Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sepenggal Kisah Pak "Onot" di Malang yang 27 Tahun Merawat Musik Lawas

2 Januari 2017   11:07 Diperbarui: 2 Januari 2017   18:38 1086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumartono alias Pak "Onot", seorang penjual kaset lawas di Jalan Juanda Kota Malang menunjukkan kaset album KAHITNA pada Sabtu (17/12/2016) (dok. pri).

Tanpa sengaja dan tidak direncanakan. Di Jalan Juanda tak jauh dari kampung wisata Jodipan, Kota Malang, pada Sabtu (17/12/2016) itu saya bertemu dengannya. Bahkan saya sempat melewatkannya sebelum kemudian sadar bahwa tempatnya sangat menarik. Saya pun menghentikan langkah dan berbalik arah menghampirinya.

“Ada kaset KAHITNA, Pak?” Tanpa basa-basi saya langsung bertanya kepadanya. “KAHITNA ada,” jawabnya antusias sambil mengambil tiga kaset KAHITNA, yaitu Sampai Nanti (1998), The Best of KAHITNA (2002), dan Cinta Sudah Lewat (2003). Melihatnya begitu cepat menemukan ketiga kaset tersebut, sepertinya ia sudah sangat hafal letak setiap kaset yang dijualnya.

Mengetahui ada album KAHITNA membuat saya merasa senang sekaligus bangga dan memutuskan membeli salah satunya. “Pinten niki, Pak (berapa ini, Pak)?” tanya saya. “Sepuluh ewu (sepuluh ribu),” jawab Sang Bapak. Kemudian saya mencoba menawar meski saya tahu harga tersebut cukup wajar karena ini bukan kali pertama saya membeli kaset-kaset lawas KAHITNA di penjual pinggir jalan.

Saya pun sepakat dengan harga Rp 10.000. Saat menerima uang dari saya, sang bapak bertanya. “Kenapa nggak semuanya sekalian?” “Saya sudah punya semuanya, Pak. Ini hanya untuk tambahan.” Mendengar jawaban saya ia kembali bertanya. “Wah, sampeyan KAHITNA mania, ya?” Kali ini giliran saya yang terkejut mendengar responsnya. “Sekarang namanya soulmateKAHITNA, Pak,” jawab saya.

Obrolan pendek di sela-sela transaksi jual beli itu akhirnya membuat kami terlibat perbincangan lebih lanjut. Sang bapak kemudian mengenalkan diri sebagai “Onot”. Hampir saja saya terkecoh mempercayai itu nama sebenarnya. Beruntung ia langsung menyebutkan nama panjangnya yaitu “Sumartono”. Nama “Onot” adalah bahasa walikan (bahasa kebalikan) dari nama pendeknya: Tono.

Tiga album lawas KAHITNA ada di antara ribuan kaset lawas yang dijual Pak "Onot" (dok. pri).
Tiga album lawas KAHITNA ada di antara ribuan kaset lawas yang dijual Pak "Onot" (dok. pri).
Pak Sumartono sudah berjualan kaset lawas sejak tahun 1990. Itu artinya hampir 27 tahun ia menjalani rutinitasnya merawat warisan musik. Ya, meski sering dianggap biasa bahkan mungkin tidak dianggap berkelas, namun bagi saya orang-orang seperti Pak “Onot” adalah sosok yang berjasa. Mereka tak sekadar menjual kaset lawas, tapi juga telah ikut merawat musik dan masterpiece, terutama yang dilahirkan oleh para musisi tanah air. Tak jarang koleksi lawas yang langka bisa didapatkan dari tangan mereka. Semua album lawas KAHITNA milik saya juga didapatkan dari penjual kaset lawas seperti Pak “Onot”.

Selama ini laki-laki 48 tahun itu mengaku banyak mendapatkan kaset lawas dari para kolektor di Malang. Ia mengelompokkan kaset lawas menjadi tiga kategori berdasarkan nama besar penyanyi dan kelangkaan kaset tersebut di pasar. Tiga kategori tersebut adalah kategori umum artinya masih banyak dijumpai dan harganya paling murah, kategori sedang yang jumlahnya sudah tidak banyak lagi sehingga harganya lebih tinggi, serta kategori langka untuk koleksi yang sudah sangat sulit ditemukan dan dihargai paling mahal. 

Saat saya bertanya KAHITNA ada di kategori apa, ia mengatakan kaset-kaset lawas KAHITNA termasuk kategori sedang. Ia juga menyebutkan bahwa kaset The Best adalah yang paling sering dicari di antara album-album lawas KAHITNA. “Karena sudah nggak keluar dan isinya campuran lagu-lagu lama,” kata Pak “Onot” menjelaskan alasannya. 

Pak "Onot" sudah berjualan kaset lawas sejak 1990 (dok. pri).
Pak "Onot" sudah berjualan kaset lawas sejak 1990 (dok. pri).
Selain kaset, di tempat Pak “Onot” juga bisa dijumpai CD lawas meski jumlahnya tidak banyak. Untuk memudahkan peminat memeriksa dan menilai isi kaset atau CD, sebuah tape dan pemutar CD disediakan.

Bertemu dengan Pak Sumartono alias Pak “Onot” adalah berkah bagi saya. Selain mendapatkan “Cinta Sudah Lewat”, saya juga bisa menyimak sepenggal cerita tentang Malang dalam peta musik tanah air. Menurutnya, meski pamor Malang kalah jauh dibanding Jakarta, Bandung dan Surabaya yang selama ini dikenal sebagai kiblat musik di Indonesia, namun kolektor musik lawas justru banyak berada di Malang. Lelaki yang tinggal di Kedungkandang, Kota Malang itu lalu menambahkan bahwa banyak orang dari luar kota datang ke Malang untuk mencari koleksi kaset lawas. “Penjual kaset yang dulu banyak di Malioboro juga dari sini koleksinya,” tegasnya.

Album lawas KAHITNA - Cinta Sudah Lewat yang saya beli seharga Rp10.000 dari Pak "Onot" (dok. pri).
Album lawas KAHITNA - Cinta Sudah Lewat yang saya beli seharga Rp10.000 dari Pak "Onot" (dok. pri).
Hanya sekitar 25 menit saya bertatap muka dengan Pak Sumartono. Tapi itu cukup berkesan. Apalagi, saat berpamitan ia menodong nomor ponsel saya. Dengan senang hati saya pun memberikannya. Dan sebagai balasan ia menyebutkan nomor ponsel beserta alamat rumahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun