Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Bus Trans Jogja dan Penumpang Tunanetra

4 Desember 2014   15:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:04 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_339559" align="aligncenter" width="567" caption="Pak Ketut (baju hijau), pemandu perjalanan bus Trans Jogja menuntun langkah seorang penumpang tuna netra keluar dari bus menuju halte (24/11/2014)."][/caption]

Kadang kala saya berpikir mengapa pemerintah daerah atau operator transportasi publik  di daerah-daerah tidak menyiapkan sarana khusus untuk saudara-saudara kita yang memiliki keterbatasan fisik tertentu. Jika untuk kaum wanita dan ibu hamil saja ada gerbong serta kursi khusus, mengapa kaum disabilitas atau penyandang cacat tak mendapatkan “keistimewaan” yang lebih khusus?Rasanya berat menyaksikan mereka harus berada di keramaian yang sama di dalam antrian halte menaiki bis kota. Sebagai sesama penumpang usaha maksimal yang bisa kita lakukan mungkin hanya mendahulukan atau mempersilakan mereka masuk dan duduk lebih dulu. Tapi sejauh mana mereka membutuhkan pelayanan yang nyaman boleh jadi kita belum benar-benar tahu.

24 November 2014, ketika sedang berada di dalam bus Trans Jogja saya dibuat terkesan oleh dua orang penyandang tunanetra yang ikut menumpang bersama saya. Tak hanya itu saya pun terkesan dengan sang pemandu perjalanan Trans Jogja yang dengan sigap dan ramah membantu dua penyandang tunanetra tersebut.

Sore itu bus Trans Jogja yang saya naiki tak terlalu sesak dan saya pun memilih duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan pintu. Di sebuah halte bus berhenti dan seorang wanita berseragam sekolah menengah dengan mengenakan jilbab melangkah dari pintu halte masuk ke dalam bus. Sang pemandu yang dari nama di dadanya saya ketahui bernama Pak Ketut (dari namanya ia bukan asli Jogja, tapi bahasa Jawanya sangat lancar), menuntun sang penumpang saat melangkah memasuki bus sampai akhirnya duduk di sebelah saya berjarak satu kursi kosong.

[caption id="attachment_339565" align="aligncenter" width="567" caption="Seorang penyandang tuna netra dengan tongkat lipat di tangan menaiki bus Trans Jogja bersama saya pada 24 November 2014."]

14176571022119353580
14176571022119353580
[/caption]

Ada sekitar 10 menit saya terlambat mengerti jika penumpang wanita di samping saya itu adalah seorang penyandang tunanetra. Saya baru menyadari ketika melihat tangannya menggenggam tongkat penuntun dari logam yang dilipat. Tak lama setelah itu sang pemandu perjalanan menanyakan di halte mana ia hendak turun. Rupanya ia baru pulang sekolah.

Melesat sekitar 20 menit bus Trans Jogja kembali berhenti di sebuah halte. Ada 3 penumpang yang masuk dan seorang bapakberkemeja biru cukup menarik perhatian saya. Kali ini saya bisa segera mengenali beliau sebagai penyandang tunanetra.

“Mari Pak, hati-hati. Sekarang satu langkah panjang. Masnya bisa pindah ke sana. Sini pak dekat pintu sebelah saya.” Dengan sabarPak Ketut meraih tangan sang bapak dan memandunya untuk melangkah masuk ke dalam bus. Ia juga meminta seorang penumpang yang duduk dekat pintu untuk pindah dan memberikan tempatnya kepada sang bapak. Sesaat setelah bus melaju, Pak Ketut bertanya tujuan sang bapak. Dari jawabannya ternyata sang bapak akan turun di halte yang sama dengan wanita berseragam sekolah di sebelah saya.

[caption id="attachment_339568" align="aligncenter" width="567" caption="Wanita berseragama sekolah ini adalah seorang penyandang tuna netra yang merasakan manfaat menumpang bus Trans Jogja."]

1417657183597137160
1417657183597137160
[/caption]

Sepanjang perjalanan sejenak saya mengamati dua penumpang penyandang tunanetra yang duduk di depan dan di sebelah saya. Saya membayangkan mereka cukup senang menaiki bus Trans Jogja sore itu. Selain tidak terlalu penuh, mereka dan saya juga, beruntung menumpang bus dengan pemandu perjalanan yang ramah dan mengerti kebutuhan penumpang. Meski menumpang bus Trans Jogja dan menggunakan halte yang tidak didesain untuk kaum disabilitas, mereka mendapatkan kemudahan yang sama dengan penumpang biasa seperti saya.

Ini bukan pertama kalinya saya satu bus dengan penumpang disabilitas. Begitu sering saya menjumpai orang-orang seperti mereka ketika menunggu di halte. Sepanjang itu pula saya mendapati bahwa pelayanan Trans Jogja terhadap kaum disabilitas patut diacungi jempol. Para penumpang disabilitas itu mendapatkan perlakuan yang setara termasuk dalam hal membayar tiket. Namun saat di dalam ruang tunggu halte, petugas pintu akan meminta calon penumpang di dekat pintu untuk pindah dan memberikan tempat duduknya jika ada penumpang disabilitas.

Akhirnya kedua penumpang tunanetra teman perjalanan saya itu turun. Wanita berseragam sekolah dan berjilbab di samping saya melangkah lebih dulu. Pak Ketut kembali meraih tangannya dan memandunya keluar dengan cara yang sama ketika naik tadi. Dengan lancar ia melangkah keluar bus dan memasuki halte pemberhentian. Kali ini giliran Pak Ketut memandu sang bapak berkemeja biru. Kedua tangannya menggenggam lengan kiri sang bapak dan dengan cara yang sama ia memandunya keluar menuju halte. Petugas halte pun terlihat bersiap di samping gate kalau-kalau sang penumpang yang baru turun memerlukan bantuan menuju pintu keluar halte.

Bus Trans Jogja melaju kembali. Dalam jarak perjalananyang tersisa saya menyimpan senang dengan apa yang dilakukan oleh awak perjalanan dan petugas halte Trans Jogja. Mereka telah memberikan pelayanan dan kenyamanan yang meski mungkin belum ideal tapi saya yakin dua penyandang tunanetra tadi merasakan manfaat yang besar saat menumpang Trans Jogja. Lain dari itu saya menjadi mengerti bahwa kaum disabilitas seperti penyandang tunanetra bukanlah orang sakit yang harus diperlakukan seolah mereka tak berdaya. Mereka senang jika diperlakukan setara seperti bersekolah atau membayar tiket bus namun dengan kemudahan tertentu.

[caption id="attachment_339562" align="aligncenter" width="567" caption="Seorang penumpang disabilitas hendak keluar dari bus Trans Jogja menuju halte. Meski bus dan halte tidak desain untuk penumpang disabilitas, namun pelayanan sigap dan ramah dari awak bus Trans Jogja cukup membantu bagi para penumpang disabilitas."]

1417656958426383093
1417656958426383093
[/caption]

Boleh jadi jika pemerintah atau operator transportasi publik menyediakan kendaraan khusus atau halte khusus untuk kaum disabilitas hal itu justru akan membuat mereka tak nyaman karena semakin menegaskan “diskriminasi” dan membuat mereka semakin dipandang “berbeda” dari kebanyakan orang. Kesetaraan untuk mendapatkan pelayanan publik yang sama dan mudah adalah cara menghargai kaum disabilitas sebagai bagian dari masyarakat yang sama dengan kita semua. Salut untuk Trans Jogja dan Selamat Hari Penyandang Disabilitas, 3 Desember 2014.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun