Mohon tunggu...
Walentina Waluyanti
Walentina Waluyanti Mohon Tunggu... Penulis - Menulis dan berani mempertanggungjawabkan tulisan adalah kehormatan.

Penulis. Bermukim di Belanda. Website: Walentina Waluyanti ~~~~ Email: walentina.waluyanti@upcmail.nl ~~~ Youtube channel: Kiki's Mom

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pasca Trauma G30S: Kenangan Lagu Ade Irma Suryani

27 September 2020   13:56 Diperbarui: 27 September 2020   14:02 1510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Military Collection of Indonesia - A.H. Nasution : prajurit, pejuang dan pemikiran

Penulis: Walentina Waluyanti

                           

Kalau Ade Irma Suryani Nasution masih hidup, usianya sekarang sekitar 60 tahun. Dan usia saya hanya berselisih 5 tahun lebih muda dari Ade Irma Suryani. (Nah, ketahuan kan berapa usia penulis?) Pernah melewati masa kanak-kanak tahun 1970-an di Indonesia pasca trauma nasional akibat tragedi G30S, saya mengingat kembali beberapa kenangan yang masih terekam di benak.

Nama Ade Irma Suryani Nasution ikut menjadi bagian dalam pelajaran sejarah di bangku SD kala itu. Ketika itu juga peristiwa G-30-S ini cukup sering disebut dengan Peristiwa Lubang Buaya. Nama Lubang Buaya ini berasal dari nama tempat di kawasan Cipayung Jakarta Timur, yang menjadi lokasi gugurnya para Jenderal yang dibuang ke sumur berdiameter 75 cm.

Saat di bangku SD, saya ingat betul, kami wajib menghafal nama-nama 7 pahlawan revolusi yaitu para jenderal dan Kapten Pierre Tendean yang dibuang ke sumur sempit di Lubang Buaya itu. Selain itu, dari mata pelajaran sejarah, kami mengenal nama Ade Irma Suryani.

Tragedi G30S 1965 terus menggema gaungnya kala memasuki tahun 1970-an bahkan sesudahnya. Saat saya masih di bangku SD tahun 1970-an, rasanya kalimat "waspada bahaya laten PKI" sudah menjadi kalimat yang tidak lagi asing di telinga. Melalui TV, radio, surat kabar, kalimat ini sering terdengar.

Departemen P dan K (ini istilah untuk menyebut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), menerbitkan beberapa buku seri khusus. Bukunya tipis, isinya tentang kisah dan peristiwa seputar G30S. Bahasanya ringan, mudah dicerna anak-anak

Sekarang saya "flashback" melihat kembali masa itu, mungkin saat itulah sebetulnya secara sistematis telah dimulai semacam indoktrinasi anti PKI kepada generasi muda, bahkan telah ditanamkan sejak di bangku SD. Di bangku SMA, kami seakan sudah hafal bagaimana mencekamnya film "Pengkhianatan G30S PKI 1965" yang disutradarai Arifin C. Noer. Karena film ini ketika itu wajib ditayangkan oleh TVRI setiap tahun, sebagai peringatan tragedi 30 September.

Kalau kita bertanya kepada anak-anak SD sekarang, siapa itu Ade Irma Suryani Nasution? Mereka belum tentu bisa menjawabnya. Tetapi kepada anak-anak SD generasi saya pada era tahun 1970-an, mereka bukan hanya tahu figur cilik tersebut, tapi mereka juga bisa mengerti (secara sederhana) peristiwa tertembaknya Ade Irma Suryani.

Bahkan ketika saya masih anak-anak, saya bisa menyenandungkan lagu Ade Irma Suryani dan hafal liriknya di luar kepala. Karena lagu Ade Irma Suryani kerap terdengar ketika itu. Pada zaman itu memang sedang "booming" era penyanyi cilik. Sebut saja contohnya Chicha Koeswoyo, Adi Bing Slamet, Ira Maya Sopha, Dina Mariana, Diana Papilaya, Joan Tanamal, Bobby Sandhora Muchsin, Fitria Elvi Sukaesih, dan beberapa nama lainnya.

Kaset para penyanyi cilik ini laris seperti kacang goreng. Nah, di antara penyanyi cilik itu, saya sudah lupa siapa penyanyinya, ada yang menyanyikan lagu yang berjudul "Ade Irma Suryani", ciptaan AT Mahmud. Liriknya sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun