Mohon tunggu...
Wakidi Kirjo Karsinadi
Wakidi Kirjo Karsinadi Mohon Tunggu... Editor - Aktivis Credit Union dan pegiat literasi

Lahir di sebuah dusun kecil di pegunungan Menoreh di sebuah keluarga petani kecil. Dibesarkan melalui keberuntungan yang membuatnya bisa mengenyam pendidikan selayaknya. Kini bergelut di dunia Credit Union dan Komunitas Guru Menulis, keduanya bergerak di level perubahan pola pikir.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Komunitas Dusun Padang, Pusat Pemberdayaan Petani Kopi

19 Oktober 2019   22:10 Diperbarui: 22 Oktober 2019   16:05 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Komunitas Padang, tempat berkumpul warga dusun Padang.

Sebaliknya, buah yang masih muda (masih hijau) akan kempes dan berwarna hitam ketika sudah dikeringkan. Selain itu, buah yang belum matang akan memengaruhi kualitas kopi karena kandungan asamnya sangat tinggi. Kandungan asam yang terlalu tinggi tidak baik untuk kesehatan perut ketika dikonsumsi.

Sesudah dipanen dari pagi hari sampai siang, sore harinya kulit buah kopi (kulit cherry) dikupas dengan alat pengupas, kemudian direndam dalam air selama 2 hari untuk mengurangi kadar lendir dan kandungan asamnya, demikian Martinus Pasa'ti menjelaskan teknis basah. Sesudah itu kopi dijemur di terik matahari tetapi tidak di atas tanah. 

Biji kopi sangat peka terhadap bau tanah yang akan merusak aroma aslinya. Oleh sebab itu, harus dibuatkan para-para berjarak satu meter di atas tanah dan dialas dengan tikar (ampak nase) untuk menjemurnya. Sesudah itu biji kopi dimasukkan di loteng (supaya lebih kering) di bawah atap seng sehingga keringnya rata selama satu minggu. 

Biji kopi kemudian ditumbuk untuk mengeluarkan kulit tanduk. Kemudian disortir yang pecah dan yang kecil untuk mendapatkan biji-biji dengan bentuk dan ukuran yang kurang lebih sama dan standar.

Dari Komunitas Padang, belum banyak petani yang mau mengikuti semua proses ini dengan konsisten. Baru ada 8 petani yang sudah mau mempraktikkan pengolahan kopi seperti yang dianjurkan oleh pendamping. 

Sebagian besar sisanya belum mau repot untuk mengikuti semua prosesnya dan memilih melakukan proses seperti yang biasa mereka lakukan meskipun sudah mengikuti teknik pemanenan yang benar. 

Yang paling membuat mereka enggan adalah proses sortir dan memilih menjual bebas di pasar masih dalam bentuk kopi dengan kulit cherry. Jadi baru ada 8 anggota dari Komunitas Padang yang sudah menyetorkan produknya ke CU untuk diproses lebih jauh di Jakarta.

Di dusun Padang yang banyak ditemui adalah kopi jenis robusta dan arabika. Namun, pegiat pertanian organik ini tertantang untuk mengembangkan kopi arabika typica. 

Hasil produksi kopi typica ini pada umumnya tidak sebanyak kopi jenis lainnya tetapi memiliki aroma yang jauh lebih enak dibandingkan kopi jenis lain dan tentu saja memiliki harga jual yang jauh lebih tinggi. Ia membeli biji kopi typica dan menyemainya sendiri. 

Dari 2 liter biji kopi, Martinus berhasil mendapatkan bibit kopi typica yang kini telah ditanam di kebun di depan rumahnya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun