Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Johnny, Pengemudi Ojek Online Semarang yang Baik Hati

16 November 2018   11:16 Diperbarui: 16 November 2018   17:48 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menumpang Gojek di Semarang (dok. pri).

Semarang, 4 November 2018. Ketika itu sekitar pukul sebelas siang. Matahari sedang terik, tapi di langit awan mendung mulai berarak. Saya bersiap untuk meninggalkan hotel tempat menginap. 

Di ruang resepsionis saya mengambil posisi duduk dan memesan ojek online. Seorang tukang ojek langsung menerimanya. Dilihat dari peta di aplikasi posisinya cukup dekat dengan hotel.

Namun, setelah menunggu beberapa menit tak kunjung ia datang menjemput. Posisi nyamasih tetap diam. Bermaksud ingin menghubunginya, ternyata ia lebih dulu mengirim pesan. "Maaf mas, posisi saya jauh. Tolong cancel".

Dugaan saya ia berubah pikiran setelah mengetahui tujuan saya pergi berjarak sekitar 19 km. Dengan ongkos yang hanya Rp28.000 ditambah potensi kemacetan siang hari di Semarang, jarak sejauh itu barangkali dianggap agak memberatkan.

Saya pun menuruti permintaan itu lalu memesan ojek online lagi dengan harapan mendapatkan tukang ojek yang benar-benar siap mengantarkan. Pemesanan kedua saya kemudian diterima oleh seorang pengemudi Gojek bernama Johnny Setiawan Chendra.

Kurang lebih lima menit menunggu, Pak Johnny tiba. Saya kenali dari nomor polisi sepeda motornya. Ketika menghampirinya di depan hotel, saya menangkap kesan bahwa ia adalah pria keturunan Tionghoa. Selain kulitnya yang lebih kuning, mata yang sipit dan susunan namanya, juga aksen bicaranya yang sering saya dengar dari orang-orang Tionghoa-Jawa. Entah dugaan ini benar atau tidak karena saya tidak memastikannya dengan bertanya kepada beliau.

Pak Johnny menanyakan lagi tempat tujuan saya. Ia lalu membuka peta di smartphone. Tampaknya ia kurang hafal jalan yang harus dilaluinya. Saya pun memberi tahu lagi alamat tujuan beserta nama tempat terkenal di dekatnya. Dengan menyebutkan nama tempat terkenal  harapan saya itu akan memudahkannya memperkirakan lokasi.

Akan tetapi belum lama sepeda motor melaju, saya segera menyadari kalau Pak Johnny mengambil jalan yang salah. Saya memberita tahu untuk berbalik arah sambil menyebutkan lagi arah dan rute menuju lokasi. Setidaknya saya paham beberapa jalan di Semarang.

Setelah 40 menit berkendara, Pak Johnny telah mengantarkan saya sampai ke tujuan. Saya merasa lega karena perjalanan relatif lancar dan mendung yang sebelumnya berarak ternyata tak berujung hujan. 

Sambil menyerahkan helm, saya sampaikan terima kasih kepadanya. Namun, Pak Johnny justru meminta maaf dan merasa bersalah karena telah terlambat mengantarkan saya. Mendengarnya menyampaikan maaf saya malah heran karena saya sama sekali tidak terlambat dan tidak sedang terburu-buru. Saat menjelaskan hal itu, Pak Johnny tetap meminta maaf. Saya menduga ia merasa tidak enak hati karena sempat salah jalan sehingga diperkirakan olehnya saya bisa sampai lebih cepat andai di awal perjalanan ia tak salah jalan. 

Ya sudah, saya menerima maafnya. Bukan berarti mengamini bahwa ia memang salah, melainkan karena saya tidak ingin mengabaikan kebaikan dan ketulusannya telah mengantar saya.

Kesan akan kebaikan hati Pak Johnny tidak berhenti sampai di situ. Sesaat sebelum berpisah saya menyampaikan keinginan mengisi Go-Pay sebanyak Rp25.000. Pak Johnny pun menerima permintaan saya. Namun, nominal GoPay yang saya terima ternyata sebanyak Rp30.000, lebih banyak dari yang seharusnya. 

Saat bermaksud menanyakan hal itu, Pak Johnny menjawab bahwa ia salah memasukkan nominal. Saya tidak mempermasalahkannya dan segera menyodorkan uang sebayak Rp30.000. Lagi-lagi saya dibuat heran sekaligus terkejut dengan respon Pak Jhonny. Dengan sopan ia menolak uang yang saya sodorkan dan hanya mau menerima Rp25.000 saja. "Nggak mau mas, saya nggak mau dikasih lebih", katanya dengan halus.

Saya katakan lagi bahwa uang itu adalah haknya sesuai nominal Go-Pay yang ia kirim dan saya terima. Pak Johnny masih teguh menolak dan hanya mau menerima Rp25.000 saja. Agak lama "adegan" pembayaran Go-Pay ini berlangsung. Saat itu kami masih di pinggir jalan yang ramai dan sepintas saya lihat ada dua tiga orang yang memperhatikan kami. 

Tak ingin menahannya lebih lama saya pun mengikuti kemauan Pak Jhonny. Setelah itu kami berpisah dan Pak Johnny segera tenggelam dalam keramaian lalu lintas Semarang. 

Beberapa menit kemudian saya membuka aplikasi Gojek. Lewat fitur uang tip, saya titipkan kekurangan uang pembayaran Go-Pay yang menjadi hak Pak Johnny. Walau ia tidak menginginkannya, tapi ia berhak karena kebaikan hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun