"Mengikuti Papa" ujar anakku sambil mengikuti gayaku duduk.Â
***
Guru itu artinya digugu lan ditiru. Namun, sejatinya sejak dari rumah orangtua adalah sosok yang lebih dulu ditiru anak. Apakah anak meniru hal yang baik dari orang tua, atau justru sebaliknya?
Suatu hari aku dan istri dibuat terkejut oleh ucapan anak, "mengikuti Papa," sambil ia menirukan gayaku duduk dengan menyilangkan salah satu kaki. Waktu itu aku sedang mengobrol dengan istri. Kok bisa, anak tiga tahun meniru orang tua, bahkan dari gaya duduknya.
Esok harinya kulihat story WA temanku, berupa foto anak (cowok) dan suaminya, kutipannya juga sama, anaknya itu menirukan gaya papanya yang sedang menerima panggilan telepon. Rupanya, ini menjadi natur anak yakni meniru. Terlebih anak cowok, meniru tingkah bapaknya. Perhatikan ya, Bapak-Bapak. Hidupmu ditiru anak!
Anakku seharian di rumah bersama istriku. Praktis, lebih banyak hal yang anakku tiru dari istriku. Saat memasak, mengaduk adonan, menyiram tanaman hingga menyapu.
Bahayanya, kalau aku dan istri pas tidak sengaja berdebat lalu keluar nada tinggi. Anak kami langsung menirunya. Padahal, nada tinggi tak selalu berarti marah. Jadi, kalau bertingkah secara salah di depan anak bahaya, bukan?
Mengeksplorasi lingkungan sekitar
Aku senang dan bersyukur, bukan karena semua kebutuhan anak dipenuhi dengan barang-barang mewah. Mainan mahal, gadget terbaru, pakaian mewah. Jalan-jalan ke luar angkasa (eh?), lalu diunggah di medsos. Tidak. Selain anak kami lebih sering mendapat pemberian dari orang, uangnya tak ada, hehe. Syukur kami karena anak bisa mengeksplorasi lingkungan sekitar.
Berinteraksi dengan hewan, pepohonan, tanah, batu, pasir, air di kali, serta sawah. Selain bisa mengasah jiwa naturalis pada anak, bisa membuat anak makin kreatif, berani, dan memiliki imajinasi.