Mohon tunggu...
Moh Wahyu Syafiul Mubarok
Moh Wahyu Syafiul Mubarok Mohon Tunggu... Part time writer, full time dreamer

No Sacrifices No Victories

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembang Api

4 Februari 2025   23:03 Diperbarui: 4 Februari 2025   23:03 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by Dall-E

Jakarta selalu penuh cerita di malam pergantian tahun. Langit kota yang biasanya gelap tertutup polusi berubah menjadi panggung warna-warni, dipenuhi ledakan kembang api yang berkilauan. Di setiap sudut jalan, suara terompet bersahut-sahutan, berpadu dengan tawa orang-orang yang melimpahi trotoar, mengabaikan deru klakson kendaraan yang terjebak di tengah lautan manusia.

Di bawah gemerlap itu, ada aroma bakaran sate dan jagung manis yang menyelinap di antara udara malam yang pengap dengan polusi knalpot kendaraan, membawa sekelumit kebahagiaan bagi mereka yang mampu menikmatinya.

Namun, bagi Dani, suasana itu terasa berbeda. Ia hanya menangkap hiruk-pikuk suara dan bau menyengat yang datang dari segala arah, seolah-olah kota ini menyembunyikan sesuatu darinya. Cahaya? Itu tetap menjadi misteri baginya.

Dani, bocah 12 tahun yang menjual kopi keliling dengan termos besar di punggungnya, berdiri di trotoar dekat Bundaran HI. Di sekitarnya, kaki-kaki orang dewasa melangkah cepat, beberapa berhenti untuk berfoto dengan latar gemerlap lampu kota.

"Starling, Bang, Starling!" serunya, mencoba menarik perhatian di tengah hiruk-pikuk jalanan. Suaranya yang lantang berusaha menembus keramaian, tetapi tubuh kecilnya sering tenggelam di antara kerumunan orang-orang yang sibuk dengan ponsel mereka atau bergegas menuju tempat terbaik untuk menyaksikan kembang api.

Di bawah sinar lampu jalanan yang redup, wajah Dani memantulkan tekad yang tak tergoyahkan, meski ia tahu bahwa malam ini, seperti malam-malam lainnya, hanya sedikit yang benar-benar memperhatikan keberadaannya.

"Eh, dek! Kopinya satu," panggil seorang pria muda dari kelompok yang sedang duduk di trotoar. Dani berjalan pelan ke arah suara itu, memastikan langkahnya tidak salah. Tangannya meraba-raba termos di punggungnya, lalu merogoh saku untuk mencari gelas plastik.

"Wah, kamu masih jualan malam-malam begini? Nggak mau lihat kembang api?" tanya pria itu sambil menyerahkan uang.

Dani tersenyum kecil. "Lihat, Bang? Saya cuma dengar. Tapi katanya, kembang api itu indah banget, ya?"

Pria itu terdiam sejenak, lalu mengangguk meski Dani tidak bisa melihatnya. "Iya, dek. Kembang api itu... gimana ya, kayak bunga yang mekar di langit. Cepat banget, tapi nggak bakal kamu lupa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun