Adakah kaitan antara prestasi atlet senam dengan status keperawanannya ? Saya baca biografi legenda senam Rumania Nadia Comaneci, pesenam putri pemenang 5 medali emas olimpiade, yang pertama kali memperoleh poin sempurna 10 di ajang olimpiade. Di dalamnya tak ada informasi yang menyebutkan Nadia Comaneci "masih perawan" ketiga meraih prestasinya.Â
Yang ada hanyalah paparan tentang kerja keras sang legenda  dalam mewujudkan mimpinya menjadi juara Olimpiade di tengah keterbatasan-keterbatasan di negaranya. Tentang bagaimana dia bekerja keras untuk pulih dari cederanya yang nyaris mematikan karirnya dan kembali merebut medali emas Olimpiade.Â
Dari pencarian artikel penelitian terkait hubungan "keperawanan" dengan prestasi senam pun hasilnya nihil. Tak ada artikel yang membahas tentang keperawan dan prestasi atlet senam. yang banyka dibahas justeru sebaliknya, apakah olahraga senam dapat mempengaruhi keperawanan.Â
Adalah suatu yang menggelikan dan absurd manakala ada berita dari Gresik, Jawa Timur tentang atlet senam putri yang dikeluarkan pelatihan Sea Games dengan alasan sang atlet "tidak perawan". Dan untuk kesekian kalinya, setelah kasus anggota Paskibraka digugurkan demi mengakomodasi anak pejabat, publik disuguhi fakta bahwa politik dan negosiasi jauh lebih penting daripada kerja keras dan latihan berbulan-bulan.Â
Berita yang telah menyebar hingga ke manca negara ini ternyata hanya ditanggapi dengan klarifikasi-klarifikasi yang terkesan basi, tidak memecahkan pokok masalahnya. Bahkan pejabat setingkat menteri pun rela memberi klarifikasi "pembenaran" alih-alih memberi solusi bagi atlet yang terdzalimi.
Kasus ini tidak cukup diselesaikan dengan klarifikasi. Karena harkat dan martabat seorang gadis SMU telah "dicemarkan dan dinodai" dengan mengangkat isu keperawanan, yang seharusnya menjadi privasi seseorang, ke ranah publik.Â
Tidak terbayang beban psikologis yang harus ditanggung sang atlet akibat "ketidakperawanannya", sekalipun tidak benar adanya, terlanjur diketahui publik. Seberapa besar rasa malu dan cibiran-cibiran yang harus dihadapi oleh teman-teman sekolah.Â
Sudah sewajarnya jika pihak yang melempar isu, guna menutupi fakta sebenarnya, menjelaskan kepada publik dan meminta maaf. Jika tidak, adalah hak atlet atau keluarganya menuntut secara hukum untuk memulihkan martabatnya. Agar ke depan bisa menjadi pembelajaran untuk tidak mengangkat isu privat, yang tidak ada kaitannya dengan olahraga yang ditekuni sang atlet, sebagai pembenar alasan pemecatan.Â
Jika tidak ditangani dengan benar, kasus ini juga merugikan bagi pembinaan atlet di masa depan. Adanya pesan yang salah, bahwa latihan dan kerja keras tidak menjamin prestasi dan pengakuan.Â
Kalah dengan katebelece pejabat/pembina yang lebih berkuasa meloloskan atlet mana pun yang dikehendakinya. Tentu saja hal ini akan semakin meredupkan prestasi olahraga, yang sejujurnya belum bisa berperan banyak di even olahraga internasional.Â
Semoga kasus ini menjadi kasus yang terakhir