Mohon tunggu...
Moh Wahyu Syafiul Mubarok
Moh Wahyu Syafiul Mubarok Mohon Tunggu... Penulis - Part time writer, full time dreamer

No Sacrifices No Victories

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menyambut "Fajar Ekonomi" Migrasi Televisi Digital

16 Agustus 2021   20:46 Diperbarui: 16 Agustus 2021   21:00 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Glenn Carstens-Peters on Unsplash  

Perubahan adalah satu dari dua hal yang pasti terjadi di masa depan, selain ketidakpastian. Begitu kira-kira menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Professor Rhenald Kasali. 

Mereka yang tidak adaptif terhadap perubahan akan tergerus oleh zaman. Ini adalah musabab hadirnya inovasi yang muncul hampir setiap hari, sehingga banyak sektor kehidupan yang mengalami disrupsi atau tidak lagi relevan dengan tren kehidupan. Tentu, dengan satu tujuan agar kualitas kehidupan manusia menjadi lebih baik dari era sebelumnya.

Seperti halnya kehadiran abad internet yang telah mengubah cara hidup manusia. Mulai dari aspek pendidikan, ekonomi, sosial, hingga politik tak bisa terlepas dari digitalisasi yang tentunya jauh lebih efisien dari pola konvensional. Salah satu area yang turut menyesuaikan perubahan ini adalah sektor penyiaran, utamanya digitalisasi televisi sistem terestrial. 

Semenjak 2007 ketika Konferensi Komunikasi Radio Sedunia di Geneva, Swiss, negara anggota International Telecommunication Union (ITU) menyepakati pemerataan pita spektrum frekuensi radio untuk layanan televisi terestrial. Yakni sistem penyiaran televisi yang tidak melibatkan transmisi satelit atau menggunakan sinyal analog.

Kesepakatan tersebut kemudian melahirkan kebijakan yang disebut Analog Switch Off (ASO), yakni mematikan siaran analog dan beralih ke siaran digital. Negara-negara di Eropa, Afrika, Asia Tengah, dan Timur Tengah kompak menuntaskan ASO pada 2015 kemarin. 

Bahkan, sejumlah negara maju di Eropa telah memuntaskan ASO satu dekade lebih dulu dari kebanyakan negara di dunia. Sementara dari tanah air, diskursus migrasi sistem televisi analog ke digital pertama kali muncul tahun 2011. Pemerintah kemudian melakukan percepatan digitalisasi televisi melalui Undang Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Geliat kebijakan tersebut muncul seiring pembangunan infrastruktur telekomunikasi dan informatika yang merata dan berkualitas di setiap daerah. 

Juga perbaikan sistem perlindungan data pribadi serta penuntasan legislasi primer bidang telekomunikasi. Selama proses migrasi, Pemerintah membaginya menjadi tiga tahap: tahap pertama dimulai akhir April 2022, tahap kedua dimulai akhir Agustus 2022, dan tahap ketiga dimulai awal November 2022.

Mengapa ASO penting dan harus segera dilakukan? Sejatinya, ada beberapa motif yang tersembunyi di baliknya. Apabila Indonesia terlalu lama menyelesaikan migrasi, besar kemungkinan timbul potensi gesekan dengan negara tetangga terutama di wilayah perbatasan. Kondisi tersebut menghadirkan sengketa internasional akibat tidak meratanya pembagian spektrum frekuensi radio yang telah disepakati oleh ITU. 

Selain itu, ASO juga searah dengan percepatan transformasi digital yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo. Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Johnny G Plate, menyebut bahwa migrasi televisi analog ke digital membuat spektrum frekuensi dapat ditata ulang. Hasil efisiensi tersebut dapat dimanfaatkan untuk layanan publik serta peningkatkan kecepatan akses internet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun