Pengalamanku ini sekaligus mengonfirmasi komentar di salah satu artikelku sebelumnya. Bahwa jika aku tidak puasa, lalu bertamu ke rumah orang yang berpuasa, masa si tuan rumah harus menyuguhkan minuman/ kudapan bagiku? Di luar kondisi bahwa aku di rumah Pakde, si tuan rumah menjamuku juga. Pas juga waktu menjelang berbuka.
Padahal jika mau, Pakde dan keluarganya punya cukup alasan untuk tidak menyuguhkan hidangan dan mempersilahkan kami duduk. Mereka harus mandi, beberes, segera berbuka dan sholat. Tapi, toleransinya terjadi di sisi sebaliknya. Mereka yang berpuasa, tapi mereka yang memaklumi kami yang tidak berpuasa.
Timbul pertanyaan, jika aku tidak mengajak si bayi, akankah Pakde dan keluarganya menyuguhkan kami kolak? Hampir pasti tidak. Kenapa? Begini, aku bisa saja pergi sendiri, istri tetap di rumah menjaga si bayi.
Aku bisa menyelesaikan urusanku dengan cepat, sehingga tidak mepet ke jam buka. Jadi Pakde tidak perlu mempersilahkan aku masuk. Aku bisa pulang sesegera setelah selesai. Jadi si bayi adalah faktor penentunya? Silahkan direnungkan pribadi.
Sebagai penutup, aku mengucapkan terima kasih kepada Pakde dan keluarga. Juga mengapresiasi anda, yang harus mengalami banyak tantangan (harus lebih bertoleransi kepada orang lain, kerabat mungkin) saat menjalankan puasa. Kiranya setiap ibadah kita menjadi berkah bagi sesama dan memuliakan Allah. --KRAISWAN