Mohon tunggu...
Wans Sabang
Wans Sabang Mohon Tunggu... Administrasi - anak hilang

Jejak Literasi: Puisi-puisinya pernah dimuat di Koran Sastra Dinamika (Lampung), Radar Bekasi (Bekasi), Buletin Jejak (Majalah Sastra, Bekasi), Buletin Kanal (Majalah Sastra, Semarang) dan Linikini (Tayangan Macro Ad di Commuterline), Koran Jawa Pos dan Koran Tempo.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Merpati Ingkar Janji ? (# 1)

9 Oktober 2010   06:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:35 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Merpati Ingkar Janji ? (# 1)

Merpati adalah putri bungsu raja negri kayangan. Merpati yang cantik, ramah, lemah lembut tutur katanya dan baik hati paling di sayang dan dimanja oleh kedua orang tuanya hingga menimbulkan kecemburuan diantara saudara-saudaranya terutama Gagak, kakak sulungnya.

Rasa keingin tahuan Merpati tentang kehidupan manusia menimbulkan hasratnya yang tinggi untuk sering turun ke bumi.

Suatu hari ditemani, Pipit seorang dayang setianya, Merpati pun turun ke bumi. Banyak kejadian menggelikan yang mereka alami, karena ketidaktahuan mereka pada cara hidup manusia. Seperti misalnya ketika bertemu dengan dua nenek-nenek pengemis, mereka mengira seperti itulah penampilan manusia di bumi. Dengan kekuatan saktinya, Merpati dan Pipitdapat bertukar baju dengan pengemis itu hanya dengan sekali tunjuk, sim sala bim !.

Alhasil kedua dewi cantik dari kayangan itu kelihatan seperti gembel, sedangkan dua nenek-nenek pengemis itu girang seperti kejatuhan bulan melihat penampilan baru mereka yang seperti Cinderella.

Karena ketidaktahuan mereka pula, Merpati dan Pipit nyaris dihakimi massa karena makan di warteg tidak bayar, mereka tidak punya uang dan mereka memang tidak mengenal yang namanya uang. Keduanya lari tunggang langgang dikejar massa.

“Tuan Putri ... Tuan Putri !.” Dengan napas tersengal-sengal karena berlari Pipit memanggil Merpati, “Tuan Putriiii ...sudah dong!, berhenti dulu, saya sudah tidak kuat lagi lari !.” Teriak Pipit.

“Apa ?, berhenti ?, kamu mau di pukuli orang-orang itu ?.” Teriak Merpati panik.

“Tuan Puteri ini, gimana sih ?, kita ini kan dewi kayangan kenapa kita mesti lari ?, kenapa tidak kita gunakan sihir saja biar kita menghilang dan orang-orang itu tidak bisa mengejar kita lagi.” Jawab Pipit kepada Tuan Puterinya.

“Oh, iya ... kok aku bisa lupa sih ?.” Sahut Merpati kebingungan.

“Cuma Tuhan yang tidak bisa lupa, Tuan Puteri !.” Jawab Pipit santai.

Woooiiii, woooohhhh, wooooiii, wooooohhh, maliiiiiiinngg, mallliiing, gebukin!, pukulin, telanjangin gembel itu ! ... (suara crowdid massa yang mengejar Merpati dan Pipit terdengar semakin mendekat).

Selagi Merpati dan Pipit masih berdebat, tiba-tiba saja kerumunan massa yang tadi mengejar mereka sudah ada di depan mereka. Nampak terlihat wajah-wajah marah dan beringas memelototi mereka. Ada yang membawa kentongan, banyak yang membawa kayu pemukul, aneh, ada juga yang membawa panci (kira-kira untuk apa ya orang itu membawa panci ?, cuma dia dan Tuhan saja yang tahu).

“Cepat baca mantra itu, Tuan Puteri !.” Bisik Pipit panik.

“I ... i ... iya, ini juga mau di baca.” Jawab Tuan Puteri gugup. Setelah berkonsentrasi sebentar dan mulutnya mulai komat-kamit, “Sim sala ... .:”

“Wooiiii!, apa-apaan ini?.” Tiba-tiba saja teriakan seorang pemuda ganteng memotongmantera Merpati. Dan Merpati dan Pipit pun bengong menatap pemuda ganteng itu.

Pemuda ganteng itu berdiri di depan Merpati dan Pipit.

“Kalian ini apa-apaan sih?.” Pemuda itu berteriak lantang kepada kerumunan massa.

“Gembel-gembel ini makan di warteg saya gak bayar, Bang !.” Teriak pemilik warteg kepada pemuda itu.

“Berapa sih yang mereka curi?.” Tanya Pemuda itu lagi, “Nyampe 1 milyar?.”

“Huuuuuhhhh.” Teriakan massa menjawab pertanyaan Pemuda itu. Terdengar bisik-bisik gaduh diantara kerumunan massa tapi tak ada yang berani menjawab.

“Gak nyampe 1 milyar, Bang !.” Teriak pemilik warteg memberanikan diri. “Neng yang ini (sambil menunjuk Pipit), nasi putih 1, pake semur jengkol sama tempe, minum nya es teh manis, biarlah sambel nya gratis jadi tujuh ribu lima ratus, kalau Neng yang imi (sambil menunjuk Merpati), nasi putih 1, sayur asem sama lalap pete, minum nya es teh manis juga, samain aja deh tujuh ribu lima ratus juga, jadi semua nya lima belas ribu perak!.” Jawab pemilik warung menjelaskan kepada Pemuda itu.

“Huh, dasar binatang kalian semua!.” Teriak pemuda itu garang. “Orang yang cuma mencuri lima belas ribu saja sudah mau kalian gebukin, kalian bunuh !, sedangkan pejabat-pejabat kita yang mencuri milyaran bahkan triliunan rupiah uang rakyat, kalian diamin saja, tidak kalian gebukin dan kalian dibunuh!, kenapa?.”

Kerumunan massa yang tadi nya beringas, nyali nya menjadi ciut melihat keberanian pemuda itu.

“Ayo, jawab !.” Teriak Pemuda itu lagi dengan percaya diri. “Dasar binatang kalian semua, berani nya sama orang yang lemah saja !.”

Satu persatu massa mulai membubarkan diri.

“Ini, dua puluh ribu, saya bayar apa yang sudah mereka makan !.” Teriak pemuda itu kepada pemilik warteg.

Dengan ketakutan, Pemilik Warteg pun mengambil uang itu. Kemudian pemilik warteg pun dengan tergesa merogoh-rogoh kantong celana nya mncari uang kembalian.

“Ini, Bang ... uang kembali nya !.” Sahut pemilik warteg.

Pemuda itu pun mengambil uang sisa kembalian dari si pemilik warteg.

Merpati dan Pipit hanya bengong dan bingung melihat kejadian yang baru saja terjadi di hadapannya, mereka benar-benar tidak mengerti karena di negri kayangan sana tidak pernah terjadi hal seperti itu.

Pemuda ganteng itu menghampiri Merpati dan Pipit. Setelah dekat, pemuda itu tertegun beberapa saat memperhatikan Merpati dan Pipit dari ujung rambut sampai ujung kaki. Duh, Sayang sekali, cantik-catik kok pakaiannya gembel?. Bisik pemuda itu dalam hati. Aneh?, kok ada ya pengemis yang cantik-cantik seperti ini?. Bisik nya lagi dalam hati sambil senyum-senyum.

“Terima kasih, pangeran ...kalau tidak ada pangeran, kami tidak tahu apa yang akan terjadi pada diri kami ....” Sahut Pipit sambil membungkukkan badannya.

“Hehehehe ... pangeran?.” Sahut pemuda itu bingung. “Nama saya Aril, bukan pangeran !.” Sambil Aril mengulurkan tangannya kepada Merpati dan Pipit. “Oh, iya nama kalian ..?”

“Saya Tari dan ini Luna !.” Secepat kilat Pipit menjawabnya untuk menutupi identitas diri yang sebenarnya.

Singkat cerita, mereka pun akhirnya berkenalan. Untuk mengetahui kelanjutan cerita ini silahkan membaca : Merpati Ingkar Janji ? (# 2)

Gunung Jaha, Bogor 1 Oktober 2010

Wans Sabang

Ilustrasi Gambar : Ciung tips.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun