Mohon tunggu...
Wawan Kuswandoro
Wawan Kuswandoro Mohon Tunggu... -

Pegiat Diskusi Publik "Wacana Kita", Peminat Politik Lokal, Rekayasa Politik & Human Factors

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nikahsirri.com: Problem Pelembagaan Dalam Wacana Modernitas

1 Oktober 2017   16:38 Diperbarui: 2 Oktober 2017   07:45 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi nikahsirri.com ini diambil dari blog http://widiynews.com

Bentuk-bentuk pelembagaan semacam agensi berbasis website, mungkin akan lebih elok jika berbentuk agensi pertemanan online tanpa masuk ke ranah hubungan yang lebih serius dan intim. Jika mereka yang "bertemu" di dunia maya ingin membina hubungan lebih lanjut, apapun itu, itu di luar tanggungjawab percetakan.. eh, agensi, atau itu merupakan tanggungjawab penumpang... Bentuk semacam ini telah banyak, umumnya gratis. Jika ingin dilakukan secara berbayar, biaya harus sebanding dengan produk yang disajikan, misalnya informasi atau pengetahuan tentang pertemanan, relasi antar personal, tip dan trik, rahasia merayu wanita, untaian kalimat sakti penakhluk wanita, hipno-rayuan: 100 kalimat 100 kena, tips membina rumahtangga bahagia tanpa selingkuh, mengatasi kebosanan pasangan, senam awet muda bagi pasutri, dsb yang bisa dikemas dalam bentuk e-bookatau video berbayar. Banyak informasi menarik dan layak jual yang bisa ditawarkan kepada pembeli tertarget yang "dijaring" dengan modus pertemanan biasa. Jika menarik dan bermanfaat, orang pasti mau datang dan beli. Modus ini lebih aman.

Modus kedua, sedikit lebih berani, yaitu berbentuk situs berkonsep "biro jodoh" dengan dilengkapi fitur-fitur jualan produk yang diperlukan dalam relasi antar personal, asmara, dsb seperti contoh modus pertama. Modus ketiga, konsep biro jodoh yang lebih lengkap, bisa saja menyediakan fasilitas mempertemukan anggota yang berminat, dengan persyaratan tertentu, dengan cara tertentu yang layak dan dapat diterima, namun tidak bertabrakan dengan nilai kepatutan umum, sebaiknya tidak berlabel semacam atau sejenis "nikah sirri". 

Memfasilitasi aktivitas perkenalan dan pernikahan, dengan memanfaatkan fasilitas online saya rasa baik. Perkembangan dan dinamika sosial sangat memungkinkan untuk ini. Hanya saja, belajarlah dari pengalaman situs nikahsirri.com. Jangan ulangi kesalahannya, namun konsep yang ditemukan adalah konsep inovatif, bisa dijadikan bahan belajar. Wacana modernitas yang diusung situs ini dengan lompatan budaya yang ndak nyambung itu, tetaplah sebuah subjek yang menarik untuk dikaji. 

Dan jika ada yang teride atau  terinspirasi untuk membuat layanan serupa nikahsirri.com namun tidak mengulangi kesalahan nikahsirri.com misalnya membuat agensi layanan pertemanan atau perjodohan berbasis website atau online, saya rasa baik pula. Konsep perjumpaan atau perjodohannya boleh sama, tetapi jangan nikah sirri, sebaiknya nikah tercatat saja. Mungkin ini bisa membantu para penghulu, para modin di desa. Kurangi sekat-sekat fisikal dan demografi untuk mendekatkan anak-anak manusia dengan ikatan pernikahan sah tanpa mencederai nilai kepatutan sosial. Karena dunia terus berkembang tanpa bisa ditahan.

Dan jangan lupakan si pemilik ide ya.. mas AW yang lagi meringkuk di tahanan... Sedikit royalti untuk dia juga merupakan bagian dari "nilai kepatutan sosial". Jika tidak pun, siapa yang bakal mampu melarang dan menahan orang semacam AW untuk membuat agensi online serupa yang jauh lebih canggih dan aman? Bukan tidak mungkin, kontemplasinya selama ia ditahan, akan makin membuat pemikiran kreatif-liarnya melejit tak terkejar. Jangan-jangan ia akan makin bersemangat: "...kalian boleh memenjarakan tubuh saya, tapi jangan mimpi bisa memenjarakan pikiran saya..". Nah loh... Atau, ada skenario lain? ***

Wawan Kuswandoro

www.wKuswandoro.com

www.MiracleWays.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun