Mohon tunggu...
Moh Wahyu Syafiul Mubarok
Moh Wahyu Syafiul Mubarok Mohon Tunggu... Penulis - Part time writer, full time dreamer

No Sacrifices No Victories

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Build Back Better dan Ketangguhan Melawan Krisis Pandemi

19 Agustus 2021   21:18 Diperbarui: 28 Agustus 2021   13:50 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Silvio Kundt on Unsplash

Kehadiran virus Covid-19 telah membawa banyak prahara bagi dunia. Makhluk hidup tak kasat mata yang pertama kali muncul di pasar hewan Wuhan, Provinsi Hubei, China tersebut berhasil mengguncang kehidupan manusia di bumi. 

Urusan-urusan yang semula genting, tiba-tiba menjadi tak penting. Agenda-agenda dengan banyak massa dibubarkan. Sekolah dan kampus didaringkan, hingga pekerjaan kantor pun dirumahkan.

Bayang-bayang masa lalu pun terus menghantui. Flu Spanyol berhasil meluluh-lantahkan dunia di tahun 1918. Pandemi influenza tersebut menginfeksi 500 juta orang di seluruh dunia dan telah memusnahkan 50 juta populasi manusia.

Berbeda dengan Flu Spanyol, SARS-CoV-2 sebagai virus penyebab Covid-19 dikenal lemah namun cerdas. Menurut guru Biokimia FMIPA ITB (Institut Teknologi Bandung), Prof. Zeily Nurachman, menyatakan bahwa sekali virus itu dicelup dalam air sabun, cangkang SARS-CoV-2 sudah ambyar bahkan RNA sebagai intinya pun hancur berkeping-keping. 

Tapi, sekali mendapat kesempatan hinggap di sel inang yang cocok, virus itu menggunakan kecerdasan genetiknya sehingga sulit dikendalikan. Untuk membunuh manusia, dia tidak perlu otot yang kuat, cukup menyumbat saluran pernapasan dengan gelembung lendir. Dalam waktu singkat, orang yang awalnya bugar mendadak terkapar.

Laksana efek domino, corona memicu aspek kehidupan menuju keruntuhan. Mulai dari kesehatan---tenaga medis yang minim perlengkapan---hingga ekonomi yang dihantam badai resesi. Kebijakan demi kebijakan telah dikeluarkan Pemerintah untuk menghentikan laju pandemi bersama efek samping yang mengikuti. 

Sebut saja kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat mulai dari PSBB sampai PPKM yang cukup berhasil mengerem pertumbuhan ekonomi daerah hingga nasional. Bahkan IMF (International Monetary Fund) memproyeksikan ekonomi global tumbuh minus di angka tiga persen.

Solidaritas Global

Dunia menyuarakan kerja sama global yang dirasa sebagai sebuah paradoks. Alasannya, model kunci dalam menghentikan penyebaran virus Corona justru merupakan antagonisme dari sosialisasi, yakni self-isolation dan social distancing, sebab kedekatan dalam model apa saja dapat berarti maut. 

Paradoks tersebut sejalan dengan apa yang dirumuskan filsuf neomarxis asal Slovenia, Slavoj Zizek, dengan ungkapan noli me tangere. Sebuah ungkapan bahasa latin yang berarti "jangan menyentuh saya".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun