal lain yang harus dipahami oleh Garuda Indonesia adalah konsumen milenial tidak terlalu mempertimbangkan citra. Garuda boleh saja merupakan maskapai plat merah yang pernah meraih penghargaan-penghargaan bergengsi. Tapi milenial tak terlalu peduli pada citra tersebut. Sebagi konsumen, milenial lebih menghargai pengalaman yang dirasakan dan didapatkan secara langsung.

Semoga Garuda Indonesia belajar banyak dari polemik daftar menu ini. Lagipula Garuda telah merasakan bagaimana milenial "menghajar" perusahaan atas larangan berfoto di pesawat dengan cara memparodikannya melalui media sosial.

Di era sekarang, parodi-parodi yang lucu bisa lebih menyakitkan dibanding lontaran kemarahan secara lisan. Di tangan milenial parodi seringkali menjadi alat teguran yang lebih keras dibanding teriakan langsung di depan telinga.

Setelah ini patut dinanti sejauh mana Garuda Indonesia  mentransformasikan diri sepenuhnya sebagai bagian dari dunia baru yang dihuni konsumen milenial. Burung yang tidak bisa mengenali angkasa akan sulit terbang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun