"Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (Dikutip dari 2 Tesalonika 3:10) Â
Ayat ini begitu kuat maknanya. Bahkan, ibuku yang buta huruf pun mampu menghayatinya dengan fasih. "Harus tekun kerja biar bisa makan," katanya. Hidup tentu bukan hanya soal makan, tetapi tanpa bekerja, bagaimana bisa bertahan? Â
Istriku adalah perempuan paling hebat di rumah. Ya iyalah. Mengurus anak dan rumah saja sudah melelahkan, tapi dia masih sempat menjalankan usaha sampingan. Hebatnya lagi, dia bisa menaklukkan hatiku. Heyah... Â
Seminggu sebelumnya, ia sudah mengumumkan agenda weekend. Itu adalah akhir pekan terakhir sebelum libur panjang Lebaran. Tak hanya dia, aku juga punya kesibukan: mengajar les dan terlibat dalam kepanitiaan Paskah di gereja. Â
Kemudian, datang tawaran menarik. Seorang teman mengajak istriku berjualan di bazar sebuah bank pemerintah, sekalian dalam acara buka bersama. Rezeki tak boleh ditolak, bukan? Apalagi, stok buah di rumah sudah matang. Kalau tak dijual, bisa mubazir. Â
Tapi ada kendala. Persiapannya pasti ribet dan melelahkan. Belum lagi, aku punya tugas membagikan takjil bersama panitia gereja serta menghadiri buka puasa bersama warga RT---yang tempatnya persis di depan rumah kami. Pilihan makin rumit. Mungkin kami harus belajar jurus seribu bayangan. Â
Sebagai suami yang menyayangi istri, tentu aku mendukungnya---meskipun, jujur, belum maksimal. Aku juga masih belajar menyangkal diri. Tak selalu mudah mengutamakan istri di atas ego sendiri. Â
Sabtu pagi, istriku sudah berangkat ke pasar. Aku di rumah menjaga anak. Malam sebelumnya, ia sudah mulai mencicil pekerjaan. Siangnya, ia sibuk menyiapkan peralatan, meski sempat terhenti karena ada pertemuan kelompok kecil. Alhasil, pekerjaan berlanjut hingga lewat tengah malam. Aku membantu, tapi... dengan sedikit bersungut-sungut.
Berbagai varian minuman herbal, jus, milkshake, hingga keripik pisang siap dijual. Harapannya, laris manis. Namun, seperti bisa diduga, persiapan tak berjalan mulus. Hingga sore, istriku masih sibuk di dapur, meski sudah dibantu Mbah yang kebetulan datang. Â
Aku membantu mengantar sebagian barang ke lokasi bazar, lalu buru-buru pulang untuk mandi dan segera ke gereja. Sayangnya, saat tiba, teman-teman panitia sudah selesai membagikan takjil. Terlambat. Aku pun hanya sempat mengobrol sejenak di gereja sebelum kembali ke rumah untuk buka bersama warga. Istriku masih di bazar, untungnya ditemani adikku.Â