Mohon tunggu...
Wahyu Aning Tias
Wahyu Aning Tias Mohon Tunggu... Freelancer - orang biasa yang menulis karena kepengen

Terimakasih Marx, Kafka, Dostoyevski, Chekov, Camus, Murakami, Coelho, Rumi Dari kalian mengalir kefasihan bertutur dan kebijaksanaan dalam diam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pulang, Terulang

17 April 2021   15:58 Diperbarui: 17 April 2021   16:00 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di dalam kamar, nampak Saroh tergeletak lemah dengan selang infus dan monitor mengelilingi tubuhnya. Agnes mendekat dan menggenggam tangan putrinya erat, matanya berkaca-kaca melihat putrinya tergolek lemah dan kesakitan.

"Mama bisa bantu apa buat meringankan sakitmu, Saroh?" tanyanya perlahan. Saroh tersenyum, "Nggak ada, Mam. Mama sudah banyak bantu Saroh dan anak-anak..." Saroh berhenti bicara, dia kelelahan dan seperti sedikit kesulitan bernafas. "Terima kasih." begitu ucapnya lagi lirih, airmatanya berlinang. Kedua wanita itu kini saling berhadapan dan menangis.

Agnes menyeka airmatanya, lalu bertanya "Itu yang berdiri di luar itu ..." belum sempat Agnes melanjutkan ucapannya, Saroh mengangguk seperti mengerti apa yang hendak dia katakan.

Empat puluh tahun lebih, Agnes berusaha menenggelamkan dirinya dalam kesibukan dan berhenti memikirkan Koko dan sekarang dia sudah menjadi seorang pria dewasa. Walaupun Agnes dan Saroh acapkali bertemu, tetapi Agnes tidak pernah menjumpai Koko. Agnes hanya mendengar kabar Koko dari cerita ibu dan beberapa saudara kandungnya. Mereka seperti tidak memahami Agnes, atau mungkin karena Agnes adalah sang nenek, tidak ada yang pernah menyangka begitu besar rasa sayangnya pada sang cucu yang sudah dia anggap seperti anaknya sendiri.

"Kamu ngerti aku ini siapa?"

Koko menggeleng saja seperti orang ling-lung. "Memangnya Ibu siapanya emak saya?" dia malah balik bertanya seperti orang sotoy saja. Geli juga Agnes sebenarnya, tetapi dia memilih menjaga citra diri di hadapan Koko yang sudah menjadi dewasa sekarang. Namun, diam-diam Agnes masih menganggapnya seperti balita empat tahun. Pikirannya kembali mengembara ke masa itu.

"Panggil aku Mami. Aku sebenarnya mami kamu, dulu." Koko hampir pingsan dibuatnya. Tak lama kemudian, Koko benar-benar pingsan.

Koko terbangun dan terkejut saat menyadari dirinya terbaring di ranjang dengan pemandangan serba putih, apa aku meninggal, pikirnya. Dia lantas melihat sosok wanita yang membuatnya mengingat terakhir kali sebelum dia tidak sadarkan diri.

Wanita itu dengan asyik mengupas kulit jeruk dan memakannya sendiri.

"Kata dokter, kamu pingsan karena sakit thypus. Kamu istirahat aja, ini jeruk kamu belum boleh makan ya, jadi ini untuk Mami." katanya sembari mengunyah.

"Terserah ibu eh, mami deh."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun