Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dikit-dikit Suka Lapor Kerabat Polisi-TNI, Tanda Makhluk Lemah

30 November 2021   12:01 Diperbarui: 30 November 2021   14:06 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi polisi dan TNI | foto: Antara/Teresia May via beritasatu.com - Anadolu Agency/Anton Raharjo – olah gambar: KRAISWAN

Seorang perempuan muda memaki dan berkata kasar kepada seorang ibu dan anaknya lelaki muda di Bandara Soetta. Pongah, si perempuan mengklaim ayahnya jenderal bintang tiga. Apes, lelaki muda itu seorang anggota DPR.

Kasus lain. Seorang anggota TNI baku hantam dengan dua anggota polisi. Sebabnya, seorang pengendara motor melanggar lalu lintas, dan ditilang. Tak terima ditilang, si pengendara menelpon keluarganya, anggota TNI. Terjadilah pertukaran bogem. Videonya viral di medsos. Arogan. Tak terhormat.

Memangnya, kalau bapakmu jenderal bintang tiga mulutmu asal memaki seenak udelmu? Kalau kerabatmu anggota TNI, kau tidak boleh ditilang padahal melanggar lalu lintas?

Menurutku, orang yang dikit-dikit suka lapor pada kerabat yang berpangkat (Polisi atau TNI) adalah makhluk lemah! Tak bisa mengurus masalah sendiri.

Kita hidup di negara hukum. Ada aturan dan undang-undang yang mengatur. Kalau melanggar aturan, ya kena sanksi. Kalau ndak mau kena sanksi, ya jangan melanggar. Anak SD saja tahu. Situ yang suka lapor-lapor pernah SD ndak?

Kaum pragmatis: suka melawan dan mencari aman

Biasanya, tipe orang pragmatis adalah suka melawan aturan. Atau mau patuh hanya pada aturan versinya sendiri. Ah, cuma ke pasar kok, tidak usah memakai helm. Atau, ah, kan cuma dekat di situ, melawan arah tak apa-apa. Kalau ditilang polisi, biar aman lapor kerabat polisi atau TNI. Menambah masalah dengan masalah. Situ kompetitornya pegadaian?

Aku heran juga dengan kerabat yang diberi laporan. Aku tak peduli, pangkatnya apa, bintang berapa. Harusnya bisa membedakan fungsi jabatan dengan urusan pribadi. Kalau ada saudara yang melanggar, ya biarkan kena sanksi. Jangan semaunya sendiri. Macam tidak punya kerjaan, harus berantem untuk membela/ melindungi orang yang salah.

Akan beda cerita jika begini, misalnya. Seorang murid SMA pulang sekolah jalan kaki, tiba-tiba dia dikeroyok sepuluh orang temannya hanya karena beda idola K-POP. Badannya babak belur, mukanya benyok. Tidak terima, anak ini melapor pada tetangganya, anggota TNI, agar memberi pelajaran pada sepuluh orang teman yang berseberangan idola K-POP itu.

Meski aksi melapor itu tidak sepenuhnya dibenarkan, tapi agak masuk akal. Karena dianiaya secara fisik, dia melapor agar impas dan sekaligus diberi pelajaran. Itu logis. Lha, ini ketilang kok malah lapor kerabat. Sudah begitu, yang berantem kerabatnya lagi. Di mana martabatnya sebagai prajurit pembela tanah air?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun