Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Koruptor Itu Kafir

19 Maret 2019   13:15 Diperbarui: 19 Maret 2019   14:13 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komisi Pemberantasan Korupsi (foto: tirto.id).

Kembali tokoh publik dan politik tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy menjadi member baru klub rompi oranye setelah tertangkap tangan oleh KPK di Surabaya pada Jumat, 15 Maret 2019. Bersamanya turut dibekuk pejabat Kementerian Agama dari wilayah Jawa Timur. Mereka menjadi pesakitan atas dugaan suap dalam jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama.

Banyak narasi yang bisa disusun untuk menyampaikan serta memaknai peristiwa tersebut. Penangkapan Romy dengan sangat nyata memperlihatkan bahwa korupsi bisa "diamalkan" oleh siapa saja. Tak pandang apakah ia pejabat atau bukan. Tak peduli apakah ia seorang intelektual ataukah insan "beragama" yang senantiasa berpeci dan berkalung surban. Semua bisa menjelma sebagai koruptor.

Perilaku korups di Indonesia barangkali sudah mencapai taraf paling "maju" sedunia.Birokrasi dari tingkat RT hingga kementerian di pemerintahan pusat telah menjadi gelanggang praktik KKN. Tragisnya, kementerian urusan moral yang dihuni "orang-orang paling beragama" dan seharusnya menjadi teladan kebaikan, rupanya tak mau kalah memproduksi perilaku-perilaku korup.

Operasi Tangkap Tangan KPK yang untuk kesekian kalinya itu menambah jelas betapa parahnya praktik korupsi di Indonesia. Tak ada keraguan untuk mengatakan bahwa semua lini dan bidang kehidupan telah tersentuh oleh kejahatan para koruptor.

Kita saksikan pula selama ini bahwa para koruptor seperti tak punya rasa malu dan bersalah. Dengan tangan terborgol dan diapit petugas, senyum masih saja tersungging dari bibir mereka. Jarang terucap sebuah penyesalan dan permintaan maaf kepada rakyat yang telah menderita akibat korupsi

Koruptor Itu Kafir

Entah sudah berapa banyak koruptor yang digiring oleh KPK. Salah satu hal yang bisa ditandai adalah tidak sedikit di antara para koruptor itu adalah orang-orang yang senantiasa menampilkan wajah alim dengan citra lahiriah yang islami. Sebutlah mantan menteri agama, ketua partai Islam, ustad, dan orang-orang yang dengan atribut relijinya dipuja para umat. Semakin miris karena materi-materi yang dikorupsi termasuk dana bantuan tempat ibadah, dana haji, hingga pengadaaan kitab suci.

Dalam hal ini para koruptor selain telah menggadaikan harga diri, juga merendahkan aspek moralitas dan kemanusiaan yang merupakan inti dari dari ajaran agama. Seolah atribut dan predikat keagamaan tidak meresap pada perilaku sehingga para koruptor dengan mudahnya melakukan korupsi. Padahal, korupsi merupakan dosa besar yang tak termaafkan. Menurut Islam koruptor adalah kafir. 

Koruptor Itu Kafir (dok. pri).
Koruptor Itu Kafir (dok. pri).
Rumusan kekafiran koruptor bukanlah tanpa dasar, terutama jika melihat latar belakang, modus yang digunakan, cakupan kejahatan, dan dampak kerusakan yang ditimbulkan. Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama menegaskan hal itu melalui telaah fiqih yang mendalam. Uraiannya bisa disimak pada buku yang judulnya sangat tegas dan tajam, yakni: "Koruptor Itu Kafir".

Hasil pemikiran dan penelaahan para pakar, ahli, dan ulama dari Muhammadiyah dan NU menunjukkan bahwa korupsi adalah tindakan keji, tercela, dan bertentangan dengan agama. Berdasarkan sudut pandang Islam koruptor tidak mungkin korupsi dalam keadaan beriman. 

Orang yang beriman tidak akan melakukan korupsi. Orang Islam yang sebelumnya mengaku beriman, tapi kemudian melakukan korupsi maka hatinya telah meninggalkan Allah. Ia telah melucuti keimanannya kepada Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun