Mohon tunggu...
wardani olive
wardani olive Mohon Tunggu... Freelancer - tidak ada keterangan

Sedang mencoba untuk mengamati keadaan Indonesia agar pemikiran menjadi terbuka.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tidak Mudah untuk Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat

12 Desember 2018   10:10 Diperbarui: 12 Desember 2018   10:16 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kita semua beranggapan bahwa kasus pelanggaran HAM berat seperti kasus HAM Trisakti, Semanggi I, II, penculikan aktivis tahun 1997/1998, penembakan misterius, kasus Talangsari (di Lampung), hingga kasus Waisor, di Wamena masih belum jelas penyelesaiannya, terutama di Era Jokowi. 

Dari masa kepemimpinan SBY, kasus tersebut sudah mulai ditangani, namum belum ada hasil penyelesaiannya. Setelah kepemimpinan SBY berakhir, maka kasus pelanggaran berat HAM ini diserahkan kepada Presiden RI ke-7, Joko Widodo. Penyelesaian kasus ini masih terus dibahas dan diperbincangkan oleh banyak orang.

Selama kepemimpinan Presiden Jokowi, ada 10 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang sudah direkomendasilan oleh Komnas HAM kepada Kejaksaan Agung untuk diotindak lanjuti, antara lain : Tanjung Priok (1984), Timor Timur (1999), Abepura, Papua (2000), Wasior dan Wamena, Papua (2000), Talangsari, Lampung (1989), Kasus 1965-1966, Petrus (1982-1985), Trisakti dan Semanggi 1 dan 2 (1998), Kerusuhan Mei 1998, dan Penghilangan orang secara paksa (1997-1998). Diantara kasus-kasus tersebut, terdapat 3 kasus (30%) yang sudah diselesaikan oleh rezim sebelum rezim Jokowi-JK, yaitu kasus Tanjung Priok, Abepura, dan Timtim. Sedangkan 7 kasus (70%) kasus lagi belum diselesaikan.

Ketujuh kasus HAM tersebut tentunya masih menjadi priorotas pemerintah untuk diselidiki dan diselesaikan. Kemenkopolhukam, Wiranto memastikan bahwa proses hukum atas tujuh kasus pelanggaran berat HAM akan berjalan dengan baik jika hasil dari penyelidikan dan penyidikannya valid. Jika hasil dari penyidikan menyatakan bahwa kasus tersebut memenuhi unsur yuridis, maka pemerintah akan mendorong penyelesaian melalui HAM ad hoc.

Ternyata kendala dari penyelesaian kasus berat HAM tidak hanya sampai disitu saja, masih terdapat beberapa kendala yang harus dihadapi untuk bisa mengungkap fakta dibalik kasus tersebut. Seperti yang terjadi dalam penyelidikan kasus pelanggaran HAM di Papua, Komnas HAM menghadapi penolakan dari pihak keluarga korban saat ingin membongkar makam korban untuk bisa menyelidiki penyebab dari kematian. Dari penolakan itu, Komnas HAM sulit untuk melakukan otopsi dan mencari keterangan terkait penyebab kematian korban.

Bersamaan dengan hari HAM seduinia yang jatuh pada tanggal 10 Desember lalu, banyak saran, masukan dan kritikan terhadap pemerintah terkait penyelesaian kasus HAM berat yang dianggap 'mandek'. Faktanya, sudah ada 3  kasus HAM yang sudah ditangani, yaitu kasus Tanjung Priok, Abepura, dan Timtim.

Sesuai dengan komitmennya Joko Widodo dan Jusuf Kala, bahwa dalam masa kepemimpinannya akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadii pada masa lalu dengan adil dan meneggakan hukum yang berkeadilan. Dengan begitu, Presiden Joko Widodo pada 22 Juni 2015 lalu telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2015-2019. Adapun tujuan dari RANHAM adalah meningkatkan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan HAM bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesi oleh negara terutama pemerintah dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, moral, adat istiadat, budaya, keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa Indonesia.

Kendala dalam penyelesaian kasus HAM pada masa lalu tidak jadi penghambat untuk segera diselesaikan. Pemerintah pun terus berupaya untuk dapat menyelesaikan 7 kasus sisanya yang harus dikerjakan dengan cepat demi meneggakkan hukum keadilan.

Selain komitmennya untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat, Joko Widodo pun terus berupaya untuk mengerjakan 9 agenda prioritasnya. Disamping mengerjakan kasus pelanggaran HAM, ia juga tetap memprioritaskan pembangunan infrastuktur demi kenyaman dan kesejahteraan masyarakat. Menciptakan kesejahteraan masyarakat pun tidak hanya dari infrastruktur saja, ia juga membuat kebijakan program pendiidkan gratis. Program pendidikan gratis ini juga langkah upaya Jokowi untuk mendirikan HAM dalam berpendidikan. Jika kasus pelanggaran HAM masih terdapat kendala, maka hal tersebut tidak menghentikan Jokowi dalam menjalankan amanatnya sebagai Presdien Republik Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun