Mohon tunggu...
Sosbud

Sejarah Munculnya Aliran Syi'ah dan Macam-macam Aliran Syi'ah

3 Oktober 2018   08:01 Diperbarui: 8 Oktober 2018   23:12 7626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Syi'ah dilihat dari bahasa berarti pengikut, pendukung,partai, atau kelompok, sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW atau orang yang disebut sebagai ahl al-bait. Poin penting dalam doktrin syi'ah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama bersumber dari ahl al-bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl al-bait atau para pengikutnya.

Menurut Thabathbai, istilah Syi'ah untuk pertama kalinya ditunjukkan pada para ahli pengikut Ali (Syi'ah Ali), pemimpin pertama ahl al-bait pada masa Nabi Muhammad SAW. Para pengikut Ali disebut Syi'ah itu di antaranya adalah Abu Dzar Al-Ghiffari, Miqad bin Al-Aswad, dan Ammar bin Yasir. Mengenai kemunculan Syi'ah dalam sejarah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli. Menurut Abu Zahrah, Syi'ah mulai muncul pada masa akhir pemerintahan Usman bin Affan kemuadian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.

 Adapun menurut Watt, Syi'ah baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu'awiyah yang dikenal dengan Perang Siffin. Dalam perang ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Muawiyah, pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali-kelak disebut Syi'ah dan kelompok lain menolak sikap Ali, kelak disebut Khawarij.

Kalangan Syi'ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan Syi'ah berkaitan dengan masalah pengganti (khilafah) Nabi SAW. Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathab, Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib lah yang berhak menggantikan Nabi. Kepemimpinan Ali dalam pandangan Syi'ah tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat yang diberikan oleh Nabi SAW pada masa hidupnya. Bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm. Diceritakan bahwa ketika kembali dari haju terakhir dalam perjalanan dari Mekah ke Madinah, di suatu padang pasir yang bernama Ghadir Khumm, Nabi memilih Ali sebagai penggantinya di hadapan massa yang penuh sesak yang menyertai beliau. Pada peristiwa itu, Nabi tidak hanya menetapkan ali sebagai pemimpin umum umat (waluat-i 'ammali), tetapi juga menjadikan Ali sebagaimana Nabi sendiri, sebagai pelindung (wali) mereka. Namun, realitas ternyata berbicara lain.

Syi'ah mendapatkan pengikut yang besar terutama pada masa dinasti Amawiyyah. Hal ini menurut Abu Zahrah merupakan akibat dari perlakuan kasar dan kejam dinasti ini terhadap ahl al-bait. Di antara bentuk kekerasan itu adalah yang dilakukan penguasa Bani Umayah. Yazid bi Muawiyah, umpamanya, pernah memerintahkan pasukannya yang dipimpin oleh Ibn Ziyad untuk memenggal kepala Husein dibawa ke hadapan Yazid dan dengan tongkatnya Yazid memukul kepala cucu Nabi SAW yang pada waktu kecilnya sering dicium Nabi.

 Kekejaman seperti ini menyebabkan sebagian kaum muslimin tertarik dan mengikuti mazhab Syi'ah, atau paling tidak menaruh simpati mendalam terhadap tragedi yang menimpa ahl al-bait. Dalam perkembangan, selain memperjuangkan gak kekhalifahan ahl al-bait di hadapan dinasti Ammawiyah dan Abbasiyah, Syi'ah juga mengembangkan doktrin-doktrinnya sendiri. 

Berkaitan dengan teologi, mereka mempunyai lima rukun iman, yakti tauhid (kepercayaan kepada keesaan Allah), mubuwwah (kepercayaan kepada kenabian), ma'ad (kepercayaan akan adanya hidup di akhirat), imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan hak ahl al-bait), dan adl (keadilan ilahi). Perbedaan antara Sunni dan Syi'ah terletak pada doktrin imamah. Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, Syi'ah tidak dapat mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejarah, kelompok ini akhirnya terpecah menjadi beberapaa sekte. Perpecahan ini terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah. Di antara sekte-sekte Syi'ah itu adalah Itsna Asy'ariyah, Sab'iyah, Zaidiyah, dan Ghullat

B. Syi'ah Itsna Asyariyah (Syi'ah dua belas/syi'ah Imamah)

Asal-usul Penyebutan Imamiyah dan Syi'ah Itsna Asyariyah

Dinamakan Syi'ah Imamiyah karena yang menjadi dasar akidahnya adalah persoalan imam dalam arti pemimpin religio politik, yakni Ali berhak menjadi khalifah bukan hanya karena kecakapannya atau kemuliaan akhlaknya, tetapi juga  karena ia telah ditunjuk nas dan pantas menjadi khalifah pewaris kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Ide tentang hal Ali dan keturunannya untuk menduduki jabatan khalifah telah ada sejak Nabi wafat, yaitu dalam perbincangan politik di Saqifah Bani Sa'idah. Syi'ah Itsna Asyariyah sepakat bahwa Ali adalah penerima wasiat Nabi Muhammad seperti ditunjukkan nas. Adapun Al-ausiya (penerima wasiat) setelah Ali bin Abi Thalib adalah keturunan dari garis Fatimah, yaitu Hasan bin Ali kemudian Husen bin Ali sebagaimana yang disepakati. Setelah Husen adalah Ali Zaenal Abidin, kemudian secara berturut-turut: Muhammad Al-Baqir, Abdullah Ja'far Ash-Shadiq, Musa Al-Khazim, Ali Ar-Rida, Muhammad Al-Jawwad, Ali Al-Hadi, Hasan Al-Askari dan terakhir Muhammad Al-Mahdi sebagai imam kedua belas.

2)  Doktrin-doktrin Syi'ah Itsna Asyariyah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun