Bagiku dan istriku, alam bukan sekadar tempat berpijak---ia adalah sahabat yang menyimpan sejuta pelajaran. Sejak awal pacaran, kami merasa memiliki kecerdasan naturalis. Maka, mengajak anak camping bukan sekadar hobi, tapi misi kecil: mengenalkan cinta alam sejak dini.
Dulu, di masa kecilku, camping adalah acara langka yang hanya hadir lewat kegiatan Pramuka. Sekali setahun, kalau kegiatan berjalan. Dan ketika akhirnya bisa ikut, rasanya seperti petualangan besar. Tidur di tenda dengan udara dingin pegunungan, makan dengan bekal seadanya, dan perjuangan mencari toilet di tengah gelap malam. Tak nyaman memang, tapi menyenangkan. Dan yang terpenting: berkesan.
Kini, kami ingin memberi versi petualangan itu kepada anak kami. Bukan dengan mendaki gunung atau masuk hutan, melainkan cukup dengan camping setengah hari di tepi sawah dan sungai dekat rumah. Ternyata, itu lebih dari cukup untuk menciptakan kenangan manis.
1. Menikmati Suara Alam
Pagi itu, ketika tenda baru saja berdiri, kami duduk bertiga di atas tikar kecil. Suara alam menyapa kami dengan iramanya yang khas. Burung berkicau dari kejauhan, angin menyusup di antara dedaunan, dan suara gemericik air dari irigasi menjadi latar belakang yang menenangkan.
"Alam itu hidup, Nak," kataku pelan. Anak kami mendengarkan seraya mengangguk. Di dunia tanpa bising kendaraan dan layar gawai, ia belajar bahwa keheningan bisa berbicara. Suara jangkrik, katak, bahkan detak jantung sendiri---semua menjadi pengalaman baru yang tak bisa ditemukan di YouTube.
2. Sarapan Sambil "Cuci Mata"
Kami memang tidak menginap, hanya camping setengah hari. Tapi suasananya seperti berlibur jauh dari rumah. Sambil sarapan, anak kami melihat beberapa anak usia SD memancing di saluran air. Ia menunjuk anggang-anggang yang meluncur di atas permukaan air. "Pa, itu laba-laba ya? Kok bisa jalan di air?"