Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jadi Guru itu Berat, Kamu tak Akan Kuat (2)

2 Maret 2020   07:59 Diperbarui: 2 Maret 2020   09:42 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua Orang bisa Mengajar, Mendidik belum Tentu

Mengajar berarti memberi pelajaran atau keterampilan tertentu. Seseorang bisa belajar dari pengayuh becak, tukang bangungan, pedagang pasar, petani, penjual sayur keliling, bahkan juru parkir. Ajaklah mereka berdiskusi, tanyakan sesuatu; maka ilmu didapat. Mereka bisa mengajar. Namun, mendidik?

Guru dipercaya mendidik seseorang agar menjadi lebih mandiri, lebih cakap berbicara, lebih kritis dan bermacam kelebihan lain yang orang tua harapkan. Beberapa orang tua justru angkat tangan atas tingkah anaknya.

Mendidik pun tidak mudah. Harus telaten mengulang-ulang kebiasaan baik kepada murid. Ada murid yang (nakal) sekali ditegur langsung tobat, ada juga yang sampai lulus tak berkurang nakalnya. Jika sampai yang nakal ini bisa lulus, bukankah dedikasi dan keteguhan guru memegang peran kunci?

Mendidik berarti mengajarkan disiplin dan tanggung jawab. Banyak manusia Indonesia tak mau disiplin. Aturan dibuat untuk dilanggar. Berkendara tanpa helm (boro-boro punya SIM), marka tidak putus diterjang, lampu merah tetap jalan, mau belok tidak menyalakan lampu sein (atau menyalakan sein tetap melaju tak belok-belok). Asal pancal.

Demikian halnya murid sekolah. Sudah tahu ada upacara, tidak membawa topi-dasi merah. Sudah tahu besok ujian, malamnya, atau subuh beberapa jam sebelumnya baru mati-matian menghafal.

Di sekolah tempat saya sekarang mengajar beberapa murid (kebanyakan laki-laki) tidak membawa perlengkapan belajar: pensil, buku paket, summary (ringkasan materi), baju olahraga, maupun snack (Tidak ada kantin di sekolah kami. Para murid diwajibkan membawa bekal dari rumah). Akarnya satu: mama atau mbak (panggilan untuk helper) lupa menyiapkan. Kelas 5 lho, pelakunya.

Kami tak bosan cerewet mengajarkan tanggung jawab pada barang-barang pribadi. Namun, jika ternyata di rumah segala kebutuhan anak disiapkan, makan tinggal menunggu di meja makan; malah bertentangan dengan budaya disiplin di sekolah. Tidak salah punya helper, atau saking sayangnya mama kepada anak, semua disiapkan. Jika demikian, orang tua membentuk anaknya tidak mandiri. Bahkan ada kejadian murid kelas 3 tidak bisa makan sendiri. Rasa sayang yang salah tempat.

Seorang murid pria adalah anak dari orang tua pebisnis yang sibuk. Si anak hanya bertatap muka saat bangun pagi. Orang tuanya baru pulang saat dia sudah lelap. Anak ini belum bisa mandiri. Tidak bisa bertanggung jawab pada barang-barang pribadi, sering terlambat mengumpulkan tugas, tali sepatu sering terlepas-terinjak, dan...bajunya jamuran (!) karena anak ini gampang berkeringat. Saya fotokan bajunya, saya kirim kepada orang tuanya. Saya khawatir orang tua macam ini bahkan tidak tahu kalau baju anaknya jamuran. (Saat komunikasikan dengan orang tuanya, alih-alih mencari strategi menghadapi keringat, orang tua itu berujar "Anak kami memang lincah dan enerjik" OK. Seragam jamuran kok bangga.) Anak ini kesulitan mengikuti pelajaran, apalagi jika masuk kelas berkeringat. Pada beberapa mapel nilainya tidak tuntas dan terancam tidak naik kelas. Ayahnya: Saya bilang dia supaya melakukan semuanya sendiri. Saya tidak ingin memanjakan dia, jika dia ingin berhasil harus berusaha maksimal. Dia mau les, saya daftarkan. Minta dibelikan mainan mahal, saya turuti. Tapi tetap tidak bisa menunjukkan prestasi. Oh. Tinggi tuntutan, alpa keteladanan. Disiplin vs Biarin.  

Anak perlu teladan. Jika hanya didikte, dituntut, mana mungkin bisa melakukan.

pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun