Mohon tunggu...
Wardah Fajri
Wardah Fajri Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Pengembara Penggerak Komunitas

Community Development -Founder/Creator- Social Media Strategist @wawaraji I www.wawaraji.com Bismillah. Menulis, berjejaring, mengharap berkah menjemput rejeki. Blogger yang menjajaki impian menulis buku sendiri, setelah sejak 2003 menjadi pewarta (media cetak&online), menulis apa saja tertarik dengan dunia perempuan, keluarga, pendidikan, kesehatan, film, musik, modest fashion/fashion muslim, lifestyle, kuliner dan wisata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita Ibu: Momen Ajaib yang Takkan Tergantikan

20 Mei 2015   23:14 Diperbarui: 20 Juli 2015   04:50 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tak pernah siap menghadapi situasi seperti ini. Merawat bayi prematur dengan kondisi kekurangan oksigen. Khawatir dan semangat bercampur satu. Khawatir Day tak terawat dengan baik saat kembali ke rumah. Semangat Day dan saya juga ayahnya bisa menjalani takdir ini. Semua bercampur jadi satu. Kekhawatiran yang membuat saya rela meninggalkan Day dirawat sempurna di RS, dan saya pulang lebih dahulu ke rumah orangtua, tanpa menggendong bayi mungil yang cantik berambut lebat itu.

Sebelum berpisah, Day belajar menyusu. Saya belajar memerah. Sungguh bukan hal yang mudah karena kondisi kami berbeda. Day kesulitan menghisap. Saya pun kesulitan memberi ASI melimpah. Sungguh tak mudah namun indah. Saya bisa berpelukan, skin to skin, bersama Day. Ajaib dan indah. Di rumah, memerah ASI yang tak banyak keluar saya lakukan sembari melihat foto Day. Sungguh situasi yang tak pernah saya bayangkan akan terjadi. Namun saya harus kuat, tak bersedih demi Day yang sedang dalam perawatan ahli. Saya percaya, semangat positif saya sebagai ibu akan mengalir ke Day yang terpisah jarak selama seminggu.

Beberapa hari memulihkan diri, saya memaksa datang ke RS memantau Day, mengusir rasa iri kepada suami yang bisa berjumpa dengan Day. Meski tak bisa berbuat apa-apa, momen pertemuan dengan Day yang masing lebih sering memejamkan mata takkan tergantikan. Akhirnya, kami menjadi keluarga utuh. Pulang dari RS, membawa seorang bayi perempuan, ke rumah setelah seminggu terpisah. Momen-momen ajaib pun berdatangan.

Day, harus tidur dengan ruangan yang dihangatkan lampu 100watt. Buat saya itu sudah panas luar biasa. Buat Day, justru itu yang dibutuhkan, kehangatan. Tak cukup selimut untuk menghangatkan tubuh mungilnya. Setelah satu bulan dalam "kehangatan" Day pun siap menyesuaikan suhu ruangan. Sejak itulah semakin banyak momen tak tergantikan.

Day yang kalau dijemur di bawah sinar matahari pukul  7-8 selalu berpose. Day yang kalau mandi tak pernah takut air dan senang luar biasa tak pernah menangis. Day yang mulai jalan-jalan ke rumah mbah. Day yang mulai digendong nenek. Day yang beratnya mulai bertambah. Satu per satu keunikan muncul.

Meski mungkin Day terlambat mengalaminya dibandingkan anak lain seusianya, saya, ibunya tetap bangga dan takjub melihat keajaiban-keajaiban yang Day punya. Mulai bisa memegang benda dan digigitnya. Mulai makan MPASI dari pepaya, brokoli, wortel lalu beranjak ke bubur, nasi tim, dan makanan padat lainnya. Juga mulai ngoceh dengan bahasanya. Semua momen itu begitu berarti tak sudi dilewati dan ibu menjadii saksi matanya.

Sayang hingga usia delapan bulan Day belum bisa tengkurap. Apalagi duduk dan berdiri. Khawatir namun solusi harus dicari, yakni fisioterapi untuk melatih motorik kasar. Semua ahli sepakat, Day punya kognitif yang baik. Hanya motorik kasar yang bermasalah. Belakangan melihat perlembangan terapi, diketahui motorik halus juga baik. Day perlu kesabaran untuk bisa mengejutkan ibu dan ayah dengan momen ajaibnya, yakni berdiri dan berjalan. Tak apa, karena banyak momen yang membahagiakan. Seperti Day pertama kali bilang "Ayah" sebagai kata pertamanya.

Bicara bagi Day mungkin bukan hal asing. Ayah dan ibu kerap membacakan buku atau mengajaknya bercakap-cakap. Day pun menyerap. Meski bukan ibu, kata pertamanya. Mendengar langsung kata "Ayah" dari Day sunggu keajaiban. Beruntung, ibu menjadi saksinya. Indah, ajaib, bahagianya. Lalu satu persatu kata muncul dan itu selalu menjadi momen menakjubkan. Yang paling ajaib adalah saat Day bisa melanjutkan nyanyian. Saya dan suami memang suka bernyanyi untuk Day, lagu anak-anak hingga lagu perjuangan, semua lagu Indonesia. "Cicak-cicak di dinding diam-diam merayap. Datang seekor nyamuk" "Hap", kata Day yang tiba-tiba melanjutkan. Beruntung, saya pun menjadi saksi momen menakjubkan ini.

Sekecil apa pun momen itu, akan terasa indah saat kita mengalaminya sendiri bersama anak. Terkejut, tersenyum, tertawa menyaksikan semua keajaiban. Saat Tuhan belum memberikan waktunya bagi anak saya untuk berdiri dan berjalan, terlalu banyak momen menakjubkan yang saya dan Day bisa nikmati bersama. Keadilan memang hanya milik-Nya. Beruntung, saya, ibu bekerja selalu punya kesempatan menyaksikan langsung momen ajaib itu.

Hadiya, sesuai namanya, Day memang menjadi pembimbing. Membimbing ibunya untuk selalu bersyukur atas setiap momen yang dibaginya langsung. Kini, saya hanya perlu bersabar untuk menanti momen istimewa lainnya. Saya sudah sering memimpikan Day berjalan. Hanya saja mungkin sekarang belum waktunya. Pada masanya yang indah, Day akan menunjukkan kemampuannya. Sekarang, putri saya tengah membimbing untuk selalu mensyukuri yang ada dan mengajak bersabar untuk menanti momen ajaib lainnya. Sambil berdoa, berusaha, berharap dengan bersemangat, akan indah pada waktunya nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun