Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Karena Kelapa Sawit, Hutanku Makin Sakit

1 Maret 2014   14:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:20 9599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namanya cantik, Elaeis guineensis. Secara taksonomi tumbuhan ini termasuk kelas Liliopsida (dulu disebut Monokotil), bangsa Arecales, suku Arecaceae dan marganya tentu saja Elaeis. Terdengar asing di telinga tapi jika menyebutnya sebagai Kelapa Sawit, semua orang pasti tahu. Inilah tumbuhan penghasil minyak berharga tinggi di dunia yang kini menguasai sebagian daratan Indonesia.


Bekas hutan di Sumatera yang beralih menjadi perkebunan kelapa sawit.

Semalam (28/2/2014) saya tertegun sebentar membaca linimasa twitter. Di sana sebuah artikel dibagikan oleh Kompasiana, judulnya kurang lebih “Mensejahterakan Indonesia Melalui Kelapa Sawit”. Saya pun kemudian membacanya dan menghargai isinya sebagai sebuah pendapat. Oleh karena itu tulisan saya ini anggaplah sebagai pendapat dan tanggapan kontra dari tulisan tersebut dan yang serupa.

Perkebunan kelapa sawit memang menjadi sub sektor perkebunan andalan Indonesia. Lebih dari 7 miliar USD disumbangkan sub sektor ini ke dalam pundi-pundi devisa negara. Indonesia pun menjadi pemimpin di antara negara produsen minyak kelapa sawit. Bersama Malaysia, negara kita menguasai tak kurang 80% dari total produksi minyak kelapa sawit mentah dunia.

Areal perkebunan kelapa sawit pun berkuasa di bumi Indonesia. Sejak diperkenalkan pertama kali di Indonesia tahun 1911, sub sektor ini mulai menggeliat pada tahun 1970. Namun perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat pesat sejak tahun 1980. Dari luas lahan 290.000 hektar di tahun 1980, areal kelapa sawit tumbuh cepat secara luar biasa menjadi 6,32 juta hektar pada tahun 2007. Ironisnya sebagian besar lahan tersebut dimiliki oleh perusahaan besar swasta dan hanya belasan persen yang menjadi milik perusahaan besar negara.

Tapi Indonesia selalu membanggakan produksi kelapa sawitnya yang 9 kali  lebih besar dari negara lain. Tanpa disadari kebanggaan itu membuat kita seolah tak malu dengan dosa besar merusak jutaan hektar hutan tiap tahunnya. Indonesia mencatat rekor sebagai negara dengan laju deforestasi terbesar di dunia dengan laju kerusakan menyentuh angka 2 juta hektar per tahun. Memang laju tersebut telah berkurang, salah satunya berkat strategi moratorium hutan. Namun benarkah laju kerusakan nyata berkurang ?. Jangan-jangan laju deforestasi menurun karena jumlah hutan Indonesia memang terus berkurang.

Tak terhitung lagi luas hutan Indonesia yang dihabisi untuk diganti dengan perkebunan kelapa sawit. Alasan dan latar belakang untuk kesejahteraan ekonomi membuat negara menjadi tampak sangat polos dengan mempersilakan hutannya diratakan demi kelapa sawit. Akhirnya hijaunya Sumatera kini berganti dengan “gersangnya” lahan monokultur kelapa sawit. Kalimantan yang menjadi tabungan paru-paru dunia Indonesia pun mulai diagresi oleh perkebunan kelapa sawit. Tanah Sulawesi dan Papua yang merupakan pecahan surga dunia pun tak lepas dari incaran perluasan lahan kelapa sawit.

Perluasan lahan kelapa sawit telah menggiring alam negeri ini kepada kehilangan yang tak pernah bisa digantikan dengan apapun hingga kemudian berkembang propaganda tak lucu jika perkebunan kelapa sawit tak beda dengan hutan lainnya, bahwa kelapa sawit adalah bagian dari pengembangan hutan berkelanjutan.

Perkebunan Kelapa Sawit BUKAN Hutan, Bukan Juga Kekayaan Alam Indonesia

Ketika Menteri Kehutanan mengeluarkan peraturan menteri bernomor 62 tahun 2011, seketika itu banyak orang termasuk para pemerhati hutan dan lingkungan terkejut sekaligus geram. Peraturan tersebut meligitimasi kelapa sawit sebagai bagian dari pengembangan hutan tanaman. Bangsa ini pun dianggap sedang menggali kubur untuk hutannya sendiri. Meski akhirnya peraturan menteri tersebut hanya berumur pendek karena dicabut, propaganda pembangunan opini kelapa sawit sebagai bagian dari hutan terus berkembang hingga kini. Padahal kenyataannya?.

139363392010067663
139363392010067663

Kelapa sawit (Elaeis gueneensis)

Kelapa sawit tidak bisa dikategorikan sebagai spesies tanaman hutan. Kelapa sawit adalah spesies hasil domestikasi yang sejak awal diarahkan sebagai tanaman budidaya sehingga membutuhkan banyak intervensi manusia dalam kehidupannya, mulai dari penanaman, pemupukan, pemeliharaan hingga panen.  Sebagai tanaman yang dikembangkan untuk tujuan ekonomi, kelapa sawit akan sangat merugikan bila ditanam sebagai bagian dari ekosistem hutan karena sifatnya yang sangat  intensif dalam penggunaan sumber daya akan mengancam keseimbangan dan keberlangsungan proses ekologis di alam.

Hutan adalah ekosistem alami atau buatan yang dikembangkan oleh manusia dengan fungsi produksi dan perlindungan yang menopang keseimbangan ekologis serta keanekaragaman hayati di dalamnya. Struktur hutan adalah kesatuan floristik yang khas, kompleks dan beragam. Sementara perkebunan kelapa sawit justru bersifat monokultur yang tidak menghadirkan fungsi perlindungan. Siklus ekologi yang berlangsung secara alami dan seimbang di hutan pun tidak terjadi di lahan kelapa sawit.

Berbagai penelitian dan diskusi ilmiah bersuara sama bahwa aktivitas perkebunan kelapa sawit dan pengolahan hasil produksinya telah meninggalkan jejak menyakitkan bagi ekosistem hutan dan sekitarnya. Indikatornya banyak dan tak bisa ditutupi. Tanah-tanah pada perkebunan kelapa sawit dan lahan sekitar yang tercemar oleh aktivitas pengolahan minyaknya mengalami penurunan densitas Azotobacter, kelompok mikroorganisme indikator kesuburan tanah. Hal itu diikuti penurunan nilai fiksasi Nitrogen dalam tanah. Aktivitas organisme aerob seperti cacing tanah juga menurun secara nyata di lahan-lahan tersebut. Hal-hal tersebut cukup menjelaskan bagaimana aktivitas perkebunan kelapa sawit telah menurunkan kesuburan tanah di sekitarnya dan secara lebih luas berdampak pada keseimbangan Nitrogen di dalam ekosistem.

Tanah-tanah yang tercemar limbah aktivitas pengolahan produksi kelapa sawit juga mengalami kerusakan struktur yang menyebabkan menurunnya daya ikat tanah terhadap air. Keseimbangan pH tanah bergeser menjadi lebih basa menyebabkan pertukaran ion dan nutrien di dalam tanah terganggu. Di sisi lain dampak perluasan lahan kelapa sawit telah menjalar ke perairan di sekitarnya seperti sungai dan danau. Sebagai tanaman yang “boros air”, perkebunan kelapa sawit mutlak membutuhkan rekayasa drainase untuk memenuhi kebutuhan air yang besar. Jika faktor evapotranspirasi dari tubuh kelapa sawit juga dipertimbangkan, hal-hal ini menjelaskan mengapa lahan perkebunan kelapa sawit menyebabkan hilangnya banyak air dan nutrient dari dalam tanah.

Konversi hutan untuk lahan perkebunan kelapa sawit dan pengolahan produknya membuat Indonesia dan banyak negara senasib mengalami kehilangan biodiversitas yang sangat besar. Kita tak perlu menghitung besar kerugian dari hilangnya berbagai flora eksotik, matinya ribuan gajah sumatera atau tersiksanya orang utan Kalimantan akibat habitat mereka yang dihabisi.

Hilangnya biodiversitas akibat deforestasi demi sawit telah menyebabkan kerugian dalam hal nilai ekonomi, ekologis dan ilmiah yang tak terhingga. Hal ini semakin menyedihkan jika membayangkan cara “sadis” seperti pembakaran hutan, pengusiran penduduk dan pembantaian satwa yang kerap dilakukan dalam pembukaan lahan perkebunan sawit.

Hilangnya biodiversitas akibat perkebunan kelapa sawit juga didorong sifat monokultur perkebunan yang tidak mendukung berkembangnya berbagai flora dan fauna. Mikrohabitat dan mikroiklim yang dibentuk dari perkebunan monokultur sawit tidak memberikan daya dukung yang memadai bagi berkembangnya biodiversitas.

Tak mungkin ditutupi bahwa perkebunan kelapa sawit adalah salah satu aktor di balik kerusakan hutan yang terjadi secara masif di Indonesia. Laporan PBB dan laporan-laporan ilmiah lain menunjukkan bahwa “pemerkosaan” ekosistem yang dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan hilangnya banyak hutan dan degradasi lahan yang begitu luas. Hampir semua aspek pendukung kesuburan dan produktivitas tanah mengalami degradasi akibat perluasan lahan kelapa sawit.

Pada akhirnya menyebut kelapa sawit sebagai kekayaan alam Indonesia dan bagian dari tanaman hutan adalah hal yang sangat menggelikan sekaligus menyakitkan. Bukan hanya mengkerdilkan nalar pemikiran dan merendahkan dampak negatif terhadap kelestarian ekosistem dan keseimbangan alam, tapi juga membahayakan kelangsungan hidup manusia”.

Akhirilah atau Hutan Indonesia Akan Berakhir Sampai Di Sini

Hutan dan perkebunan kelapa sawit bagai surga dan neraka dalam ekosistem. Mungkin terlalu ekstrim, tapi hutan hijau yang menjadi paru-paru dunia adalah sumber dan penopang keseimbangan kehidupan di dunia, sementara perkebunan kelapa sawit ?.

1393634149282447879
1393634149282447879

Pemandangan perkebunan kelapa sawit di Riau pada 4 Mei 2013.

Benar memang sektor kelapa sawit telah menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan nasional. Tapi terlalu menyakitkan seandainya kita membuka mata lebih lebar untuk apa yang telah terjadi akibat hegemoni kelapa sawit. Ekspansi perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah bergulir tanpa peningkatan upaya perlindungan lingkungan yang sepadan. Hal itu menyebabkan kehancuran yang lebih besar lagi bagi hutan dan mendatangkan kerugian yang jauh tak terhingga.

Bagi sekelompok orang “suburnya” lahan kelapa sawit memang indah. Tapi bagi hutan dan masa depan ekosistem dunia termasuk manusia sungguhlah parah. Laporan-laporan ilmiah dan pemandangan nyata di dataran Sumatera, Kalimantan serta beberapa negara di Afrika dan Amerika Selatan bisa mengantar kita untuk merenungkan bagaimana masa depan jika hutan digantikan oleh perkebunan kelapa sawit.

Perkebunan kelapa sawit dan aktivitas pengolahan hasilnya telah melahirkan ancaman mengerikan terhadap hutan dan segala yang ada di dalamnyya termasuk manusia. Aktivitas-aktivitas dari perkebunan kelapa sawit tidak hanya melenyapkan biodiversitas, menghilangkan air dari tanah, menurunkan produktivitas dan kesuburan tanah, meningkatkan gas rumah kaca, membuat bumi kehilangan paru-parunya tapi juga telah menimbulkan banyak konflik sosial masyarakat dan pelanggaran HAM yang menyakitkan

13936340291200235044
13936340291200235044

Sisa pembakaran hutan di Riau untuk perluasan perkebunan kelapa sawit.

Hutan dan bumi ini sudah makin sakit karena sawit. Saatnya perluasan perkebunan kelapa sawit diakhiri demi Hutan Indonesia dan kehidupan generasi masa depan yang lebih baik.

*semua foto dokumentasi EPA/Bagus Indahyono (http://berita.plasa.msn.com)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun