Mohon tunggu...
Wahyu Aning Tias
Wahyu Aning Tias Mohon Tunggu... Freelancer - orang biasa yang menulis karena kepengen

Terimakasih Marx, Kafka, Dostoyevski, Chekov, Camus, Murakami, Coelho, Rumi Dari kalian mengalir kefasihan bertutur dan kebijaksanaan dalam diam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pulang, Terulang

17 April 2021   15:58 Diperbarui: 17 April 2021   16:00 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Abah, kami bermaksud menjemput Koko pulang ke Kediri." begitu kata Soleh, sang menantu, di suatu pagi yang lengang di hari Minggu. Agnes ingat sekali waktu itu karena Koko baru saja belajar mengendarai sepeda roda tiga bersamanya di gang depan rumah.

"Buat apa pulang ke Kediri?" Rozak menimpali menantunya dengan pertanyaan. Dia tak begitu suka dengan Soleh, bagi Rozak, menantunya ini tak sesuai dengan harapannya. Hanya guru ngaji pondok yang penghasilannya tak tentu dan berpenampilan terlalu sederhana alias lusuh. Sementara putrinya yang entah terkena sihir apa, terpikat dengan kesolehan Soleh, dan rela membanting tulang berdagang apa saja di pasar demi memberi makan keluarganya. Rozak membenci kenyataan bahwa kehidupan putri kesayangannya begitu pahit, namun dia begitu tegar dan tidak punya niatan untuk meninggalkan Soleh sama sekali.

Sebenarnya Maisaroh sudah menelepon ayahnya sekitar seminggu lalu untuk memberi kabar bahwa dia dan suaminya berniat untuk menjemput Koko dan membawanya pulang untuk berkumpul kembali bersama saudara-saudaranya yang lain.

"Koko itu dari bayi sampe jalan sampe sekarang belajar naik sepeda sama aku, Saroh. Sama ibu kamu juga, ibumu itu sangat sayang sama Koko." ucap Rozak dengan nada setengah berbisik tetapi penuh tekanan saat bercakap dengan Saroh di telepon. Agnes tak sengaja mendengar saat dia hendak ke dapur hendak menyiapkan susu untuk Koko. Dunia Agnes kembali berputar cepat. Dia bergegas meyiapkan susu dan kembali ke kamar dan menguncinya. Di kamar diapun memeluk Koko erat dan menangis terisak.

Agnes menciumi Koko, dia membawakan banyak kudapan kesukaan Koko, kue keranjang adalah salah satunya. "Koko suka kue keranjang, walaupun yang dimakan lebih sedikit dari yang diacak-acak." kata Agnes pada Saroh. Dia berusaha untuk terlihat tegar, meskipun nada bicaranya sedikit bergetar. Pahit, dimana dia harus kehilangan bayi mungilnya, dan dia harus menghadapi malam-malam berikutnya yang dingin tanpa kehangatan bayi mungilnya. Sampai kapanpun, Agnes akan menganggap Koko demikian.

Pesawat mendarat lembut di landasan bandara Changi. Agnes memilih untuk keluar paling akhir.

"Pap, kenapa Saroh tidak pernah kirim kabar Koko ke kita?"

Rozak tidak berbicara, dia peluk istrinya erat lalu mengecup keningnya, "Aku berniat membangun bisnis disini. Kita akan tinggal disini cukup lama, cukup lama untuk membantu kamu lupa sama Koko. Ingatlah bahwa kita selalu mencintai Koko dimanapun dia berada dan bagaimanapun keadaannya. Kita doakan saja yang terbaik untuk Koko dan melanjutkan hidup kita."

Rumah Sakit Fatmawati begitu megah kelihatannya, tetapi warnanya tetap pucat dan muram. Banyak keluarga pasien dan pasien berlalu-lalang, keluar masuk gedung. Tidak ada yang ceria, hampir semuanya muram dan beku. Agnes baru saja turun dari mobil dengan dibantu asistennya. Dia melangkah masuk mengikuti lorong-lorong yang menyambutnya dingin. Keempat ajudannya berdiri di kanan kirinya, seperti hendak merelakan nyawanya demi keselamatan sang Nyonya Besar. Mereka akhirnya sampai di satu kamar yang mewah, tapi bagaimanapun Rumah Sakit tak pernah bisa membuat siapapun senang berlama-lama di dalamnya. Agnes melihat beberapa orang berkumpul di dekat pintu masuk, dan dia seperti mengenali salah satu diantara mereka.

"Ah, mungkin hanya perasaanku saja...atau sebaiknya aku tanyakan pada Saroh nanti." begitu bisiknya dalam hati.

Satu per satu orang-orang itu mencium tangannya, sampai pada satu orang yang dia seperti sangat mengenalnya namun dia memilih tak bergeming.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun