Mohon tunggu...
Wandy Idoy
Wandy Idoy Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa FKIP PPKn Universitas Pamulang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Wartawan, Youtuber, Pebisnis, Mahasiswa, I Channel Youtube : Wandy idoy l Follow Instagram : @wandy.idoy

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RKUHP untuk Kepentingan Siapa? Semua Bisa Kena

2 Juli 2022   22:48 Diperbarui: 2 Juli 2022   23:06 2673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sempat ramai ditolak pada 2019 kembali diperbincangkan karena pemerintah menargetkan untuk mengesahkannya bulan Juli 2022. Pemerintah dan DPR akan melanjutkan pembahasan RKUHP yang sempat terhenti. Saat itu, RKUHP sudah disetujui di tingkat pertama dan siap disahkan pada rapat paripurna, namun ditunda karena masifnya penolakan dari berbagai elemen masyarakat.

Pengesahan ini terkesan terburu-buru dan tidak transparan karena pemerintah belum memberi perkembangan terbaru draf RKUHP. Sejak 2019, pemerintah sudah melakukan sosialisasi ke masyarakat, namun belum mempertimbangkan masukan substantif dari partisipasi aktif dan bermakna oleh masyarakat terkait revisi draf RKUHP tersebut.

Sampai sekarang, draf terbaru dari RKUHP tetap tidak dibuka ke publik walaupun sudah banyak desakan dari masyarakat. Padahal, transparansi revisi aturan pidana sangat penting karena bisa berdampak pada hak asasi masyarakat. Apalagi beberapa pasal di RKUHP mengancam ruang kebebasan sipil yang akhir-akhir ini semakin menunjukkan penyempitan dengan banyaknya kriminalisasi terhadap pembela HAM, aktivis, bahkan masyarakat umum yang menyuarakan pendapatnya.

Perkembangan Revisi KUHP

Pada 18 September 2019, pemerintah dan DPR RI telah menyepakati RKUHP dalam Pembahasan Tingkat I untuk dibahas dalam Pembahasan Tingkat II, yakni pengambilan keputusan di Rapat Paripurna. Substansi RKUHP yang dianggap bermasalah menyebabkan masyarakat turun ke jalan untuk aksi pada 23 sampai 30 September 2019. Aksi berlangsung di berbagai kota besar di Indonesia seperti Malang, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, Palembang, Medan, Semarang, Bandung, Denpasar, Kendari, Tarakan, Samarinda, Banda Aceh, dan Palu. Akhirnya, pada 26 September 2019, pemerintah menunda pembahasan RKUHP pada Pembahasan Tingkat II.

Sekarang, RKUHP masuk Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas 2022 berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat RI Nomor 8/DPR RI/2021-2022. RKUHP direncanakan akan diselesaikan pada Masa Sidang ke-V DPR RI tahun 2022.

Semua Bisa Kena

Ada beberapa pasal dalam RKUHP yang punya potensi multitafsir dan jadi pasal karet yang bisa mengancam ruang kebebasan sipil yang semakin menyempit. Pasal-pasal tersebut berpotensi:

Membungkam kebebasan sipil, kebebasan berekspresi dan berpendapat, kebebasan pers dengan adanya:

  • Pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 218 dan 219)
  • Pasal penghinaan terhadap pemerintah yang sah (Pasal 240 dan Pasal 241)
  • Pasal tentang penyiaran berita bohong (Pasal 262)
  • Pasal tentang penyelenggaran aksi tanpa pemberitahuan lebih dahulu (Pasal 273)
  • Pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 353 dan 354)
  • Pasal tentang pencemaran nama baik (Pasal 439)
  • Pasal tentang pencemaran orang mati (Pasal 446).

Pasal-pasal tersebut berpotensi membatasi hak untuk berekspresi dan berpendapat, serta rentan disalahgunakan untuk merepresi pihak yang kritis terhadap pemerintah. Padahal, hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat telah dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa: "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat", Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.

Selain itu, draf RKUHP mengatur total 1.251 perbuatan pidana, dan 1.198 diantaranya diancam dengan pidana penjara. Jumlah tersebut sangat berpotensi membuat penjara semakin menumpuk. Ketentuan dalam RKUHP dapat membuat masyarakat terancam dipidana dan dipenjara hanya karena menggunakan hak atas kebebasan berekspresi atau kebebasan berpendapat.

Kita Punya Hak

Kita punya hak untuk berpartisipasi dalam aturan hukum dan kebijakan yang bisa mempengaruhi hak asasi kita. Hak ini dijamin dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang disahkan PBB pada 16 Desember 1966 dan diratifikasi oleh Indonesia pada 28 Oktober 2005 melalui UU No12/2005. Pasal 25 (a) ICCPR menyatakan bahwa kita berhak ikut serta dalam pelaksanaan urusan publik , baik secara langsung ataupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas. Penjelasan mengenai hak tersebut juga diperkuat melalui komentar umum No. 25 terhadap Pasal 25 (a) ICCPR. Selain itu, hak kita juga dijamin dalam UU Nomor 12 Tahun 2011tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 96 UU No. 12/2011 telah mengatur hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yang isinya:

1. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

2. Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:

  • rapat dengar pendapat umum;
  • kunjungan kerja;
  • sosialisasi; dan/atau
  • seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.

3. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan.

4. Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Tidak dibukanya draf terbaru RKUHP jelas mencederai semangat transparansi kebijakan publik ke masyarakat sebagai pihak yang akan menjadi subjek hukum. Mengingat pada 2019 draf RKUHP sangat tidak disetujui oleh masyarakat sehingga menimbulkan protes besar, tanpa dibukanya draf terbaru RKUHP maka publik tidak akan tahu apakah pasal-pasal bermasalah tersebut sudah direvisi sesuai dengan aspirasi publik ataukah belum? Ini jelas bentuk pengabaian suara masyarakat oleh pemerintah dan DPR.

Suwandi (211011500133) 02PPKE002

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun