"kamu---"
Ucap kami bersamaan, hening setelahnya. Aku merutuki diri untuk membuka suara, sungguh itu tidak membantu. Merusak keadaan.
"Kamu mau ngomong apa?" Tanyanya menyuruhku untuk melanjutkan ucapanku tadi.
"Hmm itu, Kak Nanda suka bau yang tajam ya?"
Aku melihat Kak Nanda terkejut dengan pertanyaanku tadi, bodoh. Kau bodoh Bella. Berhentilah berpikir untuk melanjutkan misteri itu.
"Aku suka wewangian hanya saja tidak yang tajam juga, aku lebih suka yang manis dan lembut."
"Tapi bau dari sapu tangannya cukup tajam."
"Haa, mungkin saat aku berangkat tadi dikasih parfumnya bokap sama nyokap, makanya baunya tajam. Ga nyaman ya?" Tanyanya dengan raut wajah tak enak. Seperti meminta maaf jika membuatku kurang nyaman dengan sapu tangannya.
"A-aah enggak kok, cuma kepo aja hahaha" Tawaku dengan canggung agar tidak membuat Kak Nanda berpikir buruk tentangku.
"Aaahh syukur deh, omong-omong mau pulang?" Tanyanya lagi. Aku hanya merespon dengan menganggukkan kepala, "---mau pulang bareng?" Lanjutnya. Aku yang tak bisa berpikir lagi hanya mengiyakan ajakannya.
Dan ya, kita pulang bersama sore itu. Mungkin aku cukup kecewa dan sedih karena aku gagal memecahkan misteri tentang siapa pemilik sapu tangan itu, dan membuat hipotesis konyol tentang pembunuh, obat bius, dan darah. Cuma aku tidak sepenuhnya kecewa dan sedih, karena buktinya pemilik sapu tangan itu adalah Kak Nanda, seseorang yang aku sukai.